Bukan Calon Istri Idaman

1309 Words
Jofan memeriksa email yang masuk, beberapa file penting terkait kerja sama dengan perusahaan properti di Ibu Kota. Tinggal dicetak dan dipelajari, sesuatu bergetar di atas meja. Pesan masuk, layar benda persegi panjang itu menyala. Bimby mengirim pesan. Anak bawel itu mengingatkan jika hari ini mereka akan fitting pakaian, Jofan tak menghiraukan. Dia kembali memandang layar laptop, tetapi detik berikutnya segera menyambar gawai yang semula tergeletak di atas meja. Terusik oleh getar berulang-ulang, sang calon mempelai menyerang dengan pesan berantai. Ia sudah mencoba bersikap seperti biasa, tak acuh. Namun, siapa yang bisa tetap fokus ketika terusik oleh getaran terus-menerus? Gadis super bawel itu mengirim pesan tanpa jeda, gigih dalam mengganggu. Jofan akhirnya kalah. “Kamu di mana?” tanyanya setelah terdengar sahutan di seberang, lebih baik mengutamakan anak kecil itu jika tak mau urusan penting lainnya berantakan. Satu kesalahan fatal ketika pilihan jatuh pada Bimby, wanita kekanakan sekaligus menyebalkan. Hanya saja, tak ada alternatif lain, Jofan harus menikah. Jika tidak, rumor tentangnya akan menyebar semakin luas. “Sekolah, pamit untuk terakhir kali. Ahjussi gantengku di mana?” balasnya penuh nada manja, kemudian cekikikan sendiri. “Berhenti memanggilku begitu!” Jofan langsung menyentak, tak suka akan panggilan aneh tersebut. “Enggak mau, daripada Om Hidung Belang. Lagian umur menunjukkan identitas, Kak Giar saja masih jauh di bawah usia Anda. Nah, tuan yang tak lagi muda ini terlihat begitu tua. Jadi, Ahjussi saja.” Suara Bimby meracau tanpa jeda, terus melontarkan kalimat demi kalimat suka-suka yang ia anut. Jofan tak begitu menanggapi, enggan meladeni ocehan tak penting bocah labil tersebut. Perempuan 17 tahun dengan situasi rumit, tetapi terpilih sebagai satu-satunya kandidat calon pendamping hidup. Telat jika membatalkan niat, restu telah dikantongi. Mau tidak mau, mereka harus tetap menikah. “Terserahlah, sampai bertemu satu jam lagi. Jangan membuatku menunggu!” balasnya datar, enggan berurusan panjang dengan sosok asing yang hanya akan menaikkan tekanan darah jika diladeni. “Kalau ogah menanti, dijemput, dong!” Masih saja melayangkan bahasa khasnya yang menjengkelkan, nada kekanakan itu tetap disertai tawa halus. “Aku sibuk!” putusnya singkat, masih heran akan sikap gadis aneh tersebut. Masih saja bisa cekikikan mirip kuda kebelet nikah padahal sedang hamil tanpa kejelasan pelaku utama. “Yang ngajakin nikah siapa?” balas Bimby sengaja meninggikan suara, memaksa Jofan menahan emosi yang hampir meledak. “Berkoar-koar akan menjamin aku dan Si Blub-Blub enggak kenapa-kenapa, tetapi beralasan sibuk cuma buat jemput calon istri. Mau aku pingsan di jalan karena kelelahan, terus diekspos oleh wartawan dengan judul 'Calon Istri Direktur Pingsan Gara-Gara Kurang Perhatian'? Bagaimana jika ...?” “Aku jemput satu jam lagi!” pungkas Jofan memotong ucapan sang calon istri, segera menjauhkan gawai dari telinga tanpa peduli dengan ocehan Bimby. Menggeleng-geleng sembari memasang wajah heran, lalu melempar punggung pada sandaran. Memerhatikan layar dengan detik yang masih bergerak maju. Jofan menyapu tanda merah dengan ibu jari, panggilan berakhir. Meletakkan kasar gawai miliknya di atas meja, gusar seorang diri. Bisa-bisanya diperintah oleh bocah, tak masuk akal. Kenapa ada manusia macam Bimby di dunia ini? Bersikap masa bodoh tanpa peduli keadaan sekitar, tetap tak acuh di segala kondisi. Memaksakan kehendak begitu saja, memerintah seolah mereka memang sepasang kekasih tercinta. Jofan salah pilih! Bisakah kesepakatan dibatalkan saja? Belum menjadi istri sudah penuh dengan hal menyebalkan, tingkat bawel yang melebihi batas maksimum. Seandainya masih ada waktu untuk menentukan pilihan, pria tersebut enggan melirik Bimby. Untuk saat ini, Jofan akan mencoba bersabar. Setidaknya Bimby mampu membebaskannya dari rumor tak sedap, jabatan pun berhasil diamankan. Kehamilan wanita muda itu merupakan bukti paling akurat, terlepas dari karakter ajaib yang dimiliki. Paling tidak, Bimby berhasil membungkam mulut-mulut usil di perusahaan. Media kembali stabil, tak lagi membahas perihal dirinya. Kabar pernikahan Jofan Dastarasta membuat publik kebingungan, bahkan ada yang beranggapan hanya pengalihan isu. Apa pun penilaian mereka terkait pernikahannya, Jofan hanya peduli pada reputasi serta jabatan di kantor. Kehamilan Bimby merupakan senjata kuat, mematahkan rumor yang sudah menyebar luas. Kini, langkah paling tepat adalah melanjutkan pilihan. Menikahi wanita ajaib itu walau harus melewati hari-hari penuh mala petaka. Ekor mata menangkap sesuatu, contoh undangan pernikahan yang Bimby pilih. Bernuansa biru muda, dia menggelengkan kepala. Menepis bayangan bocah yang mulai mengusik ketenangan dalam dunianya. Kalau bukan untuk meredam rumor dan menyembunyikan rahasia besar, tak mungkin mau mendekati makhluk super ajaib tersebut. Sebuah takdir rumit tengah membingkai kehidupan Jofan Dastarasta, ia membuka pintu pada wanita yang salah. Bukan perempuan elegan dari kalangan atas, justru bocah SMA dengan segala bentuk permasalahannya. Membawa Bimby, menempatkan pada posisi paling penting. Laki-laki itu hanya meletakkan kedua tangan yang mengatup di bawah dagu, menyanggahnya sembari berpikir tentang pilihan konyol saat ini. Menikah bukan perkara sederhana, tetapi ia benar-benar melakukannya. Mengakhiri masa lajang di usia 27 tahun, mempelai pun terbilang tak biasa. Sepuluh tahun lebih muda. “Kamu yakin akan menikahi gadis itu?” tanya Erlangga, paman yang selama ini menjadi wali dirinya. Lebih dipercaya sebagai pemegang kuasa di perusahaan dibanding ayah kandung Jofan, pria di akhir 40 tahun itu masih bugar. Mendampingi sang pengusaha dalam menjalani bisnis warisan keluarga. Jenderal Utama milik ibunya, wanita yang meninggal saat dirinya masih berusia lima tahun. Sang ayah menikah lagi, berupaya keras mengambil alih perusahaan. Namun, Erlangga selaku paman Jofan tidak mau memberikan kuasa pada mantan suami sang kakak. Ia lebih memilih dimusuhi dibanding menjadi pengkhianat keluarga. Jofan beruntung, Erlangga mengelola perusahaan dengan benar. Menjaga apa yang merupakan haknya hingga usia memenuhi syarat sebagai pemegang kuasa tertinggi. Jadi, ketika akan menikah pun, bukan Dastarasta Utama menjadi penentu keputusan. Ketika Erlangga mengulang pertanyaan terkait calon istri yang dipilih, Jofan hanya mengangguk tegas tanpa ragu. Memang sedikit mengejutkan, perbedaan usia keduanya terlampau jauh. Namun, Bimby adalah senjata paling mutakhir dalam meredam rumor. “Anak itu hamil, Paman. Dia sangat tepat untuk berada di sampingku.” Begitulah Jofan memberikan alasan terbaiknya, Erlangga hanya mengangguk paham. Tersenyum senang sembari menepuk-nepuk pundak sang keponakan, langkah cerdas. Gerakan cepat untuk membalas siapa pun yang mengunggah foto masa lalu sang direktur. Jofan membuang pandang ke arah jendela, mengakhiri lamunan. Di sana hujan, kaca berembun. Perubahan cuaca yang tak terprediksi, padahal sejam lalu masih panas. Ia beranjak, mendekat ke arah jendela. Memerhatikan jalanan, rupanya deras. Berpikir sebentar, kemudian kembali menuju meja kerja. Bola mata beralih ke arah pergelangan tangan, masih setengah jam dari janji yang dibuat. Sekali lagi, menatap ke luar jendela. Rinai terlihat semakin cepat turun dari langit. Selanjutnya, ia berdiri, dan menuju pintu. Tergesa, tetapi menghentikan langkah ketika sekretaris bengong menghalangi jalan. Tumpukan berkas didekap cukup erat, ternyata akan menemui dirinya. “Bapak akan pergi?” tanya wanita dengan postur semampai, menunggu penjelasan Jofan yang terlihat mencari jawaban sebelum berujar. “Berkas-berkas ini perlu ditandatangani dan masih ada pertemuan satu jam lagi dengan klien dari Jepang.” Jofan menyintas pandang pada dokumen di tangan sang sekretaris, ia hanya mengatur napas. Lupa pada beberapa hal penting hari ini, sejenak ragu. Namun, teringat sesuatu. “Kirim semua berkas ini ke rumah, akan kuurus nanti. Untuk pertemuan dengan klien, silakan wakili aku.” Jofan berujar cepat sembari melanjutkan langkah, terburu-buru tanpa peduli pada wanita yang terlihat kebingungan. Tidak biasanya Jofan mewakilkan pertemuan penting, tentu hal yang tengah diurus saat ini lebih serius dari utusan perusahaan. Sang pimpinan begitu tergesa-gesa, hal mendesak tentu sedang menunggu. Akan tetapi, bagaimana dirinya bisa memberikan keputusan tanpa atasannya? Dia tak tahu jika saat ini Jofan berada dalam kendali seseorang, sosok baru yang akan merusak semua jadwal kalau keinginan tak terpenuhi. Daripada urusan kantor menjadi berantakan, lebih baik mengutamakan pertemuan dengan Bimby. Calon istrinya tersebut sedikit berbeda, tetapi kemampuan memorak-porandakan suasana hati seseorang sangatlah mahi Lebih baik mengatasinya, membuat anak nakal itu menjinak sebelum masalah baru ditimbulkan. Jofan bisa mewakilkan pertemuan penting dengan klien, tetapi acara fitting pakaian pengantin tidak bisa ditunda. Minggu depan mereka sudah akan menikah, persiapan yang melelahkan perlu dipersingkat untuk selesai. Jofan masih terburu-buru menuju tempat parkir, membuka pintu, masuk mobil, dan menyalakannya. Ia menginjak gas perlahan, mengarahkan kemudi pada jalanan yang masih tertutup air dari langit. Pada akhirnya dia benar-benar menjemput calon istri yang tak dikehendaki. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD