3. Tukang Paksa

1052 Words
Gery berdiri sembari bersadekap, memperhatikan Gea yang tingginya mungkin hanya sebahunya saja. Di dalam lift ini hanya ada mereka berdua dan sengaja Gery membawa gadis ini hanya untuk memastikan bahwa lamarannya diterima. Dalam benak Gery selalu saja bersuara bahwa dia harus menikah dulu sebelum Gama. Mau ditaruh di mana harga dirinya sebagai seorang lelaki dan kakak tertua, jika adik lelakinya ingin melangkahi dia. Iya kalau adiknya itu perempuan, tak jadi soalan. Masalahnya, jarak usianya dengan Gama mencapai lima tahunan. Gery tidak ingin dipandang orang-orang sebagai lelaki tidak laku jika sampai beneran Gama dan Gendis menikah sementara dia masih harus melajang. Oh, tidak. Gery tidak akan sanggup melihat kemesraan sang adik dengan Gendis nantinya. Gery juga tidak mau ngenes apalagi terlihat nelangsa tanpa pasangan. Namun, jika harus kembali menjadikan Gelia sebagai kekasih, tentu saja tidak akan pernah Gery lakukan. Mana ada seorang Gery akan memungut kembali wanita yang sudah dia campakkan? Harga dirinya lah yang akan dipertaruhkan. Lebih baik dia mencari cara untuk merayu Gea agar mau menikah dengannya. Tak mengapa menikah tanpa cinta. Tidak akan ada masalah juga baginya. "Kita bicarakan lebih lanjut tentang lamaran saya," ucap Gery setelah Gea menunggu beberapa saat dalam keheningan yang tercipta. "Pak! Bapak waras?" tanya Gea dengan tanda tanya besar dalam kepalanya. Sejak kemarin, tak henti bosnya ini melamarnya. Gea takut saja jika Gery mengatakan demikian karena kesambet setan. Sebelum dia kepedean lalu dengan senang hati menerima, ada baiknya Gea memang harus memastikan. "Saya bukan bapak kamu. Jangan panggil bapak-bapak." "Tapi ini di kantor. Saya harus profesional memanggil atasan dengan sebutan Pak." "Tapi kita sedang berdua dan tidak ada siapa-siapa. Kecuali jika di depan karyawan lain, saya tidak keberatan kamu memanggil saya Pak Gery." "Halah! Sama saja Pak." Gery mendengus kesal. Terlebih begitu cepat sekali pintu lift terbuka tepat di lantai tempat ruang kerjanya berada. "Kita ke ruangan saya. Ada banyak hal yang perlu saya diskusikan denganmu," ucapan Gery lebih menyerupai perintah karena tanpa membutuhkan jawaban Gea, pria itu melangkah keluar. Berjalan mendahului Gea, dengan sikap angkuh seperti biasanya. Tidak ada Gery yang absurd dan bersikap aneh jika di hadapan karyawannya karena sebagai seorang CEO, Gery harus membangun image baik agar disegani oleh para bawahannya. "Selamat pagi, Pak Gery!" Sapaan dari seorang lelaki yang langsung berdiri saat Gery melewati meja kerjanya. Gery hanya menganggukkan kepalanya, tapa senyuman. Wajahnya datar dan tanpa ekspresi yang berlebihan. Gea sempat bertanya-tanya, apa mungkin Gery Ganesha memiliki kepribadian ganda yang bisa berubah sikap dalam sekejap mata. "Agenda kerjaku hari ini, kamu email saja. Saya sedang ada urusan penting dan jangan ganggu sebelum kamu saya minta untuk masuk ke dalam ruanganku." Lelaki yang masih duduk di balik meja itu mengangguk paham. "Baik, Pak." Gery meninggalkan sosok lelaki yang merupakan sekretarisnya. Menuju ruang kerjanya berada yang berjarak hanya beberapa langkah saja. Pria itu telah sampai di depan ruangannya, bahkan tangannya saja sudah berhasil meraih handel pintu ketika telinganya mendengar sesuatu. "Pagi Mas Gavin!" sapa Gea pada sekretarisnya Gery. Dengan senyuman menawan, Gavin pun menjawab, "Selamat pagi, Gea." Sungguh pemandangan yang membuat Gery tidak terima saat mengetahui wanita yang dia incar untuk menjadi istri malah kenal dengan Gavin. "Gea, masuk!" titahnya dengan suara menggelegar. Sampai-sampai Gea yang