Bab 1
"Aku sudah bilang, Bu. Aku bosan menemui lelaki yang Ibu kenalkan." desah Erina sambil menyesap teh buatan ibunya.
Seperti hari sebelumnya ibu Atika, ibunya Erina selalu mencoba mencarikan jodoh untuk anak semata wayangnya yang sudah melajang selama hampir dua tahun ini. Telah berbagai macam lelaki yang di kenalkan pada Erina namun tidak ada satu pun yang dapat menarik perhatian anaknya.
"Dari pada membuang-buang uang untuk melakukan hal yang sia-sia, lebih baik ibu jalan-jalan atau belanja baju baru." ujar Erina yang kini bangkit berdiri.
"Anak ini." ibu mencubit lengan atas Erina dengan gemas.
"Aww sakit Bu." Erina mengusap-usap lengan bekas cubitan ibunya sambil cemberut.
"Tidak ada salahnya kamu coba dulu." ibu mengulurkan tangan dan mengusap lengan Erina. "Ibu pilihkan tempat di dekat tempat kerja kamu. Jadi pulang kerja nanti kamu bisa langsung ketemu. Tapi jangan lupa dandan yang cantik."
Erina menatap wajah ibunya dengan sendu. "Bu.."
"Sudah sana siap-siap berangkat kerja. Nanti kamu terlambat." potong ibunya cepat.
Erina menghembuskan nafas dan bangkit berdiri. Tidak ada gunanya untuk berdebat kembali. Yang ibu inginkan hanya kebahagiaannya, jadi lebih baik di turuti saja kemauan ibunya.
"Tapi janji ini yang terakhir." Ibu mengangguk dan tersenyum lebar.
Erina berjalan menyusuri trotoar menuju tempat kerjanya. Usia yang sudah menginjak 27 tahun belum membuatnya ingin segera melangkah ke jenjang pernikahan. Ia masih tetap ingin menikmati masa lajangnya dan mungkin akan menghabiskan waktunya sendirian hingga tua.
Erina mendorong pintu kaca besar dan tersenyum ramah pada teman kerjanya yang sedang membersihkan meja. Beberapa orang pun menganggukan kepala dan menyapanya dengan ramah.
"Duh bu asisten manajer baru belum ngasih traktir nih." ujar seorang wanita dari arah belakang Erina.
Seketika ia langsung membalikan badannya dan tersenyum lebar melihat Rika, teman terdekatnya sekaligus manajer di restoran ini.
"Traktirnya nanti kalo aku udah jadi istri direktur perusahaan besar." sahut Erina sambil menggandeng lengan Rika. "Yang ada juga aku minta di traktir sama temen yang ehem baru jadian." goda Erina.
Rika menyunggingkan senyuman lebar, terlihat jelas dari wajahnya yang sangat bahagia karena akhirnya telah berhasil berpacaran dengan Doni, teman kuliahnya dulu yang sangat di kaguminya. Hampir tiga bulan mereka pendekatan dan baru kemarin akhirnya mereka resmi berpacaran.
"Aku bayar makan siang, kamu bayar makan malam, deal?" tawar Rika.
Erina mengangkat bahu dan berkata. "Ide yang bagus."
Mereka berdua bercerita sambil tertawa, dan berjalan ke arah ruang kerja mereka yang kebetulan satu ruangan.
Hari ini restoran cukup ramai sampai membuat Erina dan Rika tidak jadi makan bersama. Mereka harus bergantian menjaga kondisi restoran agar tetap berjalan dengan baik dan tidak ada masalah.
Restoran yang memiliki gaya klasik ini di d******i oleh warna coklat tua dan coklat muda untuk warna ruangannya. Sedangkan untuk ruang VIP di d******i warna hitam dan putih.
Restoran yang baru beroperasi sekitar lima tahun ini cukup di minati kaum muda dan dewasa. Selain karena tempatnya yang nyaman, harga makanannya pun relatif tidak terlalu mahal.
Erina menghela nafas lalu melirik ke arah pintu ruangannya yang kini telah tertutup. Pandangannya pun beralih ketika mendengar suara pecahan benda yang sangat kencang.
Sani, pelayan wanita yang sepertinya menjatuhkan piring sedang meminta maaf pada pria paruh baya. Erina langsung menghampiri karena pria tersebut terlihat akan marah besar.
"Mohon maaf pak atas ketidaknyamanannya." ucap Erina ketika telah sampai di hadapan pria tersebut.
