"Dalam ritual tadi, aku bicara dengan ibu dari anak - anak itu. Genderuwo wanita itu lah yang tadi menculik anak kamu. Katanya anak kamu mengambil mainan anak - anaknya. Makanya dia marah, dan menculik anakmu."
Ibu Dimas semakin menangis tak karuan.
Hanya perasaan Leandra, atau saat ini Ki Langen sedang menatapnya dengan tajam. Seperti menyembunyikan sesuatu di balik tatapan tajam nan mengerikan itu. Leandra merasa takut. Makanya ia hanya menunduk.
"Terus sekarang gimana, Mbah? Gimana caranya kita dapetin Dimas kembali?" Ibu Una si Provokator kembali bicara. "Kalau sampai Dimas nggak bisa kembali, Pak Banyu harus tanggung jawab!" Ibu Una menunjuk - nunjuk wajah Banyu.
Leandra bisa melihat raut Banyu yang penuh beban serta rasa bersalah. Leandra sangat prihatin, ingin menolong Banyu, tapi tak tahu bagaimana caranya. Sungguh, kejadian seperti ini di luar kendali mereka.
"Tenang, semua pasti ada solusinya!" Ki Langen dengan pancaran auranya berhasil membuat suasana kembali tenang. Dengan segenap usahanya, ia berusaha membela Banyu. "Tolong jangan salahin cucuku! Dia mengundang kalian ke sini hanya untuk menyenangkan anaknya. Lagi pula kejadian seperti ini sudah lama sekali nggak terjadi. Jadi, cucuku pasti mengira akan aman mengundang anak - anak ke mari. Jika nyatanya ini terjadi lagi hari ini, itu sama sekali bukan salah cucuku! Dan pasti Banyu sudah kasih peringatan tadi kan. Harusnya kalian sebagai ibu lebih protektif pada anak - anak kalian.".
Ki Langen menyampaikan isi hati Leandra dan juga Banyu.
Ibu Una terlihat kesal dengan penjelasan panjang lebar dari Ki Langen. Tapi karena wibawa lelaki itu yang begitu besar, Ibu Una tak berani lagi mengeluarkan provokasinya.
Warga sekitar dikumpulkan untuk berusaha bersama - sama mengambil Dimas kembali dari dunia para Genderuwo.
Seperti manusia, Genderuwo pun memiliki kehidupan. Mereka terdiri dari jenis kelamin laki - laki dan perempuan.
Genderuwo laki - laki, adalah sosok Genderuwo yang selama ini masyarakat kenal. Sosok tinggi besar mirip kera yang berbulu lebat nan hitam, dengan taring besar, dan juga kuku - kuku yang panjang. Matanya pun besar, merah menyala, menambah kesan mengerikannya.
Genderuwo adalah makhluk gaib yang usil. Sering menggoda dan jail pada wanita. Bahkan tak jarang terdengar kabar ada wanita yang diperkosa oleh Genderuwo, dan hamil, kemudian melahirkan anak setengah manusia, setengah genderuwo.
Sementara Genderuwo perempuan, selama ini masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Wewe Gombel atau Kolong Wewe. Sosoknya tak kalah mengerikan dari Genderuwo laki - laki. Sosoknya terkenal dengan p******a yang sangat besar, dan juga baunya yang pesing.
Tak seperti para Genderuwo laki - laki, Genderuwo perempuan ini lebih sering menggoda dan jail pada anak - anak kecil. Menculik anak - anak itu untuk disusui, atau sekadar diajak bermain, bisa juga dijadikan kawan bermain anak - anaknya. Seperti apa yang dialami oleh Dimas saat ini.
Warga datang membawa alat - alat dapur berupa panci dan juga irus. Alat - alat dapur itu nantinya akan dipukul - pukul sebagai ritual meminta Dimas kembali ke dunia manusia.
Syukur lah, pada tengah malam, Dimas ditemukan sedang tertidur menelungkup di bawah pohon buah asam. Akhirnya koloni Genderuwo yang menghuni pohon itu mengembalikan Dimas.
Hari ini terasa begitu panjang. Membuat Leandra, Banyu dan semua orang yang ada di sana merasa lelah luar biasa. Tengah malam seperti ini sungguh terasa mencekam. Apalagi baru saja ada kejadian gaib mengerikan seperti itu.
Sebelum pulang, Leandra terlebih dahulu membantu Banyu membereskan sisa - sisa peralatan dan makanan dari ulang tahun Langit tadi siang. Saat Leandra tengah sibuk, ia sempat mendengar obrolan antara Ki Langen dan juga Banyu.
"Nyu, bilang pada temanmu itu!"
"Temanku? Maksud Mbah kung si Lele?"
Ki Langen mengangguk. "Bilang padanya untuk hati - hati!"
"Memangnya kenapa, Kung?".
"Dia belum menikah sampai saat ini ... karena ditaksir sama Genderuwo."
Banyu terkesiap tentu saja. Astaga ... kakeknya mulai lagi.
Ini dia yang tidak disukai Banyu dari sosok Ki Langen. Ia suka sekali bicara ngelantur yang mengganggu orang lain.
"Mbah Kung ... sudah deh. Tolong berhenti ... jangan teruskan lagi perkara ini!" Banyu langsung memberi peringatan di awal.
"Berhenti bagaimana, Banyu? Ini masalah serius. Menyangkut kenyamanan hidup orang banyak pada akhirnya. Genderuwo itu selalu mengikuti dia ke mana - mana, mencegah para lelaki yang mau meminangnya. Dan ... kejadian hari ini -- tapi jangan bilang sama dia, ya. Nanti dia sedih. Sebenernya Genderuwo perempuan itu menculik Dimas bukan karena Dimas mengambil mainan anaknya. Tapi karena dia merasa cemburu."
"Cemburu?" ulang Banyu.
"Iya. Dia cemburu, karena Genderuwo yang disukainya, lebih menyukai temanmu."
Banyu meraba tengkuknya yang merinding luar biasa. "Mbah kung jangan ngomong sembarangan! Semua itu nggak bener, kan?"
"Mbah kung serius, Le. Nggak ada gunanya berbohong untuk hal seperti ini! Makanya, kamu seharusnya mau saat bapakmu ingin mewariskan ilmunya ke kamu sebelum meninggal dulu. Supaya kamu setidaknya mengerti dan tahu cara mengatasi hal - hal seperti ini. Eh, kamunya malah nggak mau. Ilmunya sia-sia, dilarung begitu saja ke sungai."
Banyu hanya diam, tak lagi menanggapi apapun yang dikatakan oleh Ki Langen. Dalam pikirannya sekarang hanyalah Leandra. Logikanya benar - benar bentrok dengan penjelasan Ki Langen tentang apa yang menimpa gadis itu.
Tanpa sengaja, mata Banyu menangkap bayangan Leandra yang tengah berdiri di balik pintu. Wanita itu pasti mendengar semuanya, kan? Banyu tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Leandra saat ini.
***
Romza mengikuti Leandra dengan wajah murung hari ini. Leandra pun bekerja dengan kurang semangat, memikirkan sebuah fakta yang ia dengar dari lelaki tua nan bodoh itu.
Leandra telah tahu bahwa selama ini Romza selalu ikut olehnya ke mana-mana. Semua ini karena mulut Ki Langen yang sangat blong. Tidak di - rem sama sekali. Untuk apa juga membongkar rahasianya seperti itu?
Toh, ia tak pernah mengganggu Leandra. Apalagi sampai menyulitkannya mendapatkan jodoh seperti apa yang Ki Langen tuduhkan.
Ki Langen menyampaikan segalanya, yang ia sebut fakta, dengan segenap akal dangkalnya. Manusia yang sok memiliki ilmu kebatinan, sok bertapa, padahal ia sudah dibodohi oleh para setan.
Enak saja menyebut dirinya Genderuwo? Memangnya ada Genderuwo yang setampan dirinya?
Kalau sudah begini, Leandra pasti ketakutan. Untungnya, saat ia menampakan diri kemarin lusa, Leandra tak mencurigai apapun. Syukurlah, Leandra bukan gadis yang peka dengan segala hal berbau gaib. Sehingga ia tidak menyangka bahwa Romza ternyata bukan manusia.
Romza yang saat ini tengah berdiri di belakang Leandra, terlihat sesedih dan semurung wanita itu.
Bagaimana caranya menyatukan cinta mereka? Entah lah. Romza juga tak tahu. Romza sudah mencintainya selama bertahun - tahun. Ia begitu ingin meminangnya. Begitu ikut sedih dan prihatin tiap kali Leandra menangisi nasib malangnya menjadi perawan tua.
Romza ikut mendoakan wanita itu tiap kali ia berdoa memohon pada Tuhan agar segera dipertemukan dengan jodohnya. Romza rela jika kelak Leandra menikah bukan dengan dirinya. Asalkan wanita itu bahagia, semua sudah cukup bagi Romza.
Hanya saja, saat ini Romza begitu ingin menolong Leandra. Jika belum ada manusia yang dipertemukan dengannya, jika dimungkinkan, Romza benar - benar ingin memilikinya.
Namun mereka terhalang sebuah hal yang begitu besar. Mereka berbeda dunia.
Di saat seperti ini, Romza begitu ingin marah. Marah pada mereka yang membuatnya harus merasakan hal seperti ini. Sebuah tanda tanya besar selalu terngiang dalam benak Romza.
Kenapa harus dirinya?
Ia ingat ... sejak dulu hidupnya tak pernah bahagia. Seumur hidupnya ia selalu sakit, baik secara fisik atau pun psikis.
Jika saja Romza protes pada Tuhan, entah sudah berapa lembar surat protesnya. Akibat ketidak adilan yang ja alami selama hidupnya di dunia ini.
***