terkejut, urung tebar pesona pada Gavin. Bibirnya mengerucut, mendekati Gery dan masuk begitu saja ke dalam ruang kerja pria itu. Sementara itu, Gavin yang menyadari tatapan tajam Gery yang ditujukan untuknya, langsung menundukkan kepala. Dia tidak ingin berurusan dengan sosok Gery Ganesha. Lelaki yang baru beberapa bulan ini resmi menjadi atasannya setelah sebelumnya Gavin bekerja di bawah naungan Gandhi Ganesha. ••• "Sejak kapan kamu kenal Gavin?" Justru pertanyaan itulah yang keluar dari mulut Gery sesaat setelah ia menghempaskan tubuhnya pada kursi kerja. "Ya sejak saya bekerja di sini," jawab Gea enteng dan jujur. Siapa juga yang tidak kenal dengan asisten pribadi Gandhi Ganesha yang terkenal tampan dan berwibawa. Akan tetapi semenjak Gery masuk di perusahaan Ganesha Group, Gavin dipindah tugaskan untuk menjadi sekretaris CEO. Sengaja Gery memperkerjakan sekretaris seorang lelaki agar dirinya terhindar dari skandal yang biasanya tercipta di antara bos dengan sekretarisnya. "Dengan Gavin saja kamu bisa memanggil Mas. Tapi kenapa dengan saya kamu malah memanggil bapak. Saya belum setua itu untuk menjadi seorang bapak." Gea memutar bola matanya malas. Penyakit Gery kambuh lagi. Dimana Gery yang berwibawa dan tampak berkharisma ketika berhadapan dengan para karyawannya, jika pada kenyataannya, Gery yang ada di hadapannya ini adalah lelaki aneh yang suka bersikap kekanakan di mata Gea. "Lama-lama saya bersama bapak, bisa stres sayanya. Sekarang lebih baik Pak Gery segera mengatakan pada saya apa tujuan sebenarnya bapak membawa saya ke sini. Daripada terus mendebatkan hal tidak penting seputar panggilan bapak. Sayanya yang takut keceplosan jika memanggil Pak Gery dengan sebutan Mas. Terlalu manis menurut saya jika saya memanggilnya Mas Gery. eh," ucap Gea sampai keceplosan asal bicara di hadapan CEO-nya. "Nah, itu lebih bagus. Lebih manis didengar oleh telinga saya. Jadi begini. Sesuai kesepakatan kita ...." Bahkan Gery belum menyelesaikan kalimatnya tapi Gea sudah menyela. "Kesepakatan yang mana?" "Kamu diam dulu karena saya ingin bicara serius sama kamu." Gea mengangguk. "Silahkan dilanjut, Mas Bos." Sudut bibir Gery berkedut samar. Entah kenapa dia malah senang dengan panggilan Mas Bos yang disematkan oleh Gea. Gery berdehem sebentar, mengingat-ingat apa yang ingin dia bahas bersama Gea. "Ah, ya. Soal kesepakatan lamaran saya." Mata Gea membulat. "Sepertinya saya dan Anda belum membuat kesepakatan apa-apa mengenai lamaran." "Ya saya nggak perduli mau kamu setuju atau tidak. Yang jelas besok malam saya akan bawa mama dan papa untuk datang ke rumahmu. Saya akan melamar kamu secara resmi dan kita akan menikah satu bulan dari sekarang." Gea sampai mengerjabkan matanya berulang kali masih kebingungan. Lalu Gery kembali berucap, "Kamu tidak perlu menjawabnya karena saya tidak membutuhkan jawaban kamu. Sekarang kamu boleh kembali ke ruang kerjamu." Sampai di sini, Gea seperti orang linglung yang kesulitan mencerna semua perkataan Gery Ganesha. Apakah itu semua benar dia akan dilamar pria itu? Gea tak berkata apa-apa saking terkejut dan bingungnya, beranjak bangun dari duduknya. Masih dengan kebisuan sampai dia hampir menyentuh pintu ruang kerja Gery Ganesha. "Gea!" Panggilan Gery, menolehkan kepala Gea. "Jangan mengobrol sama Gavin. Tidak perlu juga kamu menyapa dia karena saya tidak suka melihatnya." Gea hanya geleng-gelengkan kepalanya. Kenapa juga dia harus berurusan dengan lelaki aneh seperti dia. "Dasar lelaki aneh tukang paksa," gerutu Gea keluar dari ruangan Gery dengan sedikit bantingan pada pintunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD