Bab 13

2052 Words
Efek kekuatan itu bukan hanya membayarkan keselamatan orang lain, tapi juga nyawa kalian sendiri! Kata-kata yang diucapkan Tuan Callisto saat di kamar Thea tadi terus terngiang di telinga Freysia. Sebegitu berbahayakah kekuatan itu untuk semua orang sehingga disebut kekuatan terlarang? Lalu, untuk apa mereka memilikinya kalau tidak bisa digunakan? Freysia menarik napas dalam-dalam, menyimpannya beberapa detik di paru-paru sebelum mengembuskan dengan kuat. Dia masih belum paham dengan kekuatan itu, apakah dia juga memilikinya atau tidak. Seandainya dia juga memiliki kekuatan mengerikan seperti Thea, apa yang harus dia lakukan agar kekuatan itu tidak menyakiti orang lain di sekitarnya? Freysia mengembuskan napas melalui mulut dengan keras, sepertinya dia perlu bantuan seseorang yang lebih tahu mengenai kekuatan itu. Langkah kakinya membawa Freysia menemui Emilia di ruangan pribadi perempuan itu. Saat itu Emilia sedang membuat racikan obat. Emilia selain mengobati orang sakit dengan kekuatan sihirnya, dia juga memberikan obat-obatan yang bisa dikonsumsi. "Jadi, kau ingin tahu apa kau juga memiliki kekuatan itu juga atau tidak?" tanya Emilia beberapa saat setelah Freysia bertanya. Freysia tidak bersuara, dia hanya mengangguk. Emilia menghentikan kegiatannya sebelumnya, menghela napas, dan tersenyum. Menghampiri Freysia yang berdiri tak jauh dari posisinya semula. "Hanya orang-orang terpilih saja yang memiliki kekuatan itu." Tubuh yang tadi terlihat kuyu sekarang berdiri tegak. Senyum menghiasi wajah cantik Freysia. Kata-kata Emilia membuatnya merasa kembali merasa bersemangat. "Dan, kalian berlima termasuk dari orang-orang terpilih itu." Senyum Freysia langsung surut mendengar kalimat itu. Dia dan teman-temannya termasuk orang-orang yang terpilih. Itu artinya dia juga memiliki kekuatan mengerikan seperti milik Thea. "Kekuatan itu yang telah menewaskan Putri Emery." Mata biru Freysia melebar. "Apa?" tanyanya tanpa sadar. "Cahaya angkasa adalah kekuatan sihir terbesar di Ameris. Tidak ada yang memiliki kekuatan itu sebelumnya." Astaga! Benarkah itu? Tapi, tunggu dulu, apa maksud Emilia berkata seperti itu? Apakah secara tak langsung Emilia mengatakan kalau dia yang sudah membunuh Putri Emery? "Tidak ada yang dapat menandingi Cahaya Angkasa kecuali ...." Emilia menghentikan perkataannya. Berbalik menatap Freysia yang menundukkan kepala dengan kedua tangan saling meremas. Emilia tersenyum,.menepuk bahu gadis itu. "Kecuali Tsunami Bulan milik Antares." Freysia mengangkat kepala dengan cepat. "Tsunami Bulan?" ulangnya. Emilia mengangguk. "Kedua kekuatan itu adalah kekuatan sihir terbesar. Tidak ada yang dapat mengalahkan, bahkan guru sihir seperti Tuan Callisto pun tidak bisa mengalahkannya karena Tuan Callisto tidak memiliki kekuatan sihir pembanding." "Kekuatan sihir pembanding?" ulang Freysia dengan alis bertaut. Sungguh, dia kurang memahami apa yang dikatakan Emilia. Tentang kelautan sihir ini, semua masih membingungkan baginya, sama seperti saat dia dan keempat temannya baru tiba dan baru diberi kekuatan sihir oleh Tuan Callisto dulu. "Kekuatan sihir pembanding adalah kelautan sihir yang dapat menandingi kekuatan yang dimaksud." Emilia menjelaskan dengan sabar. Dia mengerti apa yang dirasakan gadis di depannya ini. Freysia pasti masih belum bisa menerima kekuatan yang dimilikinya. Tidak mudah menerima setelah mengetahui kalau dirimu memiliki kekutan penghancur yang sudah menewaskan penyangga sebuah planet. "Sampai saat ini Tuan Callisto belum menemukan kekutan sihir lain yang dapat menandingi Cahaya Angkasa dan Tsunami Bulan." "Apakah itu berbahaya?" tanya Freysia dengan suara bergetar. Sungguh, dia sangat takut sekarang. Dia takut kalau suatu saat kehilangan kendali diri dan melepaskan kekutan yang masih belum bisa diatasinya. Apa yang akan terjadi pada Ameris kalau kelautan itu terlepas dari dirinya? Dia tidak akan mungkin bisa berdamai lagi dengan perasaan bersalah yang dirasakannya. "Maksudmu kalau kedua kekuatan sihir itu disatukan?" Emilia balas bertanya. Dia tahu dengan pertanyaan Freysia, tidak tahu harus menjawab apa. Freysia mengangguk cepat. "Entahlah, aku juga tidak tahu." Emilia mengangkat bahu. "Belum.permah ada yang memiliki Cahaya Angkasa sebelumnya. Kurasa kau satu-satunya, sama seperti Tsunami Bulan, hanya satu-satunya." Freysia menggeleng pelan beberapa kali. Dia benar-benar ketakutan sekarang. Bayang-bayang Cahaya Angkasa kembali terlepas dari dirinya menari-nari di benaknya. Kehancuran Ameris seolah dapat dilihatnya. "Emilia, ba-bagaimana caranya aku bisa mengendalikan kekuatan itu?" tanya Freysia gugup. "Apakah aku harus belajar dulu atau ada cara lain yang bisa kulakukan?" "Jangan gugup seperti ini." Emilia tertawa pelan, mengusap bahu Freysia. "Kau akan baik-baik saja dengan kekuatan sihir itu. Cahaya Angkasa tidak berbahaya kalau kau bisa mengendalikannya." Freysia meneguk ludah kasar. "Ajari aku untuk bisa mengendalikan kekuatanku, Emilia. Aku mohon!" pintanya. Emilia menggeleng. "Maafkan, Fre, tapi aku tidak bisa," ucapnya penuh penyesalan. "Aku tidak memiliki kekuatan sehebat itu, aku hanya memiliki kekuatan penyembuh." Freysia menundukkan kepala, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. "Mungkin kau bisa meminta bantuan Antares untuk mengajarimu," usul Emilia hati-hati. Dia tahu antara Antares dan lima gadis yang bukan berasal dari dunia mereka memiliki hubungan yang tidak baik, bahkan bisa dibilang sangat buruk. Antares menyimpan dendam kepada kelimanya atas kematian Ades. Freysia mengerjap. "Antares?" tanyanya kacau. Entahlah, dia tidak yakin akan hal itu. Mungkin Antares mau mengajarinya, mungkin juga tidak. Namun, mengingat apa yang dikatakannya tadi malam, juga semua ingatannya yang sudah kembali tentang pria itu, dia yakin Antares pasti akan mau. Hanya saja dia merasa tidak enak pada teman-temannya karena Antares pasti tidak akan mau membantu mereka. Emilia mengangguk. Freysia menggeleng. "Entahlah, Emilia," sahutnya. "Aku tidak yakin Antares mau membantu kami." Freysia menarik napas panjang. "Kau tahu sendiri bagaimana sikap Antares pada kami, kurasa ia pasti menolaknya." "Mungkin juga." Emilia mengangguk-anggukkan kepalanya pelan beberapa kali. "Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan? Siapa tahu Antares tengah berbaik hati." Senyum manis menghiasi bibirnya. "Apa menurutmu seperti itu?" tanya Freysia meminta pendapat sekali lagi. Emilia mengangguk lagi. "Coba saja!" sarannya. "Kau tidak akan tahu kalau tidak mencoba. Lagipula, Antares tidak akan menyerang kalian di kastil ini." "Eh?" "Antares sangat menghormati Putri Emery. Meski menolak pengangkatan dirinya sebagai panglima tertinggi, tapi Antares tak pernah mau melakukan apa pun yang akan merusak peninggalan Putri Emery. Apalagi kastil ini,.Antares tidak akan melukai siapa pun selama orang itu masih berada di dalam kastil." "Berarti, kalau kami berada di luar kastil, apakah Antares akan menyerang kami?" tanya Freysia khawatir. Rasa takut kembali menghinggapinya. Bukan takut Antares akan melukainya, melainkan takut kalau pria itu melukai teman-temannya. Emilia mengangkat bahu lagi. "Entahlah, Fre, aku tidak tahu," jawabnya sambil menggelengkan kepala. "Aku berharap Antares hanya bercanda dengan apa yang dikatakannya tentang kalian." Iya, Freysia juga berharap demikian. Dia berharap Antares tidak serius, atau setidaknya pria itu menarik kata-katanya, dan mengatakan kalau semua hanyalah kebohongannya semata. "Aku tidak mengkhawatirkan diriku, Emilia. Aku khawatir akan keselamatan teman-temanku." Freysia menggigit bibir. "Aku tidak maslaah kalau Antares membalaskan dendamnya padaku, asal bukan pada Thea dan yang lainnya, mereka tidak bersalah. Yang bersalah adalah aku." Emilia menggeleng. "Kalian semua.tidak bersalah," ucapnya lembut. "Bukan hanya Putri Emery yang sudah mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, Ades juga demikian. Namun, Ades mengambil resiko itu untuk menyelamatkan cinta mereka." "Kenapa seorang pemimpin Ameris tidak bisa menikah atau memiliki kekasih, Emilia? Bukankah itu sesuatu yang lumrah?" tanya Freysia dengan alis berkerut. "Jatuh cinta itu tidak salah. Malah dengan jatuh cinta seseorang akan lebih merasakan bahagia." "Juga akan merasakan sedih." Freysia menatap Emilia dengan tatapan tidak mengerti. "Apa salahnya dengan perasaan itu?" tanyanya bingung. "Seseorang yang jatuh cinta akan merasakan berbagai macam perasaan. Tidak akan fokus pada satu perasaan saja. Orang yang jatuh cinta akan merasa sedih, dan itu akan berakibat tidak baik bagi perkembagan dan keseimbangan planet. Beraneka macam perasaan itu tidak boleh ada di hati pemimpin Ameris Karen hanya akan mengganggu doa Sang Penyangga Utama." "Doa?" ulang Freysia tanpa sadar. Emilia kali ini mengangguk. "Yang menguatkan Ameris dan membuatnya bisa bertahan adalah doa penyangga utama yaitu pemimpin Ameris. Kalau doa itu terganggu maka kestabilan planet juga akan terganggu. Bencana alam akan terjadi di mana-mana. Pada akhirnya planet akan mengalami kehancuran secara perlahan." "Lalu, apa bedanya dengan Ameris tanpa doa penyangga utama?" tanya Freysia lagi. Dia masih belum paham dengan aturan yang melarang seseorang jatuh cinta. Sangat tidak masuk akal. "Apakah Ameris juga akan hancur seperti yang kau katakan tadi, Emilia?" "Kami tidak.akan membiarkan planet kami hancur, Fre," sahut Freysia. "Antares sedang mencari pengganti Putri Emery. Seorang gadis yang dulu pernah ditolongnya saat ia baru kembali." Deg! Seorang gadis? Entah kenapa Freysia tidak suka mendengarnya. Ada denyutan keras di hatinya yang menyebabkan nyeri. Tanpa sadar gadis itu meremas perisai di bagian d*da kirinya. "Kurasa sekarang Antares sedang keluar mencari gadis itu." Mata Freysia melebar sedetik. Antares pergi keluar hanya untuk mencari seorang gadis? Dadanya kembali berdenyut nyeri setiap kali memikirkan itu.. "Entahlah." Lagi-lagi Emilia mengangkat bahu. "Ia pria yang tidak bisa ditebak. Ia akan melakukan apa yang ingin dilakukannya." Freysia mengembuskan napas. Sepertinya percuma berlama-lama di ruangan pribadi Emilia, perempuan cantik berusia ratusan tahun itu bahan tidak dapat menolongnya. Mungkin lebih baik dia menemui Antares sekarang, siapa tahu pria itu mau menolongnya. "Baiklah, Emilia. Kurasa aku harus pergi sekarang." Freysia meringis. "Maaf sudah mengganggumu. Permisi!" Freysia keluar tanpa menunggu Emilia mengangguk. Dia melangkah cepat sambil terus berpikir tentang kata-kata emilia tadi. Kekuatannya yang menewaskan Putri Emery, tidak ada yang dapat menandingi kekuatannya. Apakah itu artinya kekuatannya lebih besar dari teman-temannya yang lain? Freysia tersadar karwna.suara petir yang terdengar sangat dekat dengan telinganya. Alis pirang itu berkerut, merasa asing dengan di mana dia berada sekarang. Apakah dia tersesat? Lagi? Astaga! Sepertinya dia memerlukan GPS agar selalu tetap di jalur yang benar, juga agar dia tidak tersesat lagi. Sebuah ruangan yang pintu dan dindingnya terbuat dari kaca secara keseluruhan menarik perhatiannya. Ke sana Freysia melangkahkan kaki, mengamati ruangan dari luar sebelum menggerakkan tangan untuk membuka pintu. Tak terkunci. Senyum manis menghiasi wajah cantik itu. Tidak apa, 'kan, dia masuk ke sini? Sungguh, dia penasaran dengan apa yang berada di ruangan ini. Tidak ada apa-apa di ruangan ini selain ... sebuah mahkota? Freysia mengerjap beberapa kali. Kenapa ada sebuah mahkota di tempat ini? Siapa yang meletakkannya? Bagaimana cara bisa mahkota itu di sana sementara tidak ada jalan untuk meletakkannya? Tidak mungkin, 'kan, sebuah mahkota bisa terbang dan mendarat di sana? Freysia berdecak kala mengingat sesuatu. Ini Ameris, dunia di mana segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Astaga, betapa bodoh dirinya sampai melupakan dirinya. Mahkota terbang? Mungkin saja, 'kan? Mahkota berwarna keperakan itu berada tepat di tengah-tengah ruangan ini. Terletak di sebuah pilar yang di kelilingi ... air? Benarkah itu air? Ataukah hanya sesuatu yang menyerupai air? Freysia mengangkat bahu, tidak terlalu penting menurutnya. Tidak sepenting mengetahui siapa pemilik mahkota dan untuk apa itu diletakkan di sana? Alis pirang Freysia bertaut, memikirkan segala macam kemungkinan yang bisa saja terjadi. Sekarang dia lupa dengan kenyataan dirinya yang tersesat dan mencari jalan untuk menuju kamarnya. Pikirannya dipenuhi oleh mahkota cantik itu. Bukan ingin mengambil, tetapi ingin tahu siapa pemilik mahkota karena pada dasarnya setiap manusia memiliki keingintahuan yang besar. Eh, mengambil? Mata biru Freysia melebar melihat bayangan hitam besar yang berbentuk sebuah tangan, atau mungkin itu sebuah tangan. Entahlah, dia tidak bisa memikirkannya. Bayangan tangan itu berusaha untuk mengambil mahkota, beberapa kali tapi tetap tidak bisa. Seolah mahkota itu tidak terjangkau atau tangan bayangan itu yang tidak bisa menyentuhnya. Freysia terpaku, bahkan tubuhnya tak bisa bergerak, dua terpukau. Geraman dari pemilik tangan menyadarkannya. Freysia berseru menegur pemilik bayangan. "Siapa itu?" tanya Freysia lantang. "Tunjukkan wujudmu!" pintanya bernada perintah. Bayangan tangan yang sejak tadi masih berusaha untuk mengambil mahkota sekarang berhenti. Bayangan itu menghilang, berganti bayangan sepasang mata berwarna kuning keemasan seperti mata seekor kucing dengan pupil memanjang. Persis mata seekor kucing. Freysia siaga, membalas tatapan lekat si pemilik mata dengan tatapan yang sama. "Hanya seorang gadis kecil rupanya, dan begitu berani mencoba melawanmu." Suara tawa menggema setelah kata-kata itu. Jenis suara tawa meremehkan yang sangat dibenci Freysia. Dia paling tidak suka diremehkan, apalagi sebelum diuji. Apa yang dilakukan pemilik mata mengingatkannya pada orang-orang yang meremehkan kemampuan bermain anggarnya. Bukan hanya teman-teman satu klub dan teman setim, tetapi juga para pelatih. Mereka menilainya hanya seorang gadis kaya yang manja, yang semua keinginannya harus dituruti. Padahal dirinya tidak seperti itu. Dia tidak manja, semua yang diinginkannya tidak harus terpenuhi, dia bahkan sudah terbiasa mandiri. Terbiasa ditinggalkan kedua orang tua berbisnis di luar negeri dan tinggal bersama pengasuh membuatnya tumbuh menjadi seorang gadis yang jauh dari kata manja. Dia selalu berusaha sendiri untuk mendapatkan keinginannya. Tekad kuat yang dimilikinya berhasil mengantarkannya menjadi juara di beberapa kejuaraan anggar antar sekolah, dan menjadikannya sebagai ketua klub sekaligus kapten tim anggar sekolah. Bangga? Tentu saja. Dia bisa memukul orang-orang yang mencibirnya dengan prestasi. Sebuah geraman dari pemilik mata membawa Freysia kembali pada keadaan dirinya yang sekarang. Si pemilik mata memekik kencang, menghancurkan seluruh kaca ruangan ini dan menghambur ke arahnya. Freysia menutupi wajah dan kepala menggunakan tangan dan lengannya. Namun, dia tak cukup kuat. Freysia terhempas ke belakang, membentur sebuah pilar sebelum tersungkur di lantai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD