BAB 18

1720 Words
Perdebatan Bang Opung dan Rahmat hanya akan menambah lama perjalanan mereka berenam menuju ke pos kedua yang ternyata tidak sampai-sampai. Mereka berenam pun sepakat untuk berhenti lagi. Waktu jadi terasa cepat berlalu dan hari semakin sore menjelang malam. “Bang, udah mau malam, nih. Gimana kalau diriin tenda? Gua udah nggak sanggup jalan,” kata Dalwi mewakili teman-teman yang lain memang sudah tidak sanggup lagi berjalan terlalu jauh. “Ya, udah. Ayo kita dirikan tenda di sini. Gua juga heran kenapa seharian ini jalan berasa nggak ada ujungnya,” ungkap Bang Opung yang juga merasa bingung dengan keadaan yang terjadi. “Ya, udah, buruan diriin tenda. Heran amat begini, kok, lambat sampai pos kedua,” gerutu Ririn yang selalu saja mengeluh tanpa bisa memberikan solusi atau bantuan kepada teman-temannya. Yang jelas saja hal itu membuat teman-teman yang lain merasa kesal kepada perilaku Ririn. Termasuk pacarannya sendiri yang mulai kesal dan malas berbicara dengan Ririn. “Kodel, kenapa, sih, orang lagi kesel malah dicuekin?” Ririn merasa heran dengan Kodel yang tiba-tiba saja menjadi pendiam dan terkesan menjauhi Ririn. Jelas saja Kodel tidak tahan dengan segala gerutu dan juga emosi yang tidak stabil dari Ririn. Mungkin memang benar kalau wanita sedang datang bulan itu mempunyai mood swing, tetapi bukan berarti harus seperti itu terus menerus. Kodel tidak betah menghadapi Ririn yang seperti itu. Apalagi tujuan mendaki gunung untuk hiburan, bukan tambah beban pikiran, juga menambah stress. “Lah, lu sendiri yang kesel, kan? Dari awal lu kesel, kan? Terus, salah gua?” Kodel menjawab dengan santai lalu meninggalkan Ririn begitu saja. Kodel menghampiri para pria yang sedang mendirikan tenda kembali. “Bang, gua takut kalau ntar malam tidur sama Ririn cuma berdua. Gimana, dong?” rengek Putri terlihat tidak berani hanya berdua dengan Ririn di dalam tenda saat tidur. “Lah, gimana? Nggak mungkin juga desek-desekan lagi semalaman?” Bang Opung kurang setuju dengan ide satu tenda bersama. “Bang, please ....” Putri kembali memohon untuk bisa satu tenda saja dengan para pria. Mau tak mau, mereka pun mengiyakan. Jadi mereka hanya mendirikan satu tenda, kemudian mulai membuat perapian. Setelah mendirikan satu tenda, mereka berenang pun berada di sekitar perapian untuk membuat makanan dan minuman. Kesetiaan mereka jelas sudah terkuras karena seharusnya mereka sudah berada di pos kedua tetapi masih saja di sekitar tempat yang tidak bisa dimengerti di mana mereka berada. Saat itu, Kodel sedang membersihkan celananya yang kotor sambil berdiri. Putri pun minta tolong Ririn karena ingin buang air kecil. Saat itu sudah mulai malam, jadi perapian yang nyala menjadi salah satu sumber cahaya mereka. “Ririn, gua minta tolong temenin kencing, dong,” ujar Putri yang memperlihatkan ekspresi menahan pipis. Bukannya mau, Ririn jadi ingat kemarin Putri juga tidak mau mengantarkannya. “Ogah, ah. Gua takut, Put. Nggak berani,” jawab Ririn memberikan alasan yang jelas sebenarnya memang tidak mau mengatakan Putri untuk balas dendam. “Lah, gimana, dong. Gua mau kencing. Siapa mau nemeni gua?” Putri kembali merengek. Semua orang sedang duduk, kecuali Putri dan Kodel, jadi Kodel yang menemani Putri. “Ya, udah, sini gua temeni.” “Yang?!” Ririn langsung melotot menatap Kodel. “Kenapa? Lah, lu nggak mau nemeni Putri. Sekarang gua yang nemeni, lu sewot. Gimana, sih?” Kodel jadi dingin sikapnya dengan Ririn. Ririn langsung cemberut dan tidak menyangka Kodel akan seperti itu padanya di hadapan teman-teman yang lain. Dalwi jadi curiga sama Kodel yang langsung semangat buat antar Putri. Namun tidak bisa begitu saja mengungkapkan kecurigaan itu. Dalwi rasa memang Kodel tidak bisa dipercaya soal isi dari rekaman video tadi malam. Apakah itu sengaja? “Thanks, ya,” kata Putri sambil tersenyum dan berlalu pergi dengan Kodel untuk buang air kecil. Ririn merasa kesal dan merasa kalau Kodel berubah. Mungkin karena Ririn sedang datang bulan dan Kodel tahu, jadi pria itu terlihat tidak berminat sama sekali dengan Ririn. Hal itu membuat Ririn sedih. Sedangkan Dalwi masih saja seudzon pada Kodel. Heran saja Kodel langsung mau antar Putri padahal sudah punya pacar si Ririn yang ikut pula di acara pendakian ini. “Nyebelin amat punya cowok nggak peka!” Ririn mulai menggerutu. “Kalau kebanyakan gerutu, bukan cuma nggak peka, bisa ilfill lama-lama. Lu aneh banget, Rin, berasa orang lagi datang bulan aja uring-uringan Mulu,” celetuk Dalwi yang tidak tahu Ririn memang sedang menstruasi. “Ah, bodo amat sama lu. Lu juga nyebelin!” “Iya, iya, semua nyebelin kecuali lu, iya, kan?” seru Dalwi membuat Ririn semakin kesal. Setelah selesai membuat makanan dan minuman bersama-sama, mereka pun mulai merasa curiga kenapa Putri dan Kodel sangat lama yang pergi. Dalwi jadi makin seudzon teringat tadi malam. “Wah, gua susul aja kalik, ya, si Kodel sama Putri? Gua takut mereka berdua tersesat nggak bisa balik sini, kalik.” Dalwi langsung berdiri dan berinisiatif untuk mencari Kodel dan Putri. Baru saja berencana, Kodel dan Putri sudah muncul dari kejauhan. “Lah, itu mereka,” kata Rahmat yang melihat Kodel dan Putri kembali. “Lama banget lu pada. Ngapain?” Bang Opung juga merasa curiga, meski tidak bisa menuduh begitu saja. “Gua tadi mules, Bang. Sekalian boker. Maaf, ya. Untung gua bawa tisu basah dan kering, kalau nggak, bingung ntar gimana ceboknya,” ujar Putri dengan santai seolah tidak ada hal apapun terjadi. “Oh, ya udah. Tuh, makan sama minum jatah kalian. Buruan dimakan dan diminum, ntar keburu dingin,” imbuh Bang Opung yang merasa heran juga dengan Kodel dan Putri. Dalwi masih menatap Kodel dan Putri bergantian membuat Kodel jadi merasa risih dan juga khawatir kalau hal yang dilakukan ketahuan banyak orang. Tiba-tiba Rahmat demam dan sedikit kejang. “Eh, ini Rahmat kenapa?” Ririn jadi terkejut dan panik. “Bro, napa lu, Bro?” Dalwi jadi khawatir dan memegang dahi Rahmat yang panas. Berarti Rahmat demam mungkin tidak kuat dengan situasi dan kondisi saat ini. “Ayo pulang aja. Ayo pulang,” ucap Rahmat setengah bergumam. “Iya, tenang, Bro. Minum dulu,” kata Bang Opung yang juga merasa bersalah melihat Rahmat sakit, sambil menyodorkan minuman hangat pada Rahmat. Tak disangka, Rahmat justru menatap Kodel. Entah berarti apa tatapan itu. “Ayo, pulang aja?” seru Rahmat kembali. “Wah, nanggung banget kalau mau pulang. Gua masih mau lihat banyak hal dan sampai puncak. Gua masih mau lanjut aja,” celetuk Kodel yang sebenarnya cuma berpikir bagaimana caranya bisa bermesraan dengan Putri sepanjang hari. “Ayo, pulang aja, dah. Gua mau pulang aja,” kata Ririn yang merasa kesal sama Kodel. “Gua nggak, ah. Masih penasaran banyak hal, jadi mau lanjut aja.” Putri seolah-olah menjadi pasangan untuk Kodel karena setuju dengan perkataan pria itu. “Gua stay aja, lah. Lanjut naik gunung. Lagi pula, memori hape gua belum penuh, jadi masih bisa buat foto dan video lagi.” Dalwi setuju untuk tidak segera pulang. Bang Opung jadi bingung dengan anggota yang memiliki keinginan masing-masing yang berbeda. Sedangkan Rahmat menatap ke arah Kodel sejak tadi. “Jangan berbuat yang macem-macem