"Aku menasihati seseorang bukan berarti aku sudah sempurna tapi aku hanya tidak ingin dia merasakan cinta sebelum akad yang hanya membuat patah hati yang disengaja"
Aliya Shafatunnisa
***
Kini aliya sedang bermalas - malas an dikamar nya sambil membuka handphone nya untuk melihat - lihat ceramah - ceramah ustad. Pamanya dan Bibi nya sedang pergi bersama anak - anaknya jadi dia bisa bersantai sekarang ini.
Aliya mengingat gadis yang baru dikenal nya tadi, entah kenapa dia merasa sudah sangat dekat pada gadis itu padahal mereka baru mengenalnya. Dan laki - laki Tadi itu siapa ya, kenapa gadis bernama bella itu harus menangis saat laki - laki itu berpelukan dengan cewe lain. Jika pacarnya pasti sudah di pisahkan seperti perselingkuhan yang dialaminya dulu.
Mengingat itu aliya muak dia selalu durhaka kepada ibu nya demi pacarnya tapi pacar nya tega menyelingkuhinya padahal dia sudah pacaran selama tiga tahun. Tapi dia juga bersyukur Karena perselingkuhan itu, coba jika hubungan itu masih dilanjutkan pasti hanya menumpuk dosa nya Saja. Mungkin Allah menegurnya supaya dia sadar sudah terlalu jauh dia dari Allah.
Dan gadis tadi apakah aku harus merubahnya juga ? Tapi apa aku bisa ? Aku aja baru kenal Sama dia, batin Aliya.
*Cinta*
"Cinta, awalnya adalah permainan dan akhirnya adalah kesungguhan. Dia tidak dapat dilukiskan, tetapi harus dialami agar dapat diketahui. Agama tidak menolaknya, syar'iat pun tidak melarangnya."
Dengan kata-kata itulah Ibnu Hazm memulai karya monumentalnya yang berjudul "Thaug Al-Hamamah".
Saya pernah bertanya-tanya, mengapa Ibnu Hazm bisa begitu indah dalam melukiskan cinta? Sepertinya, inilah jawabannya.
Sepanjang hidupnya ia pernah jatuh cinta tiga kali.
Ia pernah merasakan saat dimana cinta bertepuk sebelah tangan, hingga kehilangan orang yang dicintainya.
Saat isterinya meninggal dunia, ia mengalami sakit yang membuatnya hilang ingatan selama beberapa waktu.
Ia menangis berbulan-bulan, padahal menurut pengakuannya dia adalah orang yang sulit mencucurkan air mata.
Dalam Thauqul Hamamah Ibnu Hazm menulis,
"Demi Allah, hingga kini aku tidak pernah lagi merasa bahagia. Setelah kepergiannya, kehidupan serasa tidak nyaman lagi. Aku terus mengenangnya, hingga tak lagi menemukan kebahagiaan selain dari dirinya."
Cinta memang buta, ia bisa menembus hati siapapun, tak terkecuali seorang ahli hadits, fiqih, tafsir dan theolog sekelas Ibnu Hazm.
Siapapun yang membaca Thaug Al-Hamamah, pasti dibuat seolah tak mengenali Ibnu Hazm sang penulis Al-Muhalla itu.
Rahimakallah ya Ibnu Hazm...
Tak hanya Fiqih ibadah dan Muamalat, kau juga mengajari kami Fiqih tentang Cinta.
Wallahu Ta'ala A'lam
Aliya mendengarkan semua nya dengan seksama dari radio yang ada dikamarnya. Entah kebetulan atau apa siaran radio itu dibacakan Oleh sekarang ustadzah tentang cinta dan telak mengenai kisahnya. Bedanya dia diselingkuhi bukan cinta bertepuk sebelah tangan atau ditinggal meninggal.
Aliya memikirkan maksud dari siaran itu, Apa ini jawaban Allah bahwa aku harus benar - benar melupakannya, dan gadis tadi aliya seperti merasakan perihnya luka gadis Tadi. Ya mungkin inilah saat nya dia juga berhijrah dan mengubur masa lalu nya Serta mulai memperbaiki diri. Gadis Tadi juga harus sadar bahwa cinta nya itu hanya membuat nya terluka dia juga harus menyadarkan gadis itu supaya tidak terjerat dalam cinta yang salah. Sebelum terlalu dalam perasaan untuk laki - laki yang belum tentu menjadi pendamping hidupnya.
.
.
"Ketika kamu bisa mengajak seseorang untuk menegakan agama Allah dan mengajaknya untuk mencintai Allah sepenuhnya niscaya Allah akan memberikanmu kebahagiaan dunia dan akhirat"
***