Venus baru saja kembali setelah pulang dari kantor. Langkah terhenti ketika kakinya tidak sengaja menendang sebuah pakaian dalam wanita, bersamaan itu terdengar deritan ranjang samar-samar berasal dari kamar tidur, di mana pintu tidak tertutup.
Perlahan-lahan dirinya mendekat, penasaran melihat apa yang tengah terjadi di dalam kamar itu. Semakin dekat ia mendengar deru napas pria dan wanita terengah-engah, mereka tengah bercinta, menyatukan tubuh mereka, memadu kasih.
“Jansen?”
Venus menutup mulut, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihat di dalam kamar. Melihat dengan mata kepalanya sendiri sang suami tengah bercinta dengan sekretarisnya, Ellina. Wanita itu hanya bisa bersembunyi di balik dinding, sedang suara wanita yang tengah gembira terdengar di dalam sana.
“Puaskan aku, babe! Yes, seperti itu. Aku suka!”
Suara itu terdengar begitu memalukan bagi Venus terdengar menggema di kamarnya sendiri, ada rasa sesak di dasar hati menyaksikan perselingkuhan sang suami—tepat sehari sebelum ia dan suaminya merayakan tiga tahun pernikahan.
“Cepat pakai pakaianmu, sebentar lagi istriku akan segera kembali, aku akan mengantarkanmu pulang.” Terdengar suara serak seorang pria.
“Apa kau takut kita akan ketahuan? Tenang saja, dia tidak akan pulang cepat. Dia ‘kan selalu pulang terlambat. Lagi pula, kalian besok akan pergi berlibur. Kau tidak akan memiliki waktu untukku, jadi puaskan aku malam ini!” ujar Ellina dengan begitu manja bahkan kembali menggoda.
“Jadi ini yang kau lakukan, saat aku tidak ada di rumah? Kamu tega banget, Jansen!” Tidak tahan dengan suara desahan dari dalam kamar, Venus mendobrak membuka pintu dengan kasar. Pintu itu dibanting Venus sangat kencang sehingga menggetarkan dinding di sampingnya.
PRANG!
Sebuah vas bunga melayang di samping kamar tidur hampir mengenai dua orang yang tengah berada di atas ranjang. Kemudian giliran pajangan keramik berbentuk piringan itu ikut hancur.
Tatapan Venus begitu tajam, wajahnya memerah karena amarah. Belum lagi, dengan wanita yang berada di bawah sang suami tengah menutup wajahnya. Venus memilih keluar daripada melihat dua orang yang ada di dalam kamar itu.
Untuk melampiaskan amarahnya, Venus kembali menghancurkan barang-barang yang berada di luar kamar. Venus berbalik saat mendengar suara pintu yang baru saja dibuka. Jansen keluar dengan tatapan tajamnya dan wajah kesalnya saat melihat ruangan itu dipenuhi oleh pecahan kaca berserakan.
"Apa yang kamu lakukan, ha?" Jansen meraih pergelangan tangan Venus dan cencengkeramnya sangat kuat.
"Aku? Harusnya aku yang nanya, apa yang kau lakukan dengan wanita itu? Kau selingkuh di hari jadi pernikahan kita. Kau tahu itu? Ah, aku bahkan ragu sekarang jika kau ingat hari ini adalah anniversary pernikahan kita.”
Semuanya telah dikorbankan, ia rela bekerja keras untuk membantu suaminya untuk bisa mendirikan perusahaan, pulang larut malam, tapi yang ia dapatkan malah sebaliknya. Pria itu berselingkuh darinya.
“Aku tidak percaya kalian tega melakukannya.” Hati Venus benar-benar hancur setelah menyaksikan pengkhianatan Jansen dengan sahabatnya sendiri.
Wanita itu keluar dari kamar, sambil membungkus dirinya dengan selimut seakan tidak tahu malu memamerkan apa yang tengah dilakukan olehnya.
“Huh. Kau bahkan tidak tahu malu, ya, El,” ucap Venus sambil menatap sahabat sekaligus sekretaris suaminya.
“Ven, a-aku—“
“Jangan memasang wajah seperti itu di hadapanku. Kau membuatku jijik!”
Sorot tajam netra Venus yang berkaca- kaca menumbuhkan sejumput rasa bersalah di hati Jansen, namun perasaan itu segera dienyahkan Jansen saat mendengar Venus terus menjelek- jelekkan sekretarisnya.
