PROLOG
anak haram
Anak haram
Sila anak haram
Sila nga punya ayah
Huuu.....huuu... Sila nga punya ayah!
Jangan temenan sama sila, dia nga punya ayah
Hahahaha sila nga punya ayah
Gadia itu di kelilingi orang-orang,sambil menutup telinga "aku punya ayah" ucap gadis terisak lalu pergi dari jangkauan orang-orang yang melilinginya.
Huuuu sila nga punya ayah
Gadis itu lari terus berlari menjauh dari orang-orang yang tidak suka kepadanya.
Mengapa orang-orang tidak menyukaiku.
Mengapa orang-orang membenciku.
Dan mengapa aku lahir tidak seperti mereka, yang mempunyai keluarga yang utuh.
Apakah salah jika aku lahir tanpa adanya ayah.
Aku Sila Arunika yang haus kasih sayang seorang ayah.
Aku tidak tahu rasanya di peluk seorang ayah.
Aku tidak tahu bagaimana rasanya di banggakan oleh sosok seorang ayah.
Aku inggin seperti mereka.
***
aku lari sekencang mungkin, aku inggin menyalahkan takdir tapi ibu selalu bilang takdir tak pernah salah, yang salah adalah keadaan, keadaan yang seharus kita seperti i ini.
aku sekuat tenaga lari dan bertahan tapi hasilnya nihil aku selalu lemah oleh keadaan.
bendera kuning ucapku dalam hati.
"ibu... ada apa ini"ucapku dengan orang-orang berlalu-lalang di hadapan ruamaku.
di rumahku banyak orang dan bendera kuning. bukankah bendera kuning sebagai tanda kematian.
"nak sila yang sabar dan ikhlas yah, tuhan lebih sayang sama ibu sila" ucap salah satu warga yang tadi bungkam.
aku tak mengerti apa yang mereka bilang "ma..maksud ibu?" mengapa perasaan ini tak enak, dan kenapa air mata ini muncul lagi.
"ibu..ibu saya kenapa dan kenapa ada bendera kuning disini?" tanyaku penasaran.
mereka diam dan melihat raut wajahnya menunjukan aku harus menerima kenyataan.
aku masuk ke rumahku, yang sudah aku tinggal dengan ibuku 13 tahun.
aku mendengar orang-orang yang sedang mengaji.
aku melihat seseorang yang terbaring tak berdaya dan di tutupi oleh kain.
tidak mungkin ibu ku meninggalkan ku secepat itu. ia masih mudah
"ibu..." jeritku dan aku menangis sekencang mungkin supaya ibu ku menderaku yang sedang menangis kesakitan ini.
"ibu kenapa ninggalin sila, sila baru mau ajak ibu berobat, tapi nunggu sila cari uang dulu tapi tenang Bu sekarang sila udah dapet uangnya ibu, tadi sila minjem sama ibu Fatimah, ayo Bu bangun kita berobat" ucap sila mengguncangkan Arumi.
"nak sila yang ikhlas yah ibu udah tenang" ucap salah satu orang yang memang ada di samping sila, ia mengusap kepala sila.
sila menangis kencang Bahakan sesegukan.
ia masih kecil di umurnya tiga belas tahun ia harus rela kehilangan ibu yang selalu ada untuknya.
ia hanya punya ibunya saja dia tak punya siapa-siapa lagi.
Tangerang, sel 08 February 2022
@rsrpdh