happy reading dears
*
Inez menatap dengan tatapan khawatir pada wajah Isani yang terlihat meringis sakit saat ini.
Membuat jantung Inez dalam sekejap berdebar dengan laju yang sangat kencang di dalam sana. Inez takut Isani kenapa-napa.
"Isani... apa kamu sakit?"panggil dan tanya Inez lembut.
Isani tak menjawab, Wanita itu terlihat memeluk dan meremas-remas lembut perutnya. Membuat Inez semakin cemas melihatnya.
"Isani...."panggil Inez agak kuat.
Isani yang bahkan memejamkan kedua matanya, membuka kedua matanya perlahan. Tangannya mengibas sebagai tanda kalau dia tidak apa-apa. Tapi, untuk lebih meyakinkan, sembari menahan rasa seperti di tusuk pada lambungnya, Isani memberi tahu keadaannya pada Inez.
"Perutku sedikit sakit, dan aku nggak apa-apa, kamu tenang aja, Inez."Isani berkata dengan senyum penuh terimah kasih, merasa beruntung memiliki sosok sahabat seperti Inez.
Mendengar ucapan Isani, dalam sekejap Inez menunduk dalam, sial. Ini salahnya, dia mengajak Isani bertemu terlalu pagi.
"Pasti kamu belum sempat sarapan kan?"
"Iya. Bahkan sejak semalam aku belum makan..."jawab Isani jujur.
Isani tertawa kecil di tengah rasa sakit yang masih melanda perutnya saat ini, ingatannya tiba-tiba berputar pada kejadian tadi malam.
Setelah mendengar ucapannya? Suaminya? Ngambek! Marah! Wajahnya tak enak di lihat bahkan hingga pagi tadi di saat suaminya masuk dan keluar kamar mandi. Mereka juga pisah ranjang. Dia tidur dengan Noah sedangkan Teza? Isani tidak tahu dan tidak mau tahu.
Bahkan suaminya tak sarapan di rumah, langsung ke kantor lebih cepat 1 jam. Membuat Isani bisa dengan mudah datang menemui Inez saat ini.
Tapi, karena Inez menyuruhnya buru-buru membuat Isani tak sempat mengisi perutnya sedikitpun.
Pun dengan suaminya, nasi, lauk pauk terlihat utuh di meja, artinya suaminya melewatkan makan malamnya juga semalam, melewatkan sarapan pagi juga, dan Isani tidak peduli. Bisa jadi, setelah percintaan hebatnya dengan Vania, kedua orang itu sudah makan sejak sore dan masih kenyang.
Dan ambyar sudah niatan Isani yang ingin baik-baikin suaminya. Dia tak mampu menahan mulut dan keinginan hatinya, tentang siapa yang akan suaminya selamatkan terlebih dahulu antara dirinya dengan Vania.
Tapi, tidak. Harusnya Isani juga tak terlalu marah. Jawabannya yang semalam adalah jawaban jujur, Isani lebih memilih anaknya. Dan Isani lupa. Tapi, wajar Isani sakit hati dan marah kan? Andai suaminya mengatakan akan lebih memilih anaknya, Isani tidak akan sesakit tadi malam bahkan saat ini, Isani malah akan senang.
"Maaf, ya aku terlalu pagi ngajakin kamu bertemu."sebut Inez sembari mengangkat kepalanya, menatap Isani yang menggeleng sebentar, lalu Inez menatap kearah tas yang ada di depannya di atas meja.
Inez terlihat mencari-cari sesuatu.
"Nggak apa-apa, sakitnya sudah hilang, pasti ada hal penting kan yang mau kamu kasih tahu? Atau apa yang aku inginkan sudah kamu dapatkan?"
Inez tersenyum penuh arti bahkan Inez juga mengenyirai saat ini, membuat jantung Isani berdebar sangat kuat saat ini melihatnya. Isani sudah mengenal Inez lama. Dan Isani sangat paham betul apa arti dari senyuman dan tatapan mengerikkan Inez saat ini.
"Kamu benar. Aku sudah menemukannya "jawab Inez girang sembari mengulurkan sebuah botol ukuran 110 mili pada Isani.
Isani menerima botol itu cepat, lalu memeluknya di depan d**a, dengan perasaan membuncah bahagia.
Noah... kamu akan jadi satu-satunya anak papamu sampai reaksi obat ajaib ini habis anakku, jerit hati kecil Isani bahagia.
Bahkan kedua mata Isani dalam sekejap berkaca-kaca dan Isani menatap penuh terimah kasih pada Inez.
Inez yang wajahnya tak kalah senang dari dirinya.
"Segera lakukan aksimu, masukan 3 tetes, kamu kasih 2 kali sehari selama 3 hari dalam makanan atau minumanmya. Bisa di pagi hari dan malam hari, selamat bekerja, mama Noah. Obat ajaib itu memilki reaksi selama 15 tahun, tapi apabila ingin sembuh, ingin memiliki anak lagi, Teza harus mendapat ramuan dari orang yang sama, berdoa saja, semoga mbah yang buat obat itu, nggak keburu mati melihat umurnya yang sudah uzur."
*****
Di saat Teza yang wajahnya sangat datar dan dingin, baru menundudukkan dirinya di atas kursi kebesarannya.
Ponselnya tiba-tiba bergetar dalam saku jasnya. Tubuh Teza tegang, dan jantung Teza rasanya ingin meledak di dalam sana.
Tapi, dua detik kemudian, Teza mengerinyai sinis. Matanya yang redup, dalam sekejap memancarkan sinar semangat yang besar.
Yang menelpon dan mengirim pesan barusan, pasti... adalah istrinya. Dan Teza akan langsung memaafkan istrinya. Pasti istrinya akan meminta maaf saat ini. Da Kalau di pikir-pikir, dia nggak boleh terlalu semarah ini, untung dia bisa mengontrol amarahnya semalam, bisa mengontrol tangannya yang hampir melakukan kekerasan pada istrinya.
Istrinya yang memilih anak mereka dan untung bukan memilih lelaki lain.
"Segera angkat panggilannya, Za."desis teza geram, tak sabar.
Lalu Teza mengambil ponselnya, panggilan sudah berakhir. Dan Teza tak akan malu apalagi gengsi untuk menghubungi ulang istri tercintanya. Tapi, sebelum menghubungi, Teza ingin melihat isi pesan istrinya.
Semanis apa istrinya membujuk dirinya. Itu yang ingin Teza lihat.
Teza... tersenyum-senyum, tapi senyum Teza lenyap di saat teza melihat... sial. Bukan istrinya yang mengirim pesan tapi, Vania
Lebih tepatnya, sebuah foto Vania dengan pertanyaan menggoda...
Mas, apa aku seksi pake gaun ini? Emot bibir merah.
Lalu pesan 1 lagi, masuk ke dalam ponsel Teza dari Vania.
Mas, aku mau ke kantormu, ya...
Membaca pesan terakhir Vania. Mata Teza melotot dan membelalak. Teza kelimpungan.
Teza mengusap keningnya yang dalam sekejap bercucuran keringat.
Vania tidak boleh datang dulu atau vania akan jadi sasaran amarahnya yang belum dia luapkan sedikitpun pada siapapun!
Teza membalas cepat pesan, Vania.
*Sangat seksi, Nia. Menggoda* dengan emot emojii yang ada love di mata
Vania memekik dan meloncat kegirangan mendapat balasan manis dari suami orang yang dia gilai bahkan sejak dia belum mens.
*jangan datang dulu hari ini, aku banyak kerja di luar*
Pesan dari Teza masuk lagi, vania membacanya cepat-cepat, dan wajah vania dalam sekejap cemburut.
"Sialan. Aku.... lebih penting pekerjaannya."maki dan rutuk Vania amat kesal.
Tapi, senyum kembali muncul di bibir Vania di saat Vania ingat... selama ini, dengan manisnya sahabat masa kecilnya, lebih memprioritaskan dirinya di banding anak istrinya di rumah...
Sungguh, Vania merasa bangga akan hal ini.
"Dan sebisa mungkin, aku akan buat kalian berdua segera bercerai, Isani. Agar apa yang harusnya jadi milikku akan segera kembali ke tanganku dan jadi milikku lagi."janji Vania dengan senyum iblisnya.
tbc