"Sejak kapan kalian melakukan hal menjijikan ini di belakangku? Sejak kapan, huh?” Venus semakin geram ketika melihat Jansen hanya diam. Membisu. Tetapi malah balas menatapnya dengan sorot mata penuh judgement.
"Semua ini tak akan terjadi kalau kamu paham tentang peranmu sebagai istri jangan salahkan aku jika aku memutuskan untuk mencari kesenangan di luar. Seharusnya kamu berkaca di cermin dan sadar apa saja yang selama ini telah kamu lakukan untukku. Tak ada!"
"Jansen... Kenapa kau bicara seperti itu, huh? Memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku istri yang setia. Aku tak pernah bermain curang seperti yang kau lakukan ini. Kenapa kau tega padaku? Apa yang sudah diberikan wanita jalang itu padamu? Tubuhnya? Kalian sudah tidur berapa kali di belakangku, ha?"
PLAK
Satu tamparan keras itu membuat tubuh Venus lemas Inilah kali pertama suaminya melayangkan tamparan pada wajahnya sakit di pipinya memang terasa perih, tetapi akan hilang dalam beberapa saat Namun, satu tamparan itu telah memberikan luka yang sangat dalam pada hari Venus.
Jansen pun nampaknya kaget dengan perbuatannya sendiri. Tangan yang baru saja menorehkan rasa sakit itu kini gemetar.
"Babe, aku—“
"Cukup! Aku sudah muak dengan semua kebohonganmu. Pernikahan ini tak akan berjalan lancar jika ada satu pengkhianatan saja di dalamnya. Dan Kau sudah melakukannya. Aku tak bisa terima ini. Ayo kita bercerai!"
"Cerai?"
Wajah Jansen mulai panik saat Venus menyebutkan ancaman perceraian yang akan menjadi aib di keluarga besarnya itu. Orang tuanya pun tak akan mengizinkan perceraian itu terjadi. Pernikahan yang baru tiga tahun berjalan itu telah menjadi bibit kebahagiaan keluarga besarnya untuk memiliki keturunan dari Jansen dan Venus.
"Ya, aku minta cerai! Aku tak akan pernah mau memaafkan perbuatanmu ini. Aku tak peduli jika kau akan bersama dengan wanita itu."
"Kita bisa bicarakan lagi, Babe, lagipula aku tak akan selingkuh darimu jika kamu tak selalu mengurusi pekerjaanmu itu. Memangnya kamu pikir jika aku akan tahan terus merasa ditinggal sendirian di rumah? Kamu hampir setiap hari pulang malam lembur tetapi aku mulai curiga jika kamu mungkin punya simpanan di luar sana? Siapa? Atasanmu?”
PLAK! Tamparan itu kini bersarang di wajah Jansen. Semu merah terlihat samar di sebelah pipi Jansen.
“Beraninya kamu!"
Jansen mencengkeram tangan Venus dan mendorong tubuh Venus pada sofa yang berada di belakangnya Jansen mendekatkan wajahnya pada Venus. Sebelah tangannya menggamit dagu Venus sehingga kedua netra mereka saling bersitatap sinis.
"Kamu berani menamparku, ha? Apa itu caramu menjawab pertanyaanku tadi? Kamu bilang jika aku menusukmu dari belakang. Selingkuh darimu. Tapi, aku sendiri penasaran apa saja yang sudah kamu berikan pada atasanmu sehingga kamu bisa mendapatkan promosi dalam hitungan bulan saja? Katakan padaku! Apa yang sebenarnya kamu cari? Padahal kamu cukup diam di rumah dan mengurusi suamimu sendiri. Mungkin dengan begitu, aku tak akan bermain dengan wanita lain! Benar. Aku memilih wanita itu untuk membuatku senang daripada menunggu istri sendiri yang malah sibuk dengan pekerjaan kantornya siang dan malam."
Pengakuan suaminya itu sudah cukup bagi Venus. Ternyata, Jansen memang sengaja melakukan hal itu di belakangnya Venus yakin jika masalah pekerjaannya hanya dijadikan Jansen sebagai tameng saja
"Lepaskan aku!"
Venus menepis gamitan tangan Jansen dan mendorong pria itu mundur. Dia bangkit dan mengambil tas yang tergeletak di lantai.
"Terserah! Aku tak peduli jika kau bermain dengan berapa banyak wanita. Aku tak peduli lagi. Pengkhianatan ini sudah cukup membuktikan jika pernikahan kita memang tak akan bisa dipertahankan lagi. Aku akan bercerai darimu.”