Aku buru-buru menutup pintu rapat-rapat. Tak ingin terperdaya oleh ekspresi wajah mereka yang terlihat meyakinkan. Karena bisa saja … itu cuma sebuah jebakan dan akal-akalan mereka bukan? Tak menunggu waktu lama, terdengar pintu diketuk lagi beberapa kali, membuat jantungku sontak berdegup kencang dan rasa panik dalam hati semakin menjadi. Takut juga Ayah nekat mendobrak pintu lalu memaksaku pulang, dan kemudian … memintaku menikah dengan lelaki pilihannya. Oh tidak! Aku tidak mau. "Ndah … maafkan Ayah, Nak." Suara Ayah terdengar lagi, membuat pikiran yang sedang melayang jauh entah ke mana, kembali ke pengaturan awal. Tak ingin terpengaruh, aku yang berdiri membelakangi pintu, hanya diam membatu. Tak tertarik untuk menyahut ucapan, apa lagi sampai membuka kembali pintu. Tidak akan. Ta