15. Gelisah, Gundah, Gulana

1122 Words
Di rumahnya, saat tengah duduk merenung di ruang kerjanya, Lucas nampak jelas begitu gegana. Gelisah, gundah, gulana. Sepanjang sore tadi, di waktu menemui sang ayah, Lucas sama sekali tidak fokus. Pikirannya melayang-layang memikirkan bagaimana harus menghadapi permasalahan soal Deasy yang kini tengah hamil. Felix sudah berjanji bakal membantunya untuk mencari jalan keluar. Karena itulah, di sini dan saat ini, asistennya itu tampak berdiri. Menunggu dengan sangat keputusan apa yang akan Lucas ambil setelahnya. "Saya sudah handle saat berada di rumah sakit tadi, Pak. Saya minta semua tim medis termasuk dokter yang menangani untuk bungkam soal Pak Lucas yang tahu bagaimama kondisi Bu Deasy saat ini." "Terus, ini saya harus gimana?" Felix mendekat. Meminta izin untuk duduk, pria itu lantas menghadap tepat ke arah Lucas yang juga duduk sembari memijat keningnya. "Seperti rencana awal yang diperintahkan Pak Darius. Lucas Fernando harus segera kembali ke Fourtynine dan segera mengurus pengunduran dirinya, di saat Lucas Tanuwidja sedang dinas ke Singapura." "Oke ... Lucas Fernando memang harus segera mengundurkan diri agar Lunas Tanuwidja bisa leluasa berada di Fourtynine. Terus, masalah Deasy gimana?" Felix menarik napas. Dengan sabar menghadapi sang atasan yang kini tengah kalut. "Sebentar, Pak. Pelan-pelan kita bahas satu per satu sampai semuanya clear. Karena Lucas Fernando butuh waktu untuk menyelesaikan terlebih dahulu sisa pekerjaannya sebelum resign, Pak Lucas bisa pelan-pelan mendekati Bu Deasy." "Bentar ..." sela Lucas seakan tidak paham. "Jadi, menurutmu harus Lucas Fernando yang mendekati Deasy? Kan kamu tau sendiri, Deasy benci banget sama Lucas Fernando karena dia jelek dan cupu. Pokoknya nggak banget kalau dijadikan pasangan." Felix mengangguk. Pria itu membenarkan ucapan Lucas. "Lebih nggak mungkin kalau Lucas Tanuwidja yang deketin Bu Deasy, Pak. Sedang Bu Deasy sendiri sadar benar yang tidur sama dia itu Lucas, bawahannya. Suka nggak suka, yang harusnya tanggung jawab ya memang harus Lucas Fernando bukan Lucas Tanuwidja. Lagi pula, sampai detik ini dia nggak punya bukti kalau cowok kedua yang dia ajak tidur sebenarnya Pak Lucas Tanuwidja, kan?" Lucas mendesah panjang. Demi apa pun, ribet dan pusing juga ternyata harus menjadi dua orang dengan kepribadian berbeda. "Tapi, gimana caranya saya tanggung jawab? Kan Lucas Fernando nggak tau cerita kalau Deasy saat ini lagi hamil." Felix mengangguk. Memang harus panjang lebar menjabarkan apa yang sudah ia rencanakan. "Nanti, saat mulai kembali kerja, Pak Lucas nggak perlu bertanya atau membahas lebih dulu biar nggak mengundang kecurigaan. Selama di kantor, coba tunggu aja, apakah Bu Deasy bakal menyinggung soal kehamilannya." "Kalau nggak?" "Ya Pak Lucas cukup perhatikan aja gerak geriknya selama di kantor. Kan Orang hamil itu kentara sekali keliatan ciri-cirinya, seperti cepat lelah, sering muntah tanpa sebab, mood swing dan lainnya. Begitu ada kesempatan, tegur terus pancing aja sampai akhirnya dia ngaku. Kalau sudah begitu, langsung todong. Bilang Pak Lucas mau bertanggung jawab." Lucas menarik napas dalam-dalam. Padahal, rencana Felix sudah sangat bagus. Tapi, masih saja terasa begitu mengganjal. "Jujur aja, saya akui perbuatan saya ini memang salah besar. Saya bahkan nggak masalah bertanggung jawab, walaupun harus menikah dengan orang yang sebenarnya nggak saya cinta. Hanya saja ...." "Hanya apa, Pak?" sahut Felix penasaran. "Kalau semisal Deasy setuju saya tanggung jawab, gimana cara nikahinnya? Kan saya sudah tunangan sama Davina." "Ya mau nggak mau Pak Lucas cerita yang sebenarnya ke Pak Darius. Jujur sama beliau kalau saat ini Bu Deasy sedang mengandung calon cucunya. Lagi pula, Nona Davina aslinya juga nggak mau nikah sama Pak Lucas, kan? Tapi beliau nggak punya cara buat membatalkan." "Iya," angguk Lucas. "Davina pada dasarnya memang nggak mau juga kami menikah. Entah kenapa, saya yakin sebenarnya dia juga sudah punya pasangan." Felix lantas menjentikkan jarinya. "Nah! Kalau begitu, sambil dikompromikan, ini bisa dijadikan alasan tepat untuk Nona Davina dan Pak Lucas membatalkan rencana pernikahan." "Kamu kok enak banget ngomongnya?" Lucas mendelik. Pria itu sampai menarik wajahnya. "Ini yakin saya nggak bakal disembelih terus dijadikan hewan kurban karena udah buat malu keluarga besar?" Felix tertawa. Mau bagaimana lagi, dirinya harus berpikir realistis dan se-rasional mungkin, bukan?" "Nggak bakal malu kalau semuanya di handle dengan sangat baik, Pak. Bukan perkara sulit juga buat Pak Darius membatalkan pertunangan, lalu menikahkan Pak Lucas dengan Bu Deasy. Yang jadi masalah sekarang, Pak Lucas sebenarnya siap atau nggak menghadapi ini semua?" Lucas terdiam. Tercenung beberapa saat sembari memikirkan apa yang baru saja Felix tanyakan kepadanya. Banyak pertanyaan timbul dalam benaknya. Sudah siap kah ia menikahi wanita yang sama sekali dirinya tidak cinta? Bahkan, setelahnya menjadi ayah dari calon bayi yang sedang Deasy kandung saat ini? "Siap nggak siap, saya harus tanggung jawab, Felix. Apalagi ini sampai hamil. Ada darah daging saya di perut Deasy. Kamu tau, apa ketakutan saya saat ini?" Felix langsung menyahut cepat, "Apa, Pak?" "Kamu tau sendiri Deasy sama sekali nggak suka dengan Lucas Fernando. Saya takut karena dia nggak mau menikah dengan Lucas yang jelek dan cupu, lantas nekat menggugurkan kandungannya." "Astaga!" Felix langsung berseru. "Apa saya ngaku aja sebenarnya lagi nyamar? Terus cerita aja dengan jujur siapa saya yang sebenarnya. Kan Deasy sukanya sama Lucas Tanuwidja. Dari pada ribet terus mutar-mutar. Saya yakin kalau dari awal ngaku sebagai Lucas yang ganteng, Deasy pasti langsung setuju untuk diajak nikah." Felix menggeleng. Bukannya setuju, dirinya malah menolak mentah-mentah saran yang Lucas ajukan barusan. "Jangan, Pak. Belum saatnya. Lagi pula tugas dari Pak Darius belum sepenuhnya selesai. Takutnya kalau penyamaran bapak dibongkar sekarang, nanti malah mempersulit penyelidikan. Menurut saya, lebih baik Pak Lucas selesaikan terlebih dahulu apa yang menjadi tugas bapak saat ini." Ada benarnya kata Felix. Dari pada gegabah, lebih baik dirinya fokus untuk segera menyelesaikan tugas dari sang ayah yang sedikit lagi akan selesai. "Sembari menyelesaikan tugas, pelan-pelan aja dekati Bu Deasy," sambung Felix memberi saran. "Nanti, Pak Lucas juga bisa membuktikan apakah bu Deasy aslinya sama dengan para wanita di luar sana." Kening Lucas langsung berkerut dalam. "Maksud kamu?" "Nggak bisa dipungkiri, hampir semua perempuan pada antri cari perhatian dan berharap bisa dekat sama Pak Lucas. Mereka caper karena secara visual Pak Lucas emang good looking kan? Udah gitu good rekening pula. Siapa sih yang nggak pengen jadi pasangan Bapak." "Sial!" umpat Lucas begitu keras. "Itu sebabnya, saya lebih setuju Pak Lucas dekati Bu Deasy dengan tampang sebagai Lucas Fernando saja. Ini bisa dipakai sebagai pembuktian juga, apakah Lucas Fernando yang jelek mampu menakhlukkan hati Bu Deasy yang pada dasarnya memang cantik. Lagi pula, Tuhan itu maha membolak-balikkan perasaan manusia, Pak. Siapa tau aja kalau bapak gigih mendekati, Bu Deasy pada akhirnya luluh juga sama Lucas yang biasa aja. Nanti kalau semuanya lsudah clear, baru pelan-pelan dijelaskan ke beliau siapa sebenarnya Pak Lucas dan kenapa Pak Lucas sampai begini begitu." Lucas mengangguk berulang kali. Pada akhirnya setuju dengan apa yang Felix jelaskan panjang lebar kepadanya. Sekarang, dirinya tinggal berdoa. Semoga apa yang sudah direncanakan sebegitu matangnya bisa berjalan dengan lancar tanpa sedikit pun kendala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD