“Jangan senang, mereka memuji hanya karena kamu membelinya.” Jofan menegaskan perihal ucapan pelayan butik, bahasa khas yang kaku. Sama sekali bukan suatu hal menyenangkan untuk didengar, ia memeriksa beberapa detail jas yang dikenakan pada pantulan kaca. Pas, tak ada masalah.
Bimby merengut, senyum di wajah mendadak lenyap. Wedding dress yang dikenakan tampak begitu indah, dia terlihat lebih dewasa. Berbeda jauh ketika berseragam SMA, gaun seolah dirancang hanya untuknya, begitu kata mereka. Namun, Jofan mematahkan semua itu.
“Muka jelek ini akan selalu ada setiap kali Ahjussi buka mata, anggap saja muka tak cantik ini kutukan. Makanya jangan bersikap monster, biar dapat istri lebih bagusan.” Balasan pun tak kalah khas, bernada jengkel disertai lipatan wajah kesal. Sedikit pun tanpa pujian, masih menganggap dirinya hama. Padahal pria tampan nan seksi tersebut yang memiliki inisiatif menikah, bukan dirinya.
Jofan tak begitu peduli, tetapi sempat melirik. Bimby mengangkat gaun yang menjuntai ke lantai, kemudian menuju ruang ganti. Menunggu pintu ruang ganti tertutup untuk bisa tertawa pelan, hiburan menyenangkan.
Pria itu berhasil tertawa tanpa suara, mustahil jika menampakkan rasa senang di hadapan Bimby. Kekanakan sekali, gadis cilik nan menjengkelkan tersebut justru akan merasa jika dirinya memang menginginkan pernikahan. Jika bukan karena rumor, mana mungkin Jofan bersedia mengenal bocah ajaib tersebut.
Jas putih yang ia coba pun terlihat sudah pas, tak perlu khawatir. Urusan pakaian sudah beres, tinggal mengambil undangan pernikahan. Persiapan yang cukup rumit, melelahkan. Kalau saja bukan karena terpaksa, tentu enggan menikahi bocah tujuh belas tahun macam Bimby.
Dia sudah layak beristri, usia matang dengan tingkat kemapanan hidup yang sudah baik. Dikaruniai wajah bersinar membuat ia terus terlihat muda, tak akan ada yang percaya jika saat ini umur menduduki angka 27. Masih tergolong awet muda jika diperhatikan lebih jauh, tetapi Bimby menegaskan perihal usia yang tak lagi belia. Menyebut Ahjussi seolah dirinya adalah sosok tua.
Kenyataannya mereka memang tak layak untuk menikah jika teringat perbedaan usia. Namun, kembali lagi pada kenyataan yang menuntut mereka harus segera menikah. Kehamilan menjadi alasan paling mendesak.
Menikahi gadis berkarakter balita, suka seenaknya. Hal ini cukup merepotkan, Bimby selalu mengandalkan janin di dalam perut jika Jofan menolak permintaan. Akan ada banyak alasan dan hal-hal tak masuk akal keluar dari mulut calon istrinya, seperti ketika mereka berdebat di telepon beberapa waktu lalu, saat menjemput ke sekolah.
“Gimana kalau pas nyeberang, ada kontainer lewat. Terus aku ditabrak, mati.” Bimby berujar cepat tanpa jeda, hal tersebut memaksa Jofan menjauhkan ponsel dari telinga kanan. “Aku enggak mau mati sebelum nikah, takut jadi hantu perawan. Eh, mustahil. Masa iya, ada hantu perawan lagi blub-blub.”
Sungguh bukan sesuatu yang logis, tak masuk akal. Namun, selalu menyensor kata “hamil” di luar rumah, cukup profesional dalam menyembunyikan kebenaran. Jofan enggan meladeni. Daripada mengulur waktu, dia yang mengalah saja. Jika tidak, mungkin akan batal untuk datang ke tempat ini.
“Ahjussi,” panggilnya penuh rengekan, membuyarkan semua lamunan Jofan yang hanya melirik. “Lapar ....”
Jofan mengernyit, di mobil dia sudah menghabiskan dua bungkus roti dan satu kotak s**u cokelat. Ada apa dengan tubuh mungilnya? Pria itu hanya menginstruksi melalui bahasa tubuh, Bimby mengangguk sembari duduk.
Giliran pria itu menuju ruang ganti, melangkah dengan pikiran masih tertuju pada sosok gadis yang akan dipersunting. Apa karena kini ada dua jiwa di tubuh itu hingga Bimby cepat kelaparan? Entahlah, Jofan mempercepat gerakan tangan.
Memberinya makan atau akan ada keributan berantai, hanya ada dua pilihan ketika Bimby sudah menginginkan sesuatu. Itulah alasan Jofan berganti pakaian secara kilat, tak mau malu di khalayak umum jika membuat calon istrinya kelaparan terlalu lama. Siapa yang mampu menyelam ke dasar pikiran wanita hamil tersebut?
"Makan apa?" Jofan bertanya pada Bimby ketika mereka sudah berada di tempat parkir, yang ditanya hanya memutar bola mata. Tampak berpikir keras, cukup lama.
"Siomay.” Jawaban ini membuat pria itu mendorong dinding pipi kanan dengan lidah, lirikan kesal diberikan pada sang calon mempelai wanita.
Jofan menatap serius sembari memperhatikan dari ujung wajah hingga sepatu yang dikenakan, dia tampak normal dari luar. Namun, kenapa kacau pada bagian otak? Pria itu hanya mampu menarik napas, membuangnya secara kasar.
“Makan nasi biar tak selalu kelaparan!” Ia memberikan penolakan tegas, gadis itu akan selalu kelaparan jika tak mengonsumsi makanan utama. Terlihat jelas dari makanan sebelumnya, tetap kelaparan meski menghabiskan banyak roti dan s**u.
"Aku maunya siomay!" Bimby tak mau diatur, dia bahkan mengucapkan dengan mata melotot.
“Nasi!” balas Jofan mau terpengaruh, dia harus menghentikan kebiasaan buruk mengonsumsi makanan selain nasi. Demi kesehatan janin di perutnya, Bimby harus mengubah pola makan. Tidak lagi sembarangan.
“Siomay, Ahjussi. Kalau sampai ngi ....”
"Oke!”” putus Jofan cepat menghentikan ocehan Bimby, dia tak mau wanita muda tersebut melanjutkan apa yang sudah jelas akan terlontar.
Lagi-lagi memilih mengalah, karena semua orang memerhatikan mereka. Keras kepala yang diladeni hanya akan membuat malu total, percuma melawan keinginan dua jiwa labil. Akhirnya memilih masuk mobil lebih dulu, meninggalkan Bimby yang masih berdiri.
Jofan memukul kemudi, tapi suara bising klakson yang terdengar. Dia ikut kaget, Bimby merengut sembari membuka pintu mobil. Perempuan yang masih berseragam itu melempar pantatnya, duduk dengan wajah dilipat.
"Katanya akan menjamin semua kebutuhan hidup, cuma siomay sampai buat keributan. Ish, dasar tukang hoax!” Bimby mengecam dengan penuh cibiran, melengos cepat saat sang calon suami menghadiahkan tatap kesal.
Siapa yang seharusnya marah? Jofan menginjak gas, mencarikan makanan yang ia mau tentu akan cukup membungkam mulut cerewetnya. Dunia sang direktur mulai berisik, tak setenang biasanya.
Kali ini ia merasa salah memilih, membawa Bimby dalam lingkaran kehidupan hanya akan menimbulkan masalah baru. Akan tetapi, membatalkan niat mengawininya tentu bukan alternatif terbaik. Apa yang harus dia lakukan pada calon istrinya?
"Apaan, sih?" gerutu Bimby ketika turun dari mobil dan semua gadis yang antre untuk membeli siomay histeris, ada yang jingkrak-jingkrak dengan mata tertuju pada mobil Jofan.
Mereka saling berbisik keras, memaksa Bimby menarik napas untuk menenangkan diri. Wajah-wajah penuh kekaguman, mengarah lurus pada pria di balik kemudi. Sangat mengganggu, norak yang menjijikkan.
"Heh, pangeran tampan itu milikku!" serunya membuat Jofan menutupi wajah dengan tangan, untuk apa Bimby mengumumkannya dengan suara lantang? Dasar bocah!
Jofan semakin kaget melihat tatapan tajam Bimby mengarah padanya, kedua jari wanita itu membentuk ketapel. Mengarahkan pada mata seolah akan mencolok, lalu dikembalikan pada sang calon suami. Cukup dimengerti maksudnya, "Aku mengawasimu!"
***