Pagi ini, Charlotte tertimpa akibat dari perbuatannya, dia sampai akan diusir oleh ayahnya sendiri karena telah melukai ibunya, Ratu Camila. Gadis itu bahkan untuk pertama kalinya mengeluarkan tangisan di depan ayahnya untuk memohon pada beliau agar pengusiran itu dibatalkan, tapi sayangnya, William tidak mengabulkan permintaan putri bungsunya.
Raja William sengaja melakukan itu agar Charlotte mengubah kebiasaannya dalam menyiksa seseorang, kekejaman putri bungsunya lah yang membuat lelaki buncit itu tidak bergeming melihat gadis itu menangis dan memohon-mohon sekali pun, karena menurut William, si bungsu memang pantas dan harus diberikan hukuman.
Namun, kali ini William harus bisa mempertimbangkan lagi keputusannya karena tiba-tiba saja, keempat putrinya yang disuruh untuk mengemasi barang-barang Charlotte, alih-alih datang membawa tas besar, mereka malah kembali bersama Arga, si pirang bertanduk, tanpa membawa apa pun di genggamannya. Pemuda bertanduk itu juga membujuk William untuk membatalkan pengusiran tersebut, tapi yang membuat raja itu terkejut bukanlah bujukan dari Arga, melainkan jeritan memohon dari keempat kakak dari si bungsu, mereka berempat serentak menyuarakan protes bersama-sama agar William bisa lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan.
Alhasil, karena perasaannya telah tersentuh melihat perjuangan keempat kakak dalam melindungi seorang adik, William pun dengan tegas berkata,
"Aku bangga kalian bisa menyuarakan rasa tidak terima kalian atas hukuman yang akan menimpa Charlotte. Dengan senang hati, aku, Raja William, memaafkan perbuatan Charlotte."
Sungguh, Arga bahkan sampai mengepalkan tangannya lalu meninju udara karena gembira mendengar keputusan itu. Sementara Agnes, Laila, Victoria, dan Emilia tersenyum serentak, mereka senang karena usahanya tidak sia-sia, dan Charlotte langsung memeluk William dengan erat dengan mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, kemudian, setelah selesai berurusan dengan sang raja, gadis berambut pink itu turun dari pangkuan ayahnya dan tiba-tiba dia berlari lalu melompat ke arah keempat kakaknya,
Puk!
Charlotte langsung memeluk mereka berempat sekaligus dengan kedua tangannya dilebarkan.
"Aku tidak tahu harus berkata apa lagi pada kalian, saat ini, aku benar-benar terpukau dengan perjuangan kalian untuk melindungiku dari sebuah hukuman, aku senang. Terima kasih, Kak Emilia, Kak Victoria, Kak Agnes, dan Kak Laila, suatu saat nanti, aku akan membalas kebaikan kalian. Sungguh, aku serius."
Agnes mengusap-usap punggung Charlotte. "Lain kali, jangan melakukan hal-hal yang merepotkan lagi, Charlotte."
Victoria memain-mainkan kedua pipi Charlotte saking gemasnya. "Astaga~ aku tak menyangka ternyata kau manis sekali, Charlotte~"
Emilia mengecup kening Charlotte. "Jika ada masalah, kau bisa ceritakan padaku. Percayalah, aku siap menjadi pendengarmu, Charlotte. Jangan sungkan-sungkan."
Laila mengelus-elus rambut Charlotte dengan lembut. "Kau harus bisa mengubah dirimu sendiri, Charlotte. Walau kau bebas dari hukuman, bukan berarti kau boleh melakukan kebiasaanmu lagi, kau paham?"
Charlotte tersenyum pada keempat kakaknya, ini pun menjadi pertama kali baginya bisa memeluk mereka berempat, padahal sebelumnya, jangankan berpelukan, untuk bisa mengobrol dengan keempat kakaknya saja mustahil karena sikapnya yang dingin, membuat keempat kakaknya enggan untuk bertegur sapa padanya.
Tapi lihatlah, saat ini mereka berlima telah menyatu bagaikan kelopak bunga yang sudah berkembang sempurna, menunjukkan keindahannya pada dunia. Arga hanya bisa memandangi mereka dari posisinya, sebenarnya ia juga ingin terlibat dalam pelukan itu, tapi karena dirinya hanyalah orang asing di sini sekaligus berjenis laki-laki, membuat dia enggan untuk memeluk mereka berlima.
Dari kursi singgasananya, William juga tak henti-hentinya melukiskan kebahagiaannya dengan menghiasi wajahