Dara's diary-
25 desember 2017
Tadi malem tepat jam 23;30 aku baru pulang dari rumah Rafael, kupikir aku akan terhindar dari amukan Mama, tapi nyatanya nggak. Mama malah makin marah sama aku, aku harus gimana Tuhan.
Aku sayang banget sama Mama. Makanya aku sengaja pulang tengah malam supaya Mama ga ngeliat wajah aku. Tapi takdir selalu berbalik arah.
"Non."
Panggilan itu membuat fokus Dara teralihkan menatap Bi Inah, pembantunya yang membawa susu serta roti.
"Ini dimakan dulu, nanti Nyonya malah marah kalo Non ga makan."
Dara menggeleng kemudian memakai tas sekolah, berjalan keluar kamar, ternyata disamping kamar ada Mama yang menatap garang ke arahnya.
"Kenapa kamu gak makan? Kurang enak? Dasar kurang bersyukur, ya kamu. Saya capek-capek ngidupin kamu anak haram!"
Dara menutup matanya berusaha agar tidak menangis.
"Nangis. Nangis lagi."
Maya merebut nampan yang berisi susu dan roti dari Bi Inah, kemudian ....
Byurrr ....
Susu itu mengenai seluruh baju yang dipakai Dara.
"Astaghfirullah, nyonya. Baju non basah." Bi Inah baru akan melangkah. Namun lirikan mata dari Maya mengurungkan niatnya. Wanita tua itu kembali ke dapur dengan perasaan khawatir akan Dara.
"Gimana? Enak saya siram?"
Dara hanya diam, sebisa mungkin ia menahan tangisan didepan sang Mama, dan masuk ke kamar mengganti baju seragam dengan baju yang lain. Beruntungnya Dara punya 2 baju jadi ia tak perlu bolos hari ini.
Rafa
By, aku didepan.
****
Sepanjang perjalanan menuju Sekolah, Rafael berusaha mencairkan suasana, cowok itu bertanya terus menurus atau bahkan menceritakan kejadian lucu yang ia alami. Namun, Dara sepertinya hari ini sangat tidak mood, gadis itu hanya merespon dengan deheman. Sadar akan hal itu Rafael menggenggam tangan Dara yang sedari tadi berada dipinggangnya.
"Aku kangen, Papa sama Bunda," lirihnya pelan. Selalu seperti ini jika pikirannya kacau.
"Iya, nanti kita jenguk Papa sama Bunda kamu pulang sekolah, oke?"
"Heem." Setelah itu hening tidak ada percakapan lagi diantara keduanya.
****
Suara-suara berisik yang memekakan telinga mulai terdengar, begitu bel tanda kebebasan para siswa dibunyikan, seluruh murid bersorak dan segera berlari keluar kelas untuk mengisi perut mereka yang berteriak sedari tadi. Hal itu berbeda dengan gadis berambut sebahu, duduk sembari memasang headset ditelinga dan mulai mengeluarkan novel juga membuka bungkus roti yang selalu menemani waktu istirahat gadis itu.
"Dara, kantin yuk!" Gadis bername tag Amora itu mendekati bangku Dara, ia menarik tangan Dara pelan bermaksud mengajaknya ke kantin.
"Duluan aja, Mor. Aku udah makan roti ini kok," jawabnya.
Mendengar hal itu, Amora berdecak. Sebab selalu saja dari kelas 10 sampe mereka ingin lulus, Amora tidak pernah melihat Dara menginjakkan diri ke kantin sekolah. Gadis itu selalu membawa roti dari Rumah.
"Ish, sekali-kali kek cobain makanan kantin!"
"Gak, Mor. Aku udah bawa roti. Mending kamu ke kantin. Keburu bel loh nanti."
Amora akhirnya menyerah, gadis itu berlari menuju kantin karena tak ingin waktu istirahat ia habis sia-sia tanpa mengisi perut.
Dara's diary.
Hari ini pas mau berangkat sekolah. Aku disiram Mama susu, tapi gak papa aku tetep sayang sama Mama. Semoga Tuhan ngasih kesempatan banyak buat aku dan Mama. Love you more, Ma.
Dara menutup buku diary miliknya begitu suara bel masuk berbunyi. Seorang guru berpawakan tinggi masuk ke dalam kelas. Suasana kelas yang tadi sempat gaduh akibat banyak yang mengeluh.
"Perasaan baru bel istirahat, udah masuk aja nih!"
"Iya, ih gak asik."
"Mana sempol gue belum abis."
"Gue belum sempet beli minum anjir!"
"Ish, lagi enak-enaknya liat kakel main basket juga!"
Begitulah kira-kira keluh kesah mereka. Istirahat memang waktu yang menyenangkan. Namun, singkat.
"Siang anak-anak hari ini kita langsung ke perpustakaan aja karena saya mau memberikan kalian tugas meresensi buku bebas buku apa aja," ucap guru laki-laki yang langsung menyuruh para siswa untuk menuju perpustakaan.
****
Dara menyusuri rak-rak buku di perpustakaan sembari memilah-milah, matanya menangkap sebuah novel berjudul 'keluarga cemara' menarik perhatian cewek itu. Ia menarik novel itu tanpa sengaja malah membuat novel yang berada disebelah jatuh.
Debap!
Saat ingin mengambil, sebuah tangan sudah lebih dulu mengambilnya.
"Eh—" cowok yang tadi mengambil novel menunjuk ke arah Dara.
"Dara, kan? Anaknya tante Maya?" tanyanya memastikan.
Dara hanya mengangguk kemudian buru-buru ingin pergi. Namun, tangannya dicekal.
"Mau kemana, ini novelnya."
"Te-terima kasih." Dara menerima dengan tangan gemetar, mendengar nama Mama disebut seketika membuat ia kembali mengingat insiden pagi tadi. Ia langsung pergi tanpa mendengarkan apa yang cowok itu katakan lagi.
****
"You're who I'm thinking of
Girl, you ain't my runner-up
And no matter what you're always number one
My prized possession
One and only
Adore ya
Girl, I want ya
The one I can't live without, that's you, that's you."
Lagu milik Justin bieber diputar begitu Rafael dan Dara memasuki kafe tempat Rafael bekerja part time. Dara terbiasa menemani sambil menikmati musik dengan segelas es capuccino.
Cewek itu langsung duduk didekat jendela setelah selesai memesan. Hari ini tiba-tiba hujan turun dan lumayan deras membuat Dara ingin sekali tidur. Namun, ia menepis rasa kantuknya dengan membuka handphone dan mulai membaca cerita offline disalah satu media sosial.
Setelah selesai bercerita dengan Papa dan Bunda dimakam tadi Dara langsung ikut dengan Rafael, meski ia tau nanti Mama akan marah besar karena ia pulang telat. Sebenarnya niat Dara tidak pulang dahulu adalah untuk menyegarkan pikirannya yang mulai stress akibat masalahnya dengan Mama yang selalu membuat ia bersedih.
Setelah selesai membaca, Dara membuka novel yang tadi ia bawa dari sekolah untuk diresensi, tugas tadi dijadikan PR karena waktunya yang tidak cukup pun guru laki-laki yang mengajarnya memiliki suatu masalah mendadak yang membuat ia mengakhiri pelajaran.
Hampir sejam Dara membaca novel itu dan akhirnya ia paham alurnya. Meski hanya novel tapi mampu membuat Dara menitikkan air mata. Keluarganya tidak sehangat keluarga di novel ini, meski sang Mama selalu membiayai kehidupannya. Namun, sebenarnya bukan itu yang Dara inginkan melainkan kasih sayang Mama dan perhatian kecil, itu yang Dara impikan sejak dulu.
"Kapan, ya. Mama peluk aku, bangga sama aku."
****
"Kamu beneran mau nunggu aku sampe selesai?"
Rafael baru saja selesai membereskan kafe begitu para pelanggan sudah mulai pergi.
Ia memutar kertas dibelakang pintu menjadi tulisan "SUDAH TUTUP.", kemudian cowok itu menghampiri pacarnya yang sedari tadi setia menemani ia. Jam menunjukan pukul 22:00 sudah sangat larut. Rafael tahu sedari tadi Dara sudah sangat mengantuk. Namun, cewek itu berusaha menahannya.
"Yuk, pulang," ajaknya.
Dara bangkit dari duduk setelah selesai membereskan buku-bukunya yang tadi sempat ia gunakan untuk menyelesaikan tugas.
"Keluarga cemara," gumamnya.
"Ha? Kamu ngomong apa aku nggak denger?"
"Aku pengen ngerasain jadi anak kayak di novel keluarga cemara, Raf."
****