16. Menikah

1618 Words
Anggun sudah menyiapkan berbagai jenis kue diatas meja, sedangkan suaminya nampak sibuk menata hidangan yang telah ia masak. Pasangan itu saling bahu membahu untuk memanjakan tamu yang datang. Siapa lagi jika bukan Reyea-adik mereka satu-satunya dan orang tua. sungguh, senang sekali akan berkumpul dengan keluarga karena beberapa tahun kebelakang mereka sangat sibuk mengurus pekerjaan yang sebenarnya tiada henti. "Sayang kamu ganti pakaian ya? Sebentar lagi Papa, Mama, dan Reyea pasti akan datang." terang Anggun, Tio suami penurut itu mengangguk dan tersenyum lalu mengecup sekilas bibir istrinya. Pria yang benar-benar manis dan menyayangi Anggun tanpa pengecualian. menerima segala kekurangan istrinya. Bahkan pria itu, masih selalu sabar dengan segala sikap cemburu Anggun, meski begitu Tio menganggap itu adalah bentuk rasa sayang. Anggun masih merapikan perintilan kecil yang menurutnya kurang rapi, untuk kali ini ia akan memberikan kesan yang baik dan juga jamuan untuk keluarga yang istimewa, momentum seperti ini akan sangat jarang terjadi dan Anggun ingin menghargai waktu tersebut. setelah merasa selesai, Ia menyusul suaminya untuk berganti pakaian. Tentu saja, mereka akan menyuguhkan sesuatu yang spesial mengingat Reyea dan kedua orang tuanya jarang sekali berkunjung kerumah mereka. Kapan lagi, bisa merasakan kumpul bersama keluarga. Apalagi kedua orang tua mereka sudah lansia dan ingin memiliki waktu bersama anak-anaknya. "Sayang.." Anggun memeluk suaminya dari belakang. Tio tersenyum hangat. Nampak pantulan mereka dari cermin yang begitu lebar dan luas. "Ada apa? Tiba-tiba manja begini?" "Emm.." Anggun masih menggantungkan ucapannya. Wanita itu kemudian menatap suaminya dengan tatapan penuh permintaan. Tio menangkap wajah istrinya. "ada apa?" tanyanya, melihat ekspresi wajah Anggun seolah menyembunyikan sesuatu. "Apa kamu nanti akan dekat-dekat dengan Reyea?" tanya wanita itu pelan, sontak saja pria itu tertawa mendengar pertanyaan konyol dari istrinya. "Kamu ini, lalu kenapa jika aku berdekatan dengan Reyea?" "Sungguh?" wajah Anggun nampak tak percaya, ia akan murung kali ini. Tio tersenyum dan menggeleng. "Kamu ini ada-ada saja, Tentu aku akan berdekatan dengan adikku, akan terasa tak mungkin jika aku menjauhi mereka." "Tapi kan?.." "Tapi karena masalalu itu?" tebak Tio, Anggun mengangguki. "Ya ampun sayang, aku sudah punya kamu. Semua yang kamu punya adalah hal istimewa bagiku, Reyea adalah adikku ibu dari anak-anak dan aku gak mungkin akan mengingat masalalu itu." terang Tio panjang lebar, untuk sesaat Anggun bisa percaya tapi.. ia masih ragu. "Kamu yakin bakalan cemburu dengan adik kandung kamu sendiri? Aku bahkan sudah mantap memilih kamu loh!" kata Tio, Anggun meringis. "Janji ya? Jangan buat aku cemburu atau marah." "Iya sayang." Tio mengusap rambut istrinya penuh sayang. Anggun memeluk suaminya, ia benar-benar masih memiliki rasa takut tersendiri apalagi mengingat masalalu antara Reyea dan suaminya, membuatnya tak tenang dan harus waspada. Bukan maksud, ia tak percaya dengan adiknya hanya saja ia takut jika suaminya lebih tertarik dengan wanita tersebut. Apalagi Reyea jauh lebih sempurna daripadanya, karena selama pernikahan ini ia sama sekali tak bisa memberikan Tio anak. "Sudah ya? Kita ganti pakaian, takut nanti mereka datang." Anggun mengangguk, mereka sudah membersihkan diri pagi tadi sekarang hanya tinggal berganti pakaian yang lebih rapi. Tak lama bel pintu berbunyi, tentu saja Tio sudah selesai dan akan membukakan pintu untuk mereka. "Aku buka pintu dulu ya?" pintanya, Anggun yang masih memakai lipstik di bibir mengangguk. Tio berjalan menyusuri rumahnya yang cukup luas, ia kemudian membuka pintu kayu yang di cat putih itu. Benar saja, ketiga orang itu sudah berdiri dihadapannya dengan senyuman yang mengembang. "Silahkan masuk.." titah Tio sebagai si pemilik rumah, mereka kemudian masuk kedalam, Reyea membantu Hanum untuk berjalan. "Rumah kalian selalu bersih ya nak Tio." kata Hanum, ketika melihat rumah anaknya lagi. Tio tersenyum "Begitulah Ma, setiap satu Minggu aku dan Anggun bersama-sama untuk membersihkan rumah." "Kalian memang pasangan yang luar biasa." kata Remus, Tio tersenyum. "Silahkan duduk dulu ya? Aku ingin memanggil Anggun, dia sedang berdandan dan ya, agak lama." Reyea dan Hanum tertawa. "Anak sulung Papa itu memang selalu ingin tampil menawan." "Sesuai namanya Ma." "Kamu benar." "Sebentar ya." kata Tio yang diangguki mereka. Reyea dan kedua orang tuanya duduk di sofa berwarna coklat muda, mata wanita itu tak berhenti memandangi figura yang dipajang di dinding. Menampilkan kebahagiaan mereka yang tak bisa dijelaskan. Jujur, melalui kisah Tio dan Anggun ia mendapatkan banyak pelajaran. Cinta mereka tak bersyarat, murni dan tulus. Tio dapat menerima segala kekurangan yang Kakaknya miliki, hidup mereka bisa tentram dan damai tanpa adanya buah hati. Berbeda dengan dirinya dulu, mertua memaksanya untuk memiliki anak, bahkan suaminya berpaling pun karena hal itu dan ketika ia sudah memiliki buah hati, Reyea justru ditinggal dan menjadi seorang janda. Meski begitu, ia tak ingin berlarut-larut. Baginya kehidupan harus selalu dijalani, meski terauma akan pernikahan masih menghantui dan terbukti sampai hampir enam belas tahun ini, ia sepi dan masih menjalani sesuatunya dengan seorang diri. Baginya, tak ada yang lebih nyaman seeprti ini, membesarkan anak seorang diri. "Hai!" seru Anggun tiba-tiba, wanita itu selalu cantik dengan menggunakan jumpsuit berwarna merah hati dengan aksen mutiara di bagian d**a. Polesan lipstik merah maroon juga menampilkan ketegasan diwajahnya. "Kamu ini ingin berkumpul keluarga atau menghadiri acara Anggun." tegur Remus, mereka tertawa dengan apa yang pria itu katakan. "Papa, ini fashion." Anggun merangkul Papanya, lalu mengecup pipinya sekilas. "Ya ampun, nanti lisptikmu menempel di pipi Papa." gerutu Remus bercanda, Anggun manyun seperti anak kecil. Pemilik rumah itu kemudian ikut bergabung duduk di sofa. "Kalian ingin minum apa? Ada banyak jenis minuman disini." "Em, terserah si pemilik rumah aja." terang Reyea, Anggun mengangguk dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan mereka minuman. "Bagaimana perkembangan restoran kamu Tio?" tanya Remus sudah mulai membahas masalah pekerjaan. "Selalu baik Pa, rencananya aku dan Anggun akan membuka outlet kecil-kecilan untuk menu cemilan." Reyea langsung tertarik. "Wah! Ide bagus itu Tio! Apalagi disini adalah tempat yang baik untuk berbisnis makanan." "Iya, tapi jangan lupakan jika tanah disini mahal." Reyea setuju. "Tapi, kita bisa membelinya sebagai investasi kan? Aku yakin, semakin lama harga tanah akan semakin mahal." "Itu tentu Reyea, Oh ya kalau bisnismu di Belanda bagaimana?" "Kamu tahu, bisnis dibelanda lah yang membuatku hidup makmur, ada lima cabang disana dan aku juga akan berencana menyewa rumah untuk membukanya. Untuk membeli tanah mungkin aku akan berpikir tiga kali." guyonnya "Kamu jangan merendah Reyea, aku ini tahu kalau kamu adalah wanita dengan uang banyak." Kedua orang tuanya mengangguk setuju. Sebagai orang tua ia bangga dengan apa yang Reyea lakukan, pencapaian itu sungguh luar biasa. Putri bungsunya itu meski single parents tapi tetap berusaha untuk menjadi orang sukses, perjuangannya untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa ia adalah orang yang berhasil tanpa campur tangan siapapun termasuk suami. Reyea hanya tersenyum. "Tuhan selalu memberikan kemudahan." "Pesan kami sebagai orang tua, agar kalian tidak pernah menyalahi aturan kehidupan. Cukup jalan di jalan yang benar dan lurus, pasti hidup kalian akan baik-baik saja. Biarkan saja orang lain curang, tapi kita jangan." kata Remus menasehati, anak-anaknya itu mengangguk dan tentu akan menjadikannya sebuah motivasi. Mengingat restoran Remus dan Hanum sampai detik ini masih berdiri dengan pelanggan yang semakin banyak dan tetap. Bukan hanya kualitas saja yang dibutuhkan, melainkan kejujuran dan kerja keras. "Sepertinya aku akan menyusul kak Anggun." kata Reyea, karena sejak tadi kakaknya itu belum muncul "Oke, tapi jangan berkelahi ya?" goda Mamanya, Reyea tertawa kecil. "Kita bukan anak kecil lagi Mama." mereka tertawa, Reyea pun berjalan menuju dapur. Dari kejauhan Reyea dapat melihat kakaknya yang sedang asik membuat jus. "Pantas lama sekali, ternyata kau membuat jus?" Anggun sempat terkejut, tapi ia lalu meringis. "Pikirku jus sehat, jadi aku buatkan saja. Ada apa?" "Aku ingin membantu kakak, kasihan sekali sudah cantik-cantik begini harus membuat minuman." guyon Reyea, kakaknya itu tersenyum dan mengusap kepala adiknya. "Baiklah kalau kamu ingin membantu, silahkan kupas buah naganya." "Siap!" Reyea mengupas buah naga itu, sedangkan Anggun sibuk menata gelas. "Oh ya Re, apa kamu sudah tahu?" "Tahu apa kak?" sesekali Reyea menoleh "Gio pernah datang membawa teman perempuannya kerumah, gadis itu cantik dan manis." terangnya, Reyea berhenti memotong buah naga itu. "Perempuan? Kenapa kakak tidak memberitahuku?" "Aku lupa karena aku terlalu sibuk, tapi kamu jangan khawatir. Aku melihat mereka hanya sebatas sahabat kok. Dan gadis itu sopan sekali." "Oh ya? Siapa namanya?" Reyea cukup senang jika seperti itu, setidaknya mereka tidak memiliki hubungan lebih daripada sekedar sahabat. Karena jujur, Reyea tak akan membiarkan anak-anaknya punya hubungan saat masih remaja itu akan merusak otak mereka. "Kalau aku tidak salah, Resya." "Ah, aku tahu! Mereka memang dekat, pertemanan mereka sudah lama." Anggun mengangguk. "Ya, aku sih tidak masalah tapi kita harus selalu mengawasi mereka." "Iya kamu benar kak. Ini sudah siap, apa harus aku tuangkan di mangkok ini?" "Iya tuang saja." terangnya, Reyea melakukan apa yang diperintahkan Anggun. "Reyea.." "Hmm?" wanita itu berjalan mendekati kakaknya. "Apa kamu senang dengan kehidupan mu?" "Senang, memangnya kenapa?" tanyanya "Tapi, aku tidak melihat kesenangan dalam sorot matamu. Sampai kapan Reyea? Sampai kapan kamu akan sendirian? Papa dan Mama sudah berumur." kata Anggun, sebagai seorang kakak, tentu saja ia khawatir dengan masa depan adiknya. Ia tahu jika Reyea membutuhkan semangat dari seorang pria, kasih sayang dan teman curhat. Matanya selalu menyiratkan kesedihan yang mendalam. Reyea terdiam, jujur tidak ada dalam pikirannya untuk memulai kisah kasih. Ia masih takut dengan lelaki yang akan mematikan semua harapan-harapannya. "Kamu tidak boleh seperti ini, di dunia tidak semua lelaki jahat dan juga tidak semua lelaki itu seperti Erick." wanita itu menghela napas. "I know. But, Wasn't Erick also a good person? And he changed just because of a woman." terangnya, Anggun terdiam "Jika kamu terus berpikir seperti itu, kamu tidak akan pernah dapat membuka hati kepada siapapun. Aku sebagai kakakmu sangat peduli dengan apa yang harus kamu miliki." "Tenanglah kak, aku merasa bahagia seperti ini meskipun harus menutup hatiku kepada siapapun." sebagai kakak ia tak bisa berbicara lebih, akhirnya Anggun hanya bisa menepuk pelan pundak adiknya mencoba memberi semangat. Sedangkan Reyea terdiam, jujur ia juga ingin memiliki keluarga yang bahagia tapi tidak ingin disakiti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD