Seoul, 2020
Hentakan musik yang begitu memekakkan telinga menggema ke seluruh penjuru kelab malam yang cukup terkenal di kawasan Gangnam bernama Hades. Buka sejak pukul tujuh, kini tempat itu sudah mulai dipenuhi oleh manusia-manusia berpakaian modis yang meliuk-meliukkan tubuh di atas lantai dansa. Ups, sebenarnya tidak semua dari mereka benar-benar manusia. Beberapa di antaranya adalah makhluk lain yang menyerupai manusia, namun kelihatan lebih menawan dari manusia kebanyakan. Dua di antaranya adalah bangsa vampir yang saat ini sedang menikmati seloki cairan berwarna merah keemasan di meja bar. Si vampir laki-laki memiliki garis wajah bak seorang pangeran dari negeri dongeng, sementara vampir perempuan di sebelahnya tampak cantik sekaligus eksentrik dengan surai ungunya.
"Bloody Mary tidak pernah membuatku bosan. Rasanya semakin nikmat setiap harinya," ungkap Jay si vampir laki-laki dengan nada puas sambil menatap sang peracik minuman, Yian, seorang penyihir yang sudah hidup selama ratusan tahun. Yian menyeringai menanggapi.
Bloody Mary adalah minuman yang merupakan campuran antara darah rusa dan minuman beralkohol berkadar tinggi yang diracik menjadi satu menggunakan bantuan sihir. Minuman ini adalah favoritnya bangsa vampir dan Yian membuatnya memang khusus untuk mereka. Para manusia tidak tahu mengenai adanya minuman ini di Hades, kalaupun mereka sempat mencuri dengar para vampir memesan minuman ini dan tertarik mencobanya, manusia itu akan dihipnotis agar lupa dan memesan minuman lainnya.
"Sama seperti saat kau meniduri para manusia fana, bukan? Kau tidak pernah bosan setiap malam bermain dengan mereka." Yian menggoda. Jay hanya terkekeh dan kembali menenggak minumannya.
"Setidaknya aku tidak sepengecut Nara yang sama sekali tidak berani tidur dengan fana yang dia kencani," Jay mulai melirik Nara yang sejak tadi hanya diam di sampingnya, ingin melihat bagaimana reaksi sang sahabat terhadap ejekannya. Umpannya berhasil membuat Nara menoleh dan memberikan tatapan tajam padanya.
"Kenapa menatapku begitu? Aku benar, kan? Kau hanya berani make out dengan mereka, tapi tidak ada satupun yang kau terima ajakannya untuk having s*x. Masih teringat dengan Ato, huh?"
Nara tersenyum sinis menanggapi. Dia berusaha bersikap ramah dengan merangkul bahu sahabat tersayangnya dan berujar, "Jay Sayang, kau tahu kan bagaimana aku? Aku punya selera tinggi kalau soal urusan ranjang. Aku tidak semurah dirimu yang mudah tidur dengan siapa saja. Lagi pula, selama ini aku hanya main-main, jadi untuk apa merugikan diriku sendiri dengan tidur bersama mereka?" Nada bicara dan ekspresi Nara yang lembut seketika berubah tajam saat melanjutkan, "Dan satu lagi, jangan bawa-bawa nama si busuk itu di depanku! Aku tidak akan segan merobek mulutmu kalau kau begitu lagi."
Nara menarik diri dari Jay yang justru semakin gencar menertawakannya. Seolah ancaman Nara tidak terdengar menakutkan sama sekali baginya. Yian yang hanya jadi penonton pun ikut menggeleng tak percaya menyaksikan tingkah laku kedua sahabat itu.
"Sudahlah, Nara! Akui saja kalau kau masih belum move on dari Ato bahkan setelah sepuluh tahun lamanya," suara menyebalkan Jay kembali menyapa gendang telinga Nara yang sedang menyeruput minumannya. "Selama ini kau bermain-main dengan lelaki fana hanya untuk kamuflase saja, kan? Berpura-pura menikmatinya, padahal sebenarnya kau jijik pada mereka. Kau menjadikan mereka pelampiasan atas rasa sakit hatimu terhadap Ato—"
Kalimat Jay tidak pernah utuh karena Nara sudah lebih dulu membungkam bibir pemuda itu dengan miliknya. Nara memang terkenal dengan kepiawaiannya dalam berciuman, itu sebabnya Jay pun sampai tidak berkutik. Pemuda itu terdiam dan lama-kelamaan memejamkan matanya, menikmati, kemudian membalas perlakuan Nara dengan tempo yang sama.
