Titah Radhit

1129 Words
Kali ini sudah kos yang ke lima yang Igor dan Gema kunjungi. Sebelumnya ada saja yang Gema keluhkan. Yang Acnya tidak terlalu dinginlah, yang kamar mandi yang berada di luar, yang kawasan padat penduduk, yang panas, yang kulkas rusak, yang bau, hingga akhirnya mereka menemukan kawasan Kos khusus perempuan muslimah. Tampaknya wajah Gema sedikit lega. Karena fasilitasnya cukup mewah dan rapi. Bersih lagi. “Di sini aja, Om. Gema mau,” ujar Gema setelah melihat-lihat fasilitas kamar dan lingkungan sekitar kos. Igor lalu menemaninya memasuki kamar yang akan disewa. Mereka ditemani salah seorang staff penjaga kos. “Silakan masuk,” ucap penjaga kos setelah membuka pintu kamar kos. Lalu diserahkannya kunci ke tangan Igor yang berdiri mengamati Gema yang sedang mulai berkemas. Lama juga Igor tercenung melihat Gema yang sudah mulai asyik berkemas. Wajah Gema memang berubah agak sumringah, seperti lepas dari tekanan. Yang membuatnya sangat terenyuh adalah pipi gadis cantik itu, juga mata Gema yang merah. Entah kenapa naluri ingin melindungi Gema menggebu-gebu. “Gem,” panggil Igor lirih. Gema sejenak menghentikan kegiatannya, mendongakkan kepalanya, menatap Igor. “Masukkan lagi baju-baju kamu. Balik, ikut Om aja ke apartemen. Kamu nggak aman di sini,” Lagi-lagi, Gema menurut. *** “Kenapa dia bisa masuk ke apartemen ini, Igor?” “Dia itu kesayangan Papa. Sering main ke sini kalo Papa janji sama papanya ngobrolin masalah pekerjaan.” Fani mencibir. “Terus sampe kapan?” “Sampe Papa pulang dari Manokwari. Gue serahkan Gema ke papa. Lu tenang aja. Dia bakal aman kalo sama Papa,” “Berapa lama?” “Ck, Fani, satu bulan,” Mata Fani terbelalak. Satu bulan? Bisa mati cemburu gue, ada gadis cantiknya luar biasa. Satu apartemen dengan dirinya dan kekasihnya. *** Sore setelah pernikahan Hanif dan Sarah Pencarian Gema terus berlanjut. Gamal sudah melapor ke kepolisian setempat. Ada beberapa personil polisi mendatangi rumahnya, serta memeriksa keadaan rumah. Dan beberapa pertanyaan sekitar kehilangan Gema pun dilontarkan polisi kepada Pak Gamal. Begitu detail. Hingga Gamal benar-benar tidak sanggup menjawab. Apalagi Bu Nayura, dia benar-benar terpukul. Masih ingat di benaknya wajah sedih Gema saat dia tampar pipi gadis itu sekuat tenaganya. Gema memang tidak menangis saat itu, tapi tatapan Gema begitu sedih dan merana. Kedua orang tua Sarah datang mengunjungi kediaman Gamal Hassan. Rema, kakak Gamal, terus menerus mendekap Nayura. Berusaha memberi rasa nyaman. Bagaimanapun, Gema adalah keponakannya, dia juga ikut merasa terpukul. Sebenarnya Sarah juga ingin ikut ke rumah Gema. Tapi mamanya melarangnya, karena dia harus menghabiskan waktu bersama Hanif. “Apa anak-anak ini bersekongkol,” gerutu Nayura yang kesal karena bukan Gema yang menikah, tapi Sarah. Rema yang memahami perasaan Nayura sama sekali tidak tersinggung. Diusapnya bahu Nayura. “Sudah, Nayura. Sarah dan Hanif sudah menikah. Mereka bahagia dan sudah mengetahui bahwa Gema memang tidak menginginkan adanya pernikahan,” ujar Rema lembut. “Terus apa ini salah aku?” “Kita tidak menyalahkan siapa-siapa,” “Ini salahmu, Pa. Mau saja menjodohkan Gema. Turut kata Kiyailah, inilah itulah,” Nayura terus menerus menyalahkan. Gamal diam saja. Dia tidak ingin berdebat dengan istrinya. Padahal menurutnya malah bu Nayura yang terkesan memaksa Gema segera menikah. Dirinya malah tidak diberi kesempatan memberi pendapat mengenai persiapan pernikahan. “Seharusnya aku menolak perkenalan itu,” gerutu Nayura lagi. “Sudah. Nggak perlu disesali. Yang penting, kita cari Gema, sampai ketemu,” Hingga malam menjelang, keberadaan Gema masih menjadi misteri. Sulit bagi polisi melacak, karena Gema benar-benar memutus kontak. Ponselnya saja sengaja dia tinggalkan di kamarnya, juga kartu-kartu ATM tidak dia bawa. Sepertinya Gema sudah merencanakan matang-matang untuk kabur dan tidak ingin ada yang mengetahui keberadaannya sama sekali. *** Minggu malam pukul 8.00 Di Manokwari. Radhit mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Igor yang tertera di ponselnya. Pa. Ada Gema di apartemen. Dia kabur dari pernikahan. “Santo, kita ke Jakarta malam ini juga.” *** Gema menutup pintu kamar yang disediakan Igor di apartemen Igor dengan amat sangat perlahan. Dia tidak tahan mendengar pertengkaran hebat antara Igor dan Fani di ruang tengah. “Lu! Lu b******k! Lu Bodoh! Kenapa lu kasih tau papa Gema ada di sini, FANI!!” “Gue nggak mau lama-lama dia di sini! Sebulan? OMG! Lu yang bodoh! Keburu polisi yang nangkap lu, Men!” “Tapi tidak malam ini. Lu nggak liat muka Gema bengep ha?” “Kenapa lu kasihan sama dia? Kenapa?” Fani mendorong tubuh Igor kuat-kuat. “Ampun! Ada hati nggak lu?” “Lu yang nggak punya hati!! gue mau menikah tapi lu nggak pernah mau!!” “Apa hubungannya, Fani! Astagaa!” Igor menutup mukanya. Dia benar-benar kesal. Menurutnya Fani sangat keterlaluan, memberitahu keberadaan Gema melalui ponselnya. Ada dua kesalahan Fani yang tidak bisa diterima Igor, pertama dia dengan lancang menggunakan ponselnya. Kedua tentu saja ini berdampak buruk bagi keselamatan Gema. Igor juga tidak mau itu terjadi. Tak lama mereka bertengkar terdengar bunyi pintu apartemen diketuk sangat keras. Igor dan Fani terperangah. “Ingat Fani! Lu bakal menyesal seumur hidup!” ancam Igor sambil menatap tajam wajah Fani. Dia benar-benar menyesali apa yang dilakukan Fani malam itu. Igor dengan langkah cepat memburu pintu depan. Dibukanya.... “Mana Gema!!” seru Gamal yang berada di belakang Pak Radhit. Pak Radhit mencegahnya sambil menyorongkan tongkatnya ke arah Gamal. Ada banyak orang yang mendatangi apartemen Igor. Gamal dan istrinya, serta Pak Deni, supir pribadi. Ada Rema dan suaminya, juga dengan supir pribadi. Pak Radhit ditemani tiga asistennya. Ada juga dua satpam apartemen serta tiga personel dari kepolisian. Igor lalu membiarkan mereka semua masuk ke apartemennya. Sementara Fani yang berada di belakangnya tampak ketakutan, lalu menyingkir ke sudut ruang lain. Setelah semua masuk, Pak Radhit pun maju ke arah Igor. “Mana Gema?” tanyanya. Igor lalu membuka pintu kamar yang ada di sampingnya. Ada Gema yang sedang meringkuk. Igor memberi kode kepadanya untuk ke luar. Entah kenapa perasaannya sangat kasihan dengan gadis itu. Berkali-kali dia mengutuk apa yang telah diperbuat Fani. Melihat Gema ke luar dari kamar, Gamal langsung memburunya. “Kamu apakan anakku?” tanyanya memekik ketika dilihatnya tulang tinggi pipi Gema membiru serta bola matanya yang memerah. Gema langsung menepis tangan papanya, lalu memburu kaki Igor, memeluknya. “Saya tidak melakukan apa-apa terhadap Gema! Kamu tanya istrimu!” sergah Igor dengan wajah masam. Gamal menatapnya sekilas, lalu menoleh ke arah Nayura yang tampak ketakutan. Dia dipeluk Rema kuat-kuat. “Apa yang kamu lakukan, Nayura! Apa salah anak itu!” pekik Gamal. Dia mengepalkan dua tangannya menahan amarahnya yang memuncak. Nayura hanya menunduk ketakutan. Pak Radhit masih berhadapan dengan Igor. Dia menatap tajam Igor, lalu tatapannya mengarah ke Gema yang tertunduk penuh rasa takut sambil memeluk kaki kiri Igor. Pak Radhitya saat itu seperti mengingat-ingat sesuatu saat melihat Gema bersimpuh ketakutan memeluk kaki anak lelakinya itu. “Mereka harus dinikahkan segera!” ujar Pak Radhit sambil menatap Igor dan Gema. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD