Rhea dan Nicko masih saling tatap di atas balkon gedung kuliah fakultas arsitektur. Deburan angin menerpa keduanya. Seolah mereka kembali ke masa saat mereka masih menjadi mahasiswa waktu itu.
Beberapa tahun lalu, juga seperti ini. Di posisi yang sama. Saat sebelum Rhea menyatakan perasaan pada Nicko. Seolah terulang kembali di hari ini.
"Apa mungkin, dia juga sengaja ke sini untuk mengingat kejadian waktu itu? Pertanda baiklah ini?" gumam Rhea dalam hati.
Kepala Rhea mendadak menjadi penuh. Tiba-tiba, terdapat gemuruh-gemuruh kecil di dalam dad*nya. Menandakan bahwa hatinya sedang tidak tenang. Apa yang ia rasakan, tidak bisa dijelaskan dengan mudah.
"Rhe? Kamu juga ke sini?" tanya Nicko memecah hening di antara mereka. Membuat Rhea terkesiap dan melebarkan kedua matanya. Menyadarkannya kalau ini bukan waktu mereka menjadi mahasiswa.
"Hm?!" tanggap Rhea mencoba mengontrol hatinya.
"Kenapa kamu diam melamun di sana?!"
"A ... Aku," Rhea terdiam juga. Bingung dengan apa yang ingin ia katakan.
"Apa kamu juga ingin melihat tata letak denah dari sini?" tanya Nicko lagi.
"Hah?" Rhea langsung bingung mendengar pertanyaan Nicko untuknya. Ia menautkan kedua alisnya. "Melihat denah?" ulang Rhea.
"Tadi, pak Krisna menyuruhku untuk melihat denah fakultas teknik sipil. Dari balkon sini, bisa terlihat lebih jelas. Lihatlah!" ujar Nicko yang kemudian menunjuk ke sebuah titik. Rhea berjalan mendekat untuk melihatnya. "Kelihatan kan?" tanya Nicko lagi.
Memang benar. Dari situ, fakultas teknik sipil bisa terlihat. Di sana, Rhea juga dapat melihat lebih jelas sudut tampak bangunan yang baru mereka kerjakan. Rhea lalu menoleh ke arah Nicko.
"Apa, kamu ke sini hanya untuk melihat itu?" tanya Rhea.
"Ya!" ucap Nicko cepat. "Kamu pikir, kenapa aku ke sini? Bukankah kamu tadi juga tahu kalau pak Krisna menelfonku?" lanjutnya balik bertanya.
"Ngomong-ngomong, apa kamu tidak ingat sesuatu di sini? Di balkon sini?" tanya Rhea.
"Sesuatu? Sesuatu apa?" Nicko justru balik bertanya.
Rhea tercekat mendengar ungkapan Nicko. Ia melihat ke arah Nicko dengan heran. Nicko pun membalas tatapannya dengan ekspresi bingung.
Rhea lalu mengalihkan pandangannya dari Nicko. Ia tersenyum getir dan menundukkan kepala sebentar. Seharusnya ia tahu akan jadi seperti ini.
"Rhe? Kenapa kamu malah diam? Memangnya di sini pernah ada apa? Apa terjadi sesuatu yang menegangkan?" tanya Nicko. Rhea segera mengangkat kepala dan melihat Nicko.
"Di sini, pernah terjadi hal yang seharusnya tidak pernah terjadi. Sayang sekali aku juga ada di sini untuk melihatnya," jawab Rhea yang mendadak berubah menjadi dingin.
"Apa maksudmu?" tanya Nicko bingung.
"Ini sudah sangat sore. Kita juga harus segera kembali ke kantor," ujar Rhea melihat jam tangannya.
Tanpa menunggu balasan dari Nicko, Rhea segera berbalik dari Nicko. Rhea berjalan menjauhi Nicko dengan sangat-sangat kecewa. Seharusnya, ia tidak pernah berharap apapun pada Nicko.
Nicko melihat Rhea berjalan menjauh darinya. Ia hanya diam melihat Rhea yang masuk dan menghilang di balik pintu, untuk turun dari sana. Setelah Rhea sudah tidak terlihat lagi, Nicko kembali berbalik saat sebelum Rhea datang.
"Aku, menyukai kak Nicko."
Dalam ingatannya, terdengar suara Rhea yang pelan, tapi sangat jelas. Saat itu, ia ingat betul Rhea yang masih lugu, sedang berdiri menghadapnya dengan setengah gemetar. Tapi Nicko benar-benar bisa melihat ketulusan Rhea.
Setelah Rhea mengungkapkan perasaannya, Rhea langsung saja masuk ke dalam pelukan Nicko. Nicko tahu, Rhea sangat baik hati. Ia pun akhirnya membalas pelukan Rhea.
***
Rhea dan Nicko menuju perjalanan pulang. Dari tadi, mereka berdua hanya diam. Sama sekali tidak berbicara satu sama lain.
"Kita sudah mengerjakan proyek di luar. Aku rasa, kita tidak perlu kembali ke kantor. Lagi pula, ini sudah malam. Aku akan langsung mengantarmu pulang," kata Nicko mencoba membuka percakapan.
Rhea hanya terdiam. Ia menatap ke arah jendela luar dengan pandangan kosong. Nicko pun menengok ke arah Rhea. Bertanya-tanya, kenapa Rhea tidak menjawab dan memberi respon padanya.
"Rhe? Apa kamu mendengarku?" tanya Nicko.
"Aku tidak tuli. Tentu saja aku mendengarmu," balas Rhea dengan nada dingin. Membuat Nicko semakin heran.
"Kenapa kamu diam saja?"
"Apa yang harus aku katakan? Kamu menyuruh untuk langsung pulang. Aku bisa apa?" ujar Rhea dengan nada datar.
Rhea bahkan berbicara tanpa melihat ke arah Nicko. Membuat Nicko semakin aneh melihat Rhea yang tanpa ekspresi itu.
"Apa, ada barang penting yang kamu tinggal di kantor?"
"Tidak." Lagi-lagi, Rhea menjawabnya dengan singkat. Rhea terus menatap ke arah jendela tanpa melihat Nicko.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita mengobrol sedikit?" tanya Nicko lagi. Rhea masih pada posisinya. Menghadap jendela dan tidak memberi respon. Nicko lalu semakin berpikir.
"Kita pernah menjalin hubungan cukup lama. Seharusnya kamu tahu, apa yang aku suka dan tidak. Jangan memberikan makanan manis padaku," kata Nicko. Membuat Rhea langsung menoleh ke arahnya.
"Aku tidak memberikan makanan manis padamu!" sanggah Rhea cepat.
"Maksudku, untuk selanjutnya. Jangan lakukan itu," kata Nicko lagi. "Juga, jangan memasak daging ayam terlalu matang. Dan jangan menambahkan kecap terlalu banyak," kata Nicko yang juga memberi ekspresi datar.
Namun, Rhea kembali tidak membalas kalimat Nicko. Ia membuka jendela kaca mobil, melihat ke arah pemandangan luar yang bergerak. Nicko kembali mengajaknya berbicara.
"Jangan lupa. Besok pagi langsung berikan bahan dokumentasi itu padaku," kata Nicko. Rhea masih hening tidak menjawab.
"Rhe? Kamu tidak sedang melamun kan? Kamu mendengarku?" tanya Nicko lagi.
"Hm ...," jawab Rhea. Membuat Nicko penasaran dan ingin bertanya atas sikap Rhea itu.
"Ada apa denganmu? Sepertinya ...."
"Maaf, bisakah kamu diam sebentar?" potong Rhea. "Aku tahu apa yang harus aku kerjakan besok. Lagi pula, seperti katamu jam kerja juga sudah berakhir. Jadi, tolong fokus menyetir saja," kata Rhea dengan nada dingin.
Nicko melihat ke arah Rhea lagi. Rhea masih melihat ke arah luar. Entah, apa yang ada di kepalanya saat ini? Nicko tidak bisa menebaknya sama sekali.
Sekian menit kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Rhea. Nicko menghentikan mobilnya. Rhea pun melepas sabuk pengamannya.
"Terima kasih sudah mengantarku," kata Rhea. Ia sedang berterima kasih, tapi dengan nada dingin.
"Sama-sama," jawab Nicko. Rhea lalu membuka pintu mobil. Sebelum ia turun dari mobil, ia menoleh ke arah Nicko sebentar. Nicko pun melihat Rhea.
"Sepertinya, selain pekerjaan tidak ada lagi hal penting yang kamu pikirkan ya?" ungkap Rhea. "Jangan khawatir soal makanan. Aku pastikan, tidak akan memberi atau memasak untukmu lagi," lanjutnya.
Rhea lalu turun dari mobil tanpa menunggu balasan Nicko. Ia kemudian menutup kembali pintu mobil. Ia berjalan menuju rumahnya. Nicko terus melihat Rhea, sampai ia menghilang dibalik pintu gerbang rumahnya.
Mendadak, ada sesuatu yang mengganjal di hati Nicko. Ia masih belum bisa menjelaskan apa itu? Nicko lalu hanya bisa menghela nafasnya, dan kembali melajukan mobilnya.