When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Jingga berlari dengan cepat tak tentu arah, tak melihat jika di depannya ada undakan kecil. Kaki kecilnya pun tersandung, yang membuatnya terjatuh membentur lantai. Jingga pun langsung menangis karenanya. Siang hari bolong seperti ini, kedua orang tua Leandra istirahat siang. Awan dan Langit juga tidur siang. Sementara Jingga masih sangat segar, seakan - akan baterainya baru saja diisi daya penuh. Hanya Abimanyu yang masih terjaga untuk menjaga anak itu. Leandra tentu saja masih belum pulang dari balai desa. Abimanyu merasa bersalah karena ia tidak mengawasi Jingga dengan baik. Ia segera menggendong anak itu. Namun Jingga tak kunjung berhenti menangis. "Mana yang sakit, Sayang? Cup ... cup ... maaf ya Oom Abi nggak ngawasi kamu dengan baik." Abimanyu berkata demikian sembari mencari ba