Dan kalau sudah begini, artinya Yian harus pergi untuk melayani pelanggan lain.
Saat Jay hampir sepenuhnya terlena, Nara justru menarik diri. Membuat Jay tersentak dan merasa kebingungan.
Nara tersenyum miring sambil mengusap bibir pemuda yang baru saja dicecapnya. "Nah, akhirnya bibir ini diam juga."
"Ya. Tapi aku juga tidak suka dengan caramu yang selalu menghentikan perkataanku dengan ciumanmu itu, Nara." Jay mendengus dan mengalihkan atensinya ke arah lain. Dia semakin kesal karena Nara menertawakannya.
"Makanya Jay, jangan terlalu cerewet soal aku atau masa laluku. Kalau begini kan kau sendiri yang susah. Ciumanku yang memabukkan adalah nikmat sekaligus musibah kan bagimu. Aku sangat tahu soal itu, jadi jangan macam-macam padaku."
Jay hanya mencibir. Perkataan Nara memang akurat, Jay paling lemah jika sudah dicium oleh sahabatnya itu. Sekali bibir mereka bersentuhan, Jay harus kepayahan menahan hasratnya untuk menarik Nara ke ranjang. Ya, ini merupakan salah satu kelebihan Nara sebagai vampir untuk memperdaya kaum adam. Sialnya, kemampuan Nara cukup berpengaruh pada Jay yang notabenenya vampir juga.
"Sudah ah! Aku mau pergi mencari pelampiasan," ujar Jay sambil beranjak pergi dari meja bar. "Padahal tadinya aku tidak sedang berminat untuk tidur dengan siapapun malam ini, tapi gara-gara kau aku jadi harus memikat fana."
"Tenang saja, Jay, aura prince charming- mu kan sangat kuat. Kau pasti bisa mendapatkan mangsa dengan mudah." Nara setengah mengejek. Jay tidak menimpali dan hanya menggerutu sambil menghilang di kerumunan. Sikapnya ini lagi-lagi membuat Nara meloloskan tawa ke udara.
"Kau tidak mencari partner bermesraan juga?" Yian yang sudah selesai dengan pelanggan lain kembali menghampiri Nara. Pertanyaannya menuai gelengan pelan yang disertai wajah bosan.
"Aku sedang tidak berminat. Para pria yang datang malam ini tidak ada yang menarik."
Yian tertawa. "Cobalah berkeliling. Barangkali kau menemukan target yang sesuai seleramu."
Nara mencebik. "Aku tidak perlu berkeliling karena mereka sendiri yang akan datang padaku. Kalau tidak sesuai selera tinggal usir saja."
Yian kembali membuka mulutnya guna membujuk, entah kenapa penyihir tampan bertinggi badan hampir dua meter itu seakan ingin sekali Nara beranjak dari tempat duduknya. "Pergilah ke rooftop, kujamin kau tidak akan menyesal." Yian mengedipkan sebelah matanya. Senyum mencurigakan terbit di wajah penyihir yang kini sedang meracik minuman itu.
Nara mengernyit keheranan dan menatap Yian penuh selidik. "Memangnya ada apa di rooftop?"
Yian mengangkat bahu. Senyumnya semakin lebar. "Kau lupa sekarang tanggal berapa? Lakukan saja hobimu di sana."
Akhirnya setelah mengingat-ingat dan mencerna maksud perkataan Yian, Nara pun mengerti. Vampir cantik itu berdiri demi berjinjit dan menepuk bahu Yian bangga. "Terima kasih sudah mengingatkanku. Aku ke atas dulu kalau begitu."
Dengan riang Nara pun membawa sisa Bloody Mary bersamanya. Melewati lantai dansa, dia mengabaikan para lelaki yang menggoda dan mengajaknya bersenang-senang. Biasanya Nara akan mengiyakan ajakan itu, tapi malam ini dia benar-benar tidak tertarik.
Rooftop satu-satunya ruang terbuka di Hades. Tempat ini dirancang bagi siapapun yang ingin ketenangan di Hades dengan kata lain menghindari suasana riuh di dalam kelab malam itu. Didekorasi seperti taman yang pastinya nyaman untuk tempat mengobrol atau menikmati keindahan malam dari atas, bagi Nara rooftop Hades merupakan salah satu tempat favoritnya untuk memandangi bulan. Dan malam ini tepat malam bulan purnama.
Saat Nara keluar dari lift, dia melihat seorang pria berperawakan tinggi dengan bahu lebar sedang berdiri di dekat pinggiran rooftop, menghadap bulan. Posisi pria itu membelakanginya, tapi entah kenapa Nara merasa kalau pria itu sangat rupawan. Maka dari itu, Nara pun bersiap untuk mendekati dan menggodanya agar mau jadi teman kencannya malam ini. Namun ....
Deg!
... tiba-tiba pria itu berbalik. Wajah rupawan pria itu berhasil membuat persendian Nara seolah lumpuh. Langkah gadis itu terhenti begitu saja. Dia terpesona. Pria di hadapannya memiliki kulit seputih salju dengan bibir merah alami yang begitu menggoda. Membuat Nara gemas sekali ingin merasakan bibir itu menari di atas bibirnya.
Shit! Kenapa justru aku yang tergoda dengan pesona luar biasa pria fana ini?
"Maaf kalau aku mengambil tempatmu, Nona. Permisi!"
Pria tampan itu pamit undur diri, tapi Nara segera berujar, "Eh, tidak apa-apa, Tuan. Kau bisa tetap di sini. Tempat ini tempat umum kok. Aku memang sering ke sini untuk memandangi bulan, tapi aku tidak mengklaim tempat ini sebagai milikku."
Pria itu masih saja terdiam di tempatnya. Bahkan dia tidak bereaksi saat Nara semakin mendekat padanya. Biasanya para pria fana begitu karena terpikat oleh pesona memabukkan yang dimiliki oleh Nara, tapi pria di hadapannya justru menunjukkan reaksi berbeda. Wajahnya tampak datar. Seulas senyum sopan ditampilkan olehnya beberapa detik kemudian sembari berujar, "Tidak apa-apa, Nona. Lagi pula, aku memang sudah akan pulang."
Saat pria itu hendak melanjutkan langkahnya yang tertunda, Nara kembali melancarkan pertanyaan, "Aku tebak, kau pasti tidak biasa pergi ke kelab, ya? Itu sebabnya kau ke rooftop karena tidak suka suasana di bawah." Nara memperhatikan penampilan pria tampan itu dari atas ke bawah. Gaya pakaiannya terkesan formal, tidak seperti orang-orang yang sering pergi ke kelab pada umumnya yang biasa tampil modis. Walau begitu, pria fana di hadapannya tampak seksi dan berkelas di matanya.
Lagi, pria itu menampilkan senyum tipis. "Kelihatan sekali dari gaya berpakaianku, ya?"
Nara terkekeh ringan menanggapi. "Itu salah satunya. Selain itu, tutur bahasamu terdengar sopan, hal yang jarang ditemui dari pria-pria yang hobi ke kelab." Perkataan Nara membuat pria itu mengangguk-angguk.
Nara kembali bertanya, "Lalu apa yang membawamu ke tempat laknat ini?"
"Aku diajak temanku. Itu sebabnya aku harus segera turun karena dia sudah menungguku."
Nara mengangguk tanda mengerti. "Ya sudah kalau begitu pergilah."
Pria itu mengangguk, berpamitan. Dia benar-benar melangkahkan kaki menjauhi Nara. Nara memperhatikan punggungnya yang menjauh dalam diam, tidak berniat mendistraksi lagi. Namun, saat pria itu baru saja memasuki lift, Nara berteriak, "Hei, Tuan!"
Pria itu terpaksa menekan tombol agar pintu tetap terbuka. Dia menatap Nara meminta penjelasan.
Dengan penuh percaya diri Nara berujar, "Kalau kita bertemu lagi setelah ini, berarti kita jodoh ya!" Nara mengerling di akhir kalimatnya.
Pria itu tidak menanggapi dan lagi-lagu hanya tersenyum tipis. Membiarkan pintu lift tertutup di depannya.
*****
Nara menghabiskan semangkuk darah sapi segar di atas meja sebagai sarapan sebelum berangkat kuliah. Dia sudah tampil cantik dengan blus off-shoulder putih yang dipadukan dengan rok kulit coklat dan sepatu boots. Tas ransel sudah siap di kursi samping dia duduk.
Sebenarnya vampir tidak butuh kuliah mengingat mereka sudah hidup begitu lama dan tidak terlalu memerlukan pendidikan. Namun, karena Nara suka berbaur dengan manusia dan suka belajar banyak hal baru, dia memutuskan untuk berkuliah di tempat ayahnya mengajar sebagai dosen. Lagi pula, terus-terusan berada di rumah pada siang hari membuatnya bosan. Kini, Nara sudah menginjak tahun kedua kuliah.
"Pagi, Sayang!" Jooho menyapa Nara yang sudah selesai dengan ritual sarapannya. Vampir tampan yang tampak seperti seorang pria berusia tiga puluhan tahun itu mencium pipi Nara sebelum duduk di kursi samping sang putri semata wayang duduk.
"Pagi, Ayah!" balas Nara riang. Dia memperhatikan penampilan sang ayah yang luar biasa tampan. "Wah, Ayah benar-benar tampan! Pantas saja teman-temanku mengidolakanmu."
Jooho terkekeh. "Kau sudah mengenal ayahmu ini selama hampir seratus tahun, tapi kau baru sadar, hm? Ayah memang sangat tampan. Ibumu saja sampai tergila-gila."
"Enak saja! Justru ayahmu yang tergila-gila pada Ibu." Jihyun menimpali sambil membawakan semangkuk darah sapi segar lain untuk Jooho. Jooho dan Nara terkekeh pelan.
Jihyun dulunya adalah seorang manusia. Dia salah satu putri bangsawan sekaligus calon putri mahkota pada masa-masa akhir Dinanti Joseon. Dia bertemu dengan Jooho yang ternyata vampir dan jatuh cinta padanya. Karena berasal dari bangsa yang berbeda, mereka pun kawin lari. Pada masa kehamilannya, Jihyun masih berwujud manusia, itu sebabnya Nara memiliki darah campuran dalam dirinya. Jihyun berubah menjadi vampir setelah melahirkan Nara ke dunia.
"Terima kasih, Sayang!" ujar Jooho sambil menatap istrinya dengan penuh cinta. Jihyun mengangguk sebagai balasannya. Ciuman mesra diberikan Jooho di bibir sang istri. Melihat kedua orang tuanya tampak mesra membuat Nara membuang muka sambil menggeleng tidak percaya.
Usai melayani suaminya, Jihyun pun duduk di tempatnya, menikmati sarapan juga.
Karena sudah selesai lebih dulu, Nara pun bangkit dari kursinya dan bersiap berangkat ke kampus. "Aku berangkat duluan ya, Yah! Sebentar lagi Jay datang menjemputku."
"Oh, begitu? Ya sudah sana duluan!"
Nara mengangguk. Dia menundukkan wajahnya demi mencium pipi ayah dan ibunya secara bergantian.
"Dah, Ayah, Ibu!" pamitnya sembari melangkah keluar dari ruang makan.
"Dah! Hati-hati, Sayang!" Jihyun membalas kemudian kembali fokus dengan sarapannya.
Rupanya saat Nara sampai di depan teras rumah mewahnya, Jay baru saja sampai. Gadis vampir itu langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
"Ayo berangkat!" ujar Nara riang, tapi Jay justru terheran-heran melihat penampilannya pagi itu.
"Kau mengganti warna rambutmu lagi?"
Nara menyengir sambil memegang surainya yang kini sudah kembali berwarna alami, yaitu hitam. "Aku sudah bosan dengan warna ungu. Aku ingin ganti warna lain, tapi aku bingung mau ganti dengan warna apa. Ya sudah aku biarkan jadi warna hitam dulu saja."
Jay berdecak sambil menggeleng tak percaya. Namun dia tidak banyak berkomentar dan segera menyalakan mesin. Mobil Maserati-nya membelah jalan di depan menuju kampus.
*****
"Pagi, Baby!" Panggilan mesra itu yang pertama menyapa gendang telinga Nara seturunnya dari mobil Jay. Sebuah rangkulan mesra pun menyentuh bahunya beberapa detik kemudian yang disusul dengan ciuman di pipi. Nara hanya tersenyum tipis menanggapi segala perlakuan manis itu.
"Pagi, Taehyun!" Sapa Nara setengah terpaksa dari sosok fana tampan bernama Taehyun itu. Taehyun adalah kekasih Nara—setidaknya sampai detik ini. Sebenarnya Nara berniat mencampakkan lelaki idaman kampus itu dalam waktu dekat ini, tapi dia masih menunggu momen yang tepat. Lagi pula, dia juga belum dapat mangsa baru untuk jadi kekasih selanjutnya.
Selagi Nara sudah ditarik oleh Taehyun, Jay pun menjadi sasaran beberapa mahasiswi. Persis seperti seorang anggota grup idola yang dikerumuni fans-nya untuk jumpa penggemar. Seperti biasa, Jay langsung meladeni mereka yang memberikannya berbagai macam hadiah.
"Oh ya, semalam kuhubungi kenapa ponselmu tidak aktif? Padahal aku ingin mengajakmu kencan." Taehyun tampak penasaran.
"Oh, semalam aku tidur cepat dan lupa meng-charge ponsel," jawab Nara sekenanya. Oh, sebenarnya dia bohong. Vampir tidak pernah tidur kecuali tenaga mereka digunakan untuk aktivitas yang cukup berat seperti mengerahkan kekuatan mereka sampai titik maksimal atau saat bercinta. Nara jelas tidak melakukan keduanya. Dia hanya bermalas-malasan di rumah. Ia sengaja mematikan ponsel karena tidak ingin diganggu oleh kekasihnya itu.
"Ah, begitu? Bagaimana kalau malam ini saja kita—"
"Nara!" Panggilan bernada riang yang berasal dari dua suara gadis itu menyapa Nara dan Taehyun. Jihee dan Chaeri, sahabat Nara dari bangsa fana dengan heboh langsung berlari menghampiri sepasang kekasih yang sedang berjalan berdua itu. Merebut Nara dari rangkulan posesif Taehyun.
"Hei, kalian—"
"Sst, diam! Kami ada urusan dengan Nara," tukas Jihee galak saat Taehyun hendak protes.
Chaeri menimpali, "Iya, kau pergi saja sana! Ini urusan kelas kami. Kau kelas Prof. Lee tidak usah ikut campur!"
"Tapi aku kan pacarnya Nara—"
"Dan kami sahabatnya. Kami lebih dulu mengenal Nara dibandingkan dirimu!" Chaeri mengakhiri kata-katanya sambil menjulurkan lidah, mengejek. Taehyun yang tampak tidak terima hendak membalas perkataan Chaeri, tapi batal. Dia berdecak dan memilih pergi.
"Ya sudah, Nara, nanti kita bertemu saat jam makan siang, ya! Dah!" Taehyun buru-buru melangkahkan kaki menuju kelasnya sendiri. Jihee dan Chaeri berdecak senang, begitu pula dengan Nara yang diam-diam bersyukur karena bisa terlepas dari Taehyun.
"Jadi, ada apa, girls?" Nara bertanya. Kali jenjangnya mulai menapaki lantai ke kelas diiringi oleh kedua sahabatnya.
Jihee menjawab, "Ada kabar bagus. Mulai hari ini Prof. Han Taewoo sudah pensiun, jadi semester ini kita tidak akan diajar oleh Beliau lagi."
Nara tampak berbinar saat membalas, "Serius? Kenapa Ayah tidak bilang padaku? Ah, senangnya!" Nara bersorak. Dia senang sekali karena Prof. Han tidak mengajar lagi. Dia memang paling tidak suka dengan pria paruh baya yang menyebalkan itu. Metode mengajarnya sangat buruk dan dalam memberi nilai juga seenaknya. Pokoknya Nara benar-benar benci pada dosennya itu. Kalau saja bukan karena Jooho melarang, mungkin sudah lama Nara mengerjai Prof. Han agar segera mengundurkan diri. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya dosen itu pensiun juga.
"Selain itu, ada berita bagus lainnya," giliran Chaeri yang bersuara. Wajahnya tak kalah berbinar seperti saat Jihee mengabari kalau Prof. Han sudah pensiun tadi. Nara menatapnya antusias.
"Kita akan punya dosen baru!"
Namun, kali ini wajah Nara langsung berubah datar dan dia pun mendengus. "Apa hebatnya kalau itu? Tentu saja kalau ada yang pensiun pasti ada dosen baru, kan?" Nara mendengus dan mengambil tempat duduk di tengah. Tempat favoritnya untuk mendengarkan penjelasan dosen. Dia tidak suka berada di barisan terlalu depan, apalagi belakang. Tengah adalah posisi paling strategis dan nyaman baginya.
Jihee dan Chaeri mengambil tempat masing-masing di kanan dan kiri Nara duduk. Mereka tampak gemas melihat reaksi Nara yang seolah biasa saja.
Chaeri kembali membuka mulutnya. "Dengarkan dulu sampai selesai, Nara. Hebatnya dari dosen baru itu adalah dia masih muda dan tampan. Benar-benar seperti titisan dewa Yunani."
Nara menyeringai sinis, seolah meremehkan perumpamaan yang Chaeri sematkan untuk si dosen baru. Seumur hidupnya, Nara tidak pernah bertemu lelaki fana yang memiliki ketampanan semacam itu—tidak! Kecuali lelaki tampan di rooftop Hades waktu itu. Bagi Nara, ketampanan pria pantas disandingkan dengan dewa Yunani pujaan kaum wanita fana.
Omong-omong soal pria itu, Nara jadi ingin bertemu lagi dengannya. Dia benar-benar penasaran dengan sosok fana tampan itu. Ketampanan luar biasa yang dimiliki olehnya benar-benar sulit diterima logika Nara sebagai seorang vampir. Biasanya hanya para makhluk dunia bawah atau titisan makhluk Tuhan yang memiliki jenis keelokan wajah seperti itu, sedangkan pria itu Nara yakini betul hanya manusia biasa. Lantas, bagaimana bisa?
"Bagaimana bisa kau bicara begitu soal dirinya? Memang kau sudah pernah lihat orangnya?" Nara bertanya, kesan meremehkan terdengar jelas dari caranya bicara. Jihee dan Chaeri kompak berdecak.
"Tadi aku dan Chaeri pergi ke Tata Usaha untuk menanyakan sesuatu. Nah Prof. Kang ada di situ. Dia sedang bicara dengan Prof. Do mengenai kelas ekonomi Prof. Han. Dan ternyata dia dosen baru kita itu," Jihee bercerita dengan nada antusias.
"Prof. Kang?" Nara kebingungan.
Jihee dan Chaeri mengangguk. "Namanya Prof. Kang Hoon. Usianya sekitar tiga puluhan. Badannya tinggi dan bahunya lebar, pokoknya gagah sekali," Chaeri menjelaskan. Nara jadi berpikir setelah mendengar kata-kata sahabatnya itu.
Kalau dipikir-pikir, kenapa ciri-ciri Prof. Kang mirip dengan pria misterius di rooftop, ya? Nara membatin. Sebab, Nara masih hafal betul dengan wajah dan postur tubuh fana tampan itu. Ah, tapi bukankah ciri-ciri fisik manusia bisa saja mirip? Belum tentu itu orang yang sama.
"Bersiaplah, jam pertama kan kelas Prof. Kang. Kujamin kau akan terpesona padanya, Nara."
Nara menanggapi ujaran Jihee dengan senyum tipis. Dia mengangkat bahu. "We'll see."
Ya, coba saja lihat apakah pria bernama Prof. Kang itu setampan pria rooftop atau tidak. Siapa tahu mereka bahkan orang yang sama. Kalau sampai benar dugaan Nara bahwa keduanya orang yang sama, maka dia bertekad untuk menaklukan Prof. Kang. Ingat, kan apa yang dikatakan Nara saat di rooftop malam itu? Kalau sampai mereka bertemu lagi, berarti jodoh. Tidak peduli walau berasal dari bangsa yang berbeda, Nara akan tetap mengejar Prof. Kang.
Tepat setelah berpikir seperti itu, seorang pria yang masih cukup muda dan tampak tampan dengan tampilan jas pun melangkah masuk. Pria itu segera mengambil tempat di meja dosen dan meletakkan tas berisi laptop di atas meja. "Selamat pagi, semuanya. Namaku Prof. Kang Hoon dan aku adalah dosen ekonomi kalian," dia memperkenalkan diri dengan suara cukup lantang dan senyum tipis.
Usai perkenalan diri itu, bisik-bisik para mahasiswi pun mulai terdengar. Mereka membicarakan betapa tampan dan gagahnya sang dosen baru, tak terkecuali Jihee dan Chaeri.
"Kau lihat kan, Nara? Dia sangat tampan," bisik Jihee. Nara hanya diam sambil tersenyum misterius.
Ya, ternyata dugaan Nara benar, Prof. Kang adalah lelaki yang dia temui di rooftop Hades tempo hari. Tepat saat mata Prof. Kang menjelajahi seisi kelas, tatapannya bertemu dengan Nara. Pria itu tampak terkejut.
Masih dengan senyum misterius di wajah, Nara pun mengangkat tangan setinggi dagu dan melambaikannya ke arah Prof. Kang. Tatapannya seolah berkata; kita berjodoh, kan?