Wajah pria itu terlihat tidak ramah dengan kedua alis lebat yang terangkat dan juga mata yang melotot seperti mau keluar dari tempatnya. Erina melirik sekilas seorang pria yang usianya jauh lebih muda yang duduk bersama dengan pria paruh baya sedang menahan senyum.
Erina memberi isyarat pada Sani untuk segera membersihkan pecahan piring yang berserakan di lantai. Sani mengangguk kecil lalu berjongkok dan mulai memunguti pecahan piring.
"Mana manajernya? Saya ingin bertemu langsung." bentak pria tersebut.
"Maaf pak, manajernya sedang tidak ada di tempat. Saya asisten manajer disini." kata Erina sopan.
"Oh kebetulan. Saya mau protes, lihat sepatu saya jadi kotor karena kecerobohan pelayan ini." pria paruh baya itu berkacak pinggang sambil menunjukan sepatu warna hitam yang sangat mengkilat kini telah kotor karena saus.
Bukan sekali dua kali Erina bertemu dengan orang seperti ini. Pengalaman kerja selama tiga tahun di restoran ini membuatnya mampu mengetahui niat baik dan buruk seorang pengunjung.
Puluhan kali ia melihat kejadian seperti sekarang dan kebanyakan pasti akan memanfaatkan kesempatan dengan meminta ganti makanan mahal atau meminta makanannya secara gratis.
"Saya mau minta ganti rugi, makanan saya belum sampai di atas meja malah sudah berserakan di lantai."
Erina tersenyum dalam hati karena dugaannya benar.
"Baik pak. Kalo begitu tunggu sebentar, kami akan siapkan kembali pesanannya." Erina tersenyum ramah.
Sani yang sudah membereskan pecahan piring lalu mengekor di belakang Erina yang berjalan ke arah ruangan kantornya sambil menggerutu.
"Bu saya minta maaf. Tadi bener bukan kesalahan saya. Pas tadi nganter makanan ke meja bapak itu saya kaya kesandung sesuatu. Tapi waktu saya liat nggak ada apa-apa di lantai." jelas Sani.
"Kita liat di CCTV." sahut Erina lalu berjalan ke arah kursinya.
Sani berdiri di samping Erina sambil memperhatikan atasannya yang kini sedang melihat rekaman ulang CCTV di komputernya.
Erina tersenyum puas. "Bapak ini duduk tepat di dekat CCTV jadi kita bisa melihat dengan jelas."
Sani mencondongkan badannya ke depan agar bisa melihat dengan jelas.
Dalam rekaman CCTV menunjukan bahwa pria yang duduk bersama pria paruh baya memang sengaja membuat Sani terjatuh. Ketika Sani sudah dekat di meja, pria tersebut sengaja mengeluarkan kakinya dari dalam meja untuk membuat Sani terjatuh.
Erina tersenyum samar. "Bapak ini sengaja membuat kamu terjatuh."
Sani menganggukan kepala dengan semangat. "Tuhkan, bu."
"Mari kita eksekusi." Erina bangkit berdiri dan bersiap berjalan keluar ruangannya. Namun Sani menahan lengan Erina. "kenapa?"
"Ibu nggak takut? Bapak tadi terlihat galak lho." kata Sani mengingatkan. "apa kita kasih ganti rugi aja?"
Erina menarik lengannya sambil tersenyum menatap bawahannya yang terlihat ragu. "Kamu mau gaji kamu di potong buat ganti rugi?"
Mata Sani terbelalak lalu menggeleng dengan cepat.
"Kalo kamu ngga mau. Ya kita harus bilang ke bapak itu." sahut Erina. "Lagipula bapak itu sudah terlihat sering ingin membuat masalah di restoran ini. Jadi sekalian saja kita buat dia kapok."
"Tapi bu.."
"Udah kamu ngga usah khawatir." potong Erina.
Erina lalu memberi isyarat pada Sani untuk ikut menemui bapak yang telah mencari masalah di restoran. Sani hanya bisa mengangguk pasrah dan mengekor di belakang atasannya.
Ketika mereka berdua sampai di meja, pria paruh baya dan temannya terlihat sedang asyik berbincang.
Pria paruh baya langsung menatap Erina sambil menyilangkan tangan di depan d**a dengan angkuh.
"Jadi kalian sudah siap untuk ganti rugi?"
Erina tersenyum ramah. "Bapak bisa ikut dengan saya sebentar?" pria paruh baya mengendikkan bahu lalu berdiri.