Hari Kamis. Saatnya gue balik pada suami kedua gue. Haish.. Jadi teringat ketika tadi Nath dengan berat hati melepas gue. Dengan manja dia mendusel di ceruk leher gue.
"Apa lo harus pergi, Ol? Gue kesepian tanpa lo disini," keluh Nath.
"Cieh... Kesepian. Makanya cari pacar lagi dong sebagai pengganti Nico," goda gue padanya.
Nath menatap gue heran, "emang kalau gue cari pacar, lo enggak keberatan? Secara gue itu suami lo sekarang."
Gue terkekeh geli. "Suami diatas kertas. Serah lo, Sayang. Kalau lo interest ke cowok ganteng, pacarin aja. I am okey," ucap gue sambil mengecup pipi Nath.
Sekarang kalau gue pikir-pikir lagi, ada perasaan tak rela jika Nath punya pacar homo lagi. Bagaimana seandainya pacar barunya gak akur sama gue? Gue terbiasa mesra pada Nath. Apa gue terlalu serakah? Padahal gue juga punya Nando. Suami kedua gue yang rumahnya sedang gue masuki sekarang.
Rasanya aneh, gue kini adalah nyonya rumah di tempat yang semewah ini. Mungkin orang luar akan memandang, tak ada yang kurang dalam hidup gue. Punya suami tajir, ganteng, dan baik. Iya, gue akui enggak kurang. Malah berlebih lagi! Masalahnya gue terpaksa menerima keadaan memiliki dua suami gegara sikon aneh yang menjerat hidup gue. Kenyataan ini yang membuat gue gak tenang, hingga gue gak bisa menikmati hidup. Gue menghela napas panjang.
"Apa ada yang membebani pikiranmu, Sayang?"
Gue terlonjak mendengar suara itu. Gue berbalik dan melihat Nando, suami gue yang gantengnya seperti Prince Charming.
"Welcome back, My wife." Ia mendekati gue, lalu mengecup bibir gue mesra. Jantung gue berdetak kencang dibuatnya.
"Lo, lo enggak kerja?" tanya gue bingung. Ini hari kerja, sekarang jam kerja. Seharusnya dia berada di kantornya kan?
"Aku cuti untuk pertama kalinya, demi istriku. Kita belum honeymoon kan?"
Nando tersenyum manis, dia menggandeng gue ke sofa dan mengajak gue duduk di atasnya. Ralat. Dia duduk di sofa dan gue duduk di pangkuannya! Wajah gue merona karenanya.
"Kalau tersipu manis seperti ini, kau terlihat semakin manis, Sayang. Membuatku bertambah gemas," bisiknya sensual sambil mengecup leher gue. Gue menggelinjang geli.
"Gombal ah! Gue ini ordinary woman, Nando. Tak ada yang istimewa dalam diri gue," kilah gue sembari berusaha menjauh darinya.
OMG. Godaan ini terlalu berat bagi gue! Padahal biasanya gue kebal akan pesona cowok ganteng. Nando terus menggoda, dia memeluk gue dari belakang dengan erat. Kini kepalanya bersandar ke bahu gue.
"Bagiku, kau adalah wanitaku yang paling istimewa. Jangan ragukan itu, Sayang."
Gue bisa merasakan ketulusan dalam ucapannya. Hanya ada satu hal yang enggak gue mengerti.
"Nando, sebelum ini gue tak pernah mengenal lo. Pastinya lo juga begitu kan?! Tapi mengapa sikap lo menunjukkan seakan lo udah menyukai gue sejak lama? Apa lo terbiasa merayu cewek seperti ini?"
Wrong question. Gue langsung menyadari itu begitu memandang wajah dingin Nando, sorot matanya nampak menahan marah dan kecewa.
"Kau bisa menanyakan pada semua orang yang mengenalku, apakah aku tipe pria seperti itu," ucap Nando dingin.
Gue jadi merasa bersalah. Dasar mulut cablak! Sontak gue memeluk Nando dan bersandar di dadanya yang bidang.
"Maaf Nando. Bukan gue gak percaya lo. Tapi, tak pernah ada pria yang begitu mengenal gue langsung bersikap kayak lo. Apalagi lo ini udah cakep, tajir pula! Lo bisa dapetin cewek yang lebih dari gue. Kenapa lo segitunya sama gue sih?" tanya gue bingung.
Nando mengelus rambut gue lembut. "Karena aku maunya sama kamu saja. Tak bolehkah? Sebenarnya, aku sudah pernah melihatmu sebelum ini, Sayang."
Hah?! Gue mendongak untuk menatapnya intens.
"Kapan? Bagaimana bisa gue gak ingat kalau pernah bertemu lo," tukas gue sambil berusaha mengingat-ingat.
"Sudah lama sekali. Mungkin kau telah melupakannya. Atau bagimu peristiwa itu tak berkesan," sahut Nando dengan nada kecewa.
"Maaf Nando. Ingatan gue emang lemah..."
Nando tersenyum lembut. "Tak apa. Yang penting kamu tak meragukan kesungguhan cintaku padamu, Olga."
"CINTAAA?!!!! Kamu bilang cinta? Jangan bilang kau sudah cinta padaku sejak lama?!"
"Kamu cinta pertamaku dan satu-satunya. Apa kamu pikir aku menikahimu kalau tak mencintaimu, Sayang?"
Tolong bangunin gue! Kayaknya gue tengah bermimpi indah. Semua ini terlalu sempurna!
"Please cubit gue, Nando. Gue lagi bermimpi kan?" gumam gue, kayak orang begok.
Boro-boro mencubit, Nando justru mencium mesra bibir gue. Dan gue kembali melayang-layang dibuatnya. Ciumannya menbuat gue terbuai, apalagi saat dia melumat bibir gue lembut. Semakin lama ciumannya semakin panas hingga membuat gue mendesah tanpa sadar. Tiba-tiba dia menghentikan ciumannya.
"Kenapa berhenti?" protes gue, lalu bergerak mendekat ingin mencium bibir manisnya lagi.
Nando terkekeh riang. "Nanti kita lanjut yang lebih panas. Sekarang kita harus pergi. Helikopter kita sudah menunggu."
"Pergi kemana?" tanya gue bingung. Kemudian tatapan gue jatuh pada dua koper sedang yang tergeletak di dekat buffet TV. Ternyata ia sudah menyiapkan semuanya.
"Sebenarnya aku ingin ke Paris. Tapi berhubung waktunya belum memungkinkan, kau tak keberatan kan bila kita honeymoon di Bali?"
"Jadi lo sengaja menyewa helikopter hanya untuk membawa kita ke Bali?" tanya gue takjub.
"Bukan menyewa, helikopter itu milikku pribadi," Nando meralatnya.
Gue terperangah. Gue gak mengira suami kedua gue begitu kayanya! Mendadak gue teringat pada Nathan yang kere, yang perlu gue topang hidupnya. Gue tersenyum miris. Mengapa mereka begitu berbeda?! Satunya tajir luar biasa, lainnya kere abis! Tapi ciuman keduanya menyebabkan gue meleleh dan kecanduan!
Arghhhhh! Pasti gue udah sinting. Mungkin ini akibat kebanyakan mengarang cerita laknat triple XXX itu! Otak gue korslet! Sampai kapan gue bisa mempertahankan virgin gue kalau begini?!
Entahlah...
Bersambung..