di sini,” kata Rahmat yang Dalwi pikir suara Rahmat jadi beda dan mirip kakek di dalam kereta. “Apa’an, sih?” Kodel jadi merasa tidak nyaman dan terasa dimasukkan oleh teman-teman yang menatap aneh ke arahnya dan Putri. “Kenapa, Kodel?” Bang Opung jadi curiga. “Lah, nggak tahu, lah. Gua nggak paham.” Kodel mengelak dan berpura-pura tidak tahu dengan apa yang dimaksud oleh Rahmat. Putri juga terlihat sedikit gusar dengan pertanyaan dari Rahmat kepada Kodel. “Lah, ada apa, Rahmat? Napa lu bilang gitu ke Kodel?” tanya Dalwi yang semakin penasaran dengan penuturan dari Rahmat. “Suruh aja itu orang jangan macam-macam di sini.” Rahmat pun tak sadarkan diri. “Rahmat, wah, pingsan, nih. Buruan kasih minyak angin juga,” ujar Bang Opung dengan panik. Kodel sedikit merasa lega melihat Rahmat yang pingsan dan tidak menanyai sesuatu lagi. Kodel sempat merasa khawatir kalau apa yang dia lakukan bersama Putri ketahuan teman-teman yang lain. Putri tiga merasa sedikit lega melihat Rahmat yang tidak sadarkan diri. Ririn juga menjadi curiga kepada Kodel yang tadi terlalu lama mengantarkan Putri pergi buang air kecil sedangkan saat Ririn kemarin mau buang air kemarin tidak ditemani dengan alasan kakinya masih sakit. Kenapa sekarang tiba-tiba kakinya Kodel bisa sembuh dengan mudah? “Udah, sekarang fokus merawat Rahmat dulu. Kasihan dia kalau gini,” ujar Bang Opung yang sebenarnya tidak suka dengan sifat Rahmat yang keras kepala dan sok ingin mengatur. Namun juga tidak tega melihat Rahmat sakit seperti ini. Sebagai pimpinan jelas saja Bang Opung jadi merasa serba salah dan juga sedih kalau ada anggota yang sakit. Para pria bersama mengangkat tubuh Rahmat masuk ke dalam tenda. “Ririn, cari kain buat kompres kening Rahmat, ya. Kasihan, tuh, demam tinggi. Putri, buat minum anget buat Rahmat, ya?” Bang Opung memberikan perintah untuk wanita agar membantu merawat Rahmat. “Ya, Bang,” jawab Ririn dan Putri tidak sengaja bersamaan. Kedua wanita itu segera melakukan tugas masing-masing sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bang Opung. Mereka juga merasa khawatir dengan kondisi Rahmat saat ini. Tidak disangka dalam pendakian yang belum menemukan jalan terang untuk menuju ke pos kedua justru salah satu dari antara mereka ada yang sakit. Dalwi jadi menyesal sudah menjawab ingin melanjutkan perjalanan pada hari sudah tahu ada banyak hal ganjil yang terjadi selama pendakian. “Rahmat, lu harus sembuh. Gua janji, kita bakal balik aja dari sini. Daripada lanjut ntar lu kambuh sakit,” gumam Dalwi yang tidak tega melihat salah satu dari temannya sakit seperti itu. Bagaimana mungkin bisa tenang karena ketika demam dan sakit di tengah hutan pendakian gunung seperti ini tidak akan ada orang yang tahu dan tidak bisa mencari bantuan. Dalwi takut kalau Rahmat terkena malaria atau demam berdarah dan sebagainya penyakit yang gawat. “Udah, kita tenang dulu. Kita bantu doa sambil jaga Rahmat biar cepet sembuh. Gua ada obat juga Paracetamol ini bakal gua minumin ke Rahmat. Moga aja cepet sembuh,” ujar Bang Opung yang sedia membawa beberapa obat-obatan penting yang dibutuhkan ketika berada di hutan pendakian gunung. Semua hanya bisa berharap Rahmat segera sembuh. “Iya, Bang. Untung aja Bang bawa obat. Ini Rahmat masih lemes, kasihan,” kata Dalwi sambil mengusap kaki Rahmat dengan minyak angin agar hangat. Sedangkan Kodel memberikan minyak di bagian belakang telinga, leher, dan lubang hidung. Itu yang biasa orang-orang lakukan ketika ada salah seorang tidak sadarkan diri atau pingsan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD