6. Kejutan Gery Untuk Keluarganya

1378 Words
Pagi ini Gery telah rapi dengan baju kerjanya. Mematut sebentar penampilannya di depan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Senyum bangga terbit di bibirnya. Gery memperhatikan dirinya yang memang terlihat tampan di usianya yang semakin matang. Pria itu yakin sekali jika Gea tidak akan menolak lamarannya. Secara, yang mengantri untuk jadi kekasihnya saja banyak. Tapi Gery malah menjatuhkan pilihannya pada Gea. Bukan tanpa sebab dia memaksa gadis itu agar mau dia nikahi. Tidak hanya soalan Gendis saja tapi menurut Gery sosok wanita seperti Gea lah yang cocok untuk bersanding dengannya. Bukan tipe wanita manja yang akan menguras isi dompetnya. Jika Gery nilai, Gea adalah salah satu wanita tangguh yang hampir mirip-mirip seperti Gendis. Buktinya meski berasal dari keluarga yang cukup berada, Gea bahkan memiliki gaya hidup yang biasa-biasa saja. Lain sekali dengan Gelia. Mantan kekasihnya itu hanya selalu memusingkan kepalanya. Tidak bisa mandiri, apa-apa selalu merepotkannya. Belum lagi jatah belanja, skincare, ke salon, makan dan masih banyak lagi tuntutan yang lama-lama membuat Gery pusing kepala. Ditambah hubungan tidak baik antara Gelia dengan Gendis. Gery menyadari jika lama-lama dia dimanfaatkan juga oleh Gelia untuk menyakiti Gendis. Tentu saja Gery tidak bisa. Segala hal yang berhubungan dengan Gendis, Gery pasti akan lebih membela calon adik iparnya itu sehingga keputusan berpisah dari Gelia, dia lakukan secara sepihak dan Gery tidak ambil peduli apakah Gelia bisa terima atau tidak. Keluar dari dalam kamar langsung menuju ruang makan. Kebetulan sekali papa, mama dan juga Gama sudah berkumpul di ruang makan sehingga makin memuluskan rencananya yang ingin melamar Gea secepatnya. Sebelum Gendis melahirkan dan dinikahi oleh Gama. Gery duduk di tempat biasanya. Membiarkan pembantu rumah tangga menyiapkan makan paginya. "Mama dan papa nanti malam ada acara atau tidak?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Gery. Gandhi mendongakkan kepala, menatap pada putra sulungnya. "Papa kebetulan sedang free hari ini. Ada apa?" Gery menatap sang mama. "Kalau mama, free juga, kan? Harus free karena aku ada kepentingan yang akan melibatkan mama dan papa." Gwen dan Gandhi yang merupakan mama dan papanya Gery saling pandang. Hanya Gama, adik lelakinya, yang sepertinya tidak terlalu tertarik dengan pembahasan yang akan Gery ungkapkan. "Sepertinya penting banget sampai kamu melibatkan kami berdua," tebak Gwen. "Nanti malam aku ada rencana mau melamar seorang wanita," ucap Gery langsung pada intinya. Gama yang sejak tadi sibuk mengunyah makanan, sampai tersedak mendengar ucapan tanpa ekspresi dari kakaknya. Anak sulung keluarga Ganesha itu sama sekali tidak merasa bersalah telah mengejutkan keluarganya. Bahkan Gandhi dan Gwen juga menghentikan aktifitas makannya. Saling pandang penuh tanya. Karena tak ada yang menanggapi perkataannya, Gery pun memperhatikan satu per satu anggota keluarganya. Menatap papa, mama dan terakhir Gama. "Aku serius dan tidak sedang bercanda jika kalian berpikir demikian." Ekspresi wajah Gery, berbanding terbalik dengan isi hatinya. Karena jujur, Gery sendiri tidak yakin dengan rencana lamaran dadakan yang ingin dia lakukan nanti malam. Gea juga belum ada kabar, apakah wanita itu sudah memberitahu keluarganya atau belum. Gandhi berdehem, guna menetralkan tenggorokan yang tiba-tiba kering. "Beneran kamu serius? Apa kamu sudah yakin mau melamar Gelia?" Gery berdecak. Kenapa papanya malah mengira dia akan melamar Gelia. Bukankah Gery sudah pernah bercerita jika sudah memutuskan hubungan dengan wanita itu. "Ck, bukan Gelia, Pa. Tapi ini wanita lain yang mau aku lamar." Wajah Gama tampak panik. Gery tahu itu. Dalam hati ingin tertawa karena pasti Gama sedang ketakutan jika wanita yang dia akan lamar adalah Gendis. Benar dugaan Gery karena kini Gama sudah menatapnya sembari mengajukan tanya. "Kak! Kamu jangan macam-macam." Gery terkekeh pelan karena Gama tampak lucu jika sedang salah paham begini. "Apa sih, kamu!" "Bukan Gendis kan yang ingin kakak lamar?" Gery mencebik. "Maunya begitu. Karena Gendis adalah spek wanita idaman untuk dijadikan istri. Tapi aku malas berurusan sama kamu. Lebih muda tapi nggak mau ngalah sama yang lebih tua. Jadilah ya ... gimana. Terpaksa aku mencari wanita lain. Yang penting nggak akan aku ngebiarin kamu nikah duluan daripada aku." "Lalu siapa wanita yang ingin Kak Gery lamar?" "Ingin tahu saja kamu ini." "Lah kalau mau melamar seseorang ya harus kasih tahu siapa orangnya. Agar papa dan mama enggak kebingungan begitu." Tunjuk Gama pada kedua orang tuanya yang saling pandang. Gery mengembuskan napas kasar. "Gea." Satu nama yang meluncur dari mulut Gery, sukses mengejutkan Gama. "Apa!" Gwen bertanya pada Gama, "Gea siapa? Memangnya kamu kenal dengan Gea itu siapa? Kok kamunya kayak yang terkejut begitu." "Tentu saja aku kenal, Ma." Gama berdecak lalu menatap Gery yang tampak biasa saja. Apalagi dengan respon Gama yang sedikit berlebihan menurutnya. "Kak! Kamu jangan mengada-ada. Menikah itu bukan permainan. Tapi harus dengan keseriusan karena menikah itu sebisa mungkin untuk seumur hidup. Bukan hanya sekedar nikah karena tidak ingin aku langkahi." Gery bahkan sampai melongo mendengar nasehat Gama. Pria itu mencoba untuk memastikan keluarganya. Memang salahnya yang begitu random memilih calon istri yang mendadak akan dilamar nanti malam "Siapa juga yang mau main-main. Aku serius." Gery memastikan bahwa apa yang dia katakan benar adanya "Kamu pikir aku percaya, Kak?" "Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang pasti aku akan tetap meminta papa dan mama buat melamar Gea malam ini." "Kenapa harus Gea?" Pertanyaan dari Gama yang kesekian, sungguh membuat Gery malas menjawab. Adiknya ini jadi cerewet sekali dan banyak bertanya. "Ya karena pilihanku jatuh pada Gea." Begitu enteng Gery menjawab karena jujur Gery pun tidak memiliki alasan yang jelas. Hanya karena ingin mengenyahkan obsesinya pada Gendis, Gery sampai nekat cari calon istri. Gwen yang sejak tadi hanya menyaksikan perdebatan dua orang putranya, pada akhirnya menimpali. "Ini Gea siapa? Gama! Kamu kenal dengan Gea?" Gama mengangguk. "Dia temannya Gendis, Ma. Kerja di Ganesha juga." "Karyawan Ganesha? Kok papa enggak tahu?" Gandhi pun ikut ambil suara. "Namanya Gea Ananda. Dia satu divisi dengan Gendis. Mungkin papa pernah melihatnya tapi enggak hafal siapa namanya," ucap Gama menjelaskan. Gery pun merasa terwakilkan dan dia tidak perlu repot-repot menjelaskan lagi pada kedua orangtuanya. Gandhi berpindah pada Gery. "Kamu serius mau nikah, Gery?" "Iya." "Sama Gea?" "Iya." "Yakin sudah putus sama Gelia? Jangan sampai nanti Gelia tidak terima dan terjadi perang di antara para wanita." Nah, ini. Gery pun sebenarnya was-was juga jika sampai Gelia kembali berulah. Tapi, sebagai lelaki yang punya kuasa, urusan Gelia adalah perkara mudah. "Papa tenang saja. Gelia akan jadi urusanku." "Karena papa juga mendengar Gelia yang pernah membuat onar di kantor. Yang katanya melabrak Gendis. Kamu itu jadi laki-laki jangan asal gonta ganti pacar. Apalagi sampai mengecewakan anak gadis orang." Gery baru tahu jika kejadian tempo hari sampai juga di telinga sang papa. "Aku sudah tidak ada kecocokan dengan Gelia, Pa." Gery mencoba memberikan alasan agar papanya percaya. "Lalu dengan Gea bagaimana? Apa benar kamu serius dengannya?" "Aku serius, Pa. Kalau tidak serius mana mungkin aku minta pada papa dan mama untuk melamar dia malam ini." "Harus malam ini?" tanya Gandhi memastikan untuk kesekian kali karena apa yang dilakukan Gery selalu diluar prediksi. Takutnya Gandhi, Gery hanya ingin mempermainkan anak orang. "Iya. Bukankah lebih cepat lebih baik?" Dan bisa-bisanya Gama kembali menimpali. "Memangnya Gea mau sama kakak?" Gery melotot. "Mana ada wanita yang menolak pesonaku?" "Tapi kenapa mendadak sekali, Ger?" tanya Gwen yang mulai pusing menghadapi Gery. "Mumpung mama dan papa free kan? Besok-besok belum tentu kalian ada waktu." "Apa nggak terlalu dadakan. Kita belum ada persiapan apapun." "Papa dan mama tenang saja. Yang penting kita datang dengan tujuan melamar. Tidak perlu pakai persiapan macam-macam. Nanti aku yang akan atur semuanya." Sebenarnya Gery sendiri juga bingung. Untuk lamaran, apa saja yang harus dia bawa. Tapi bukan Gery namanya jika tidak punya solusi untuk setiap permasalahan hidupnya. Tinggal nanti dia akan temui Gea. Dia bisa bertanya langsung pada wanita itu apa saja yang diminta untuk dibawakan sebagai tanda lamarannya nanti malam. Baik Gwen dan Gandhi pada akhirnya menyerah juga. "Baiklah jika itu keinginanmu. Apa yang bisa mama bantu siapkan untuk acara lamaran nanti malam?" "Nggak ada, Ma. Nanti buah dan kue aku yang akan pesan." Menurut Gery jika soalan konsumsi itu urusan gampang. Ada Gavin yang bisa dia andalkan untuk menghandel semua. "Baiklah kalau begitu. Papa dan mama akan temani kamu nanti malam. Sudah tahu rumahnya Gea kamu?" Gandhi bertanya. "Aku sudah pernah ke rumahnya. Papa ini aneh pertanyaannya." "Papa hanya memastikan saja." Dan pembicaraan di meja makan pun usai. Pembicaraan mengenai lamaran juga sudah menemukan kesepakatan. Kini tinggal Gery saja yang akan bergerak cepat untuk menyiapkan segala keperluan untuk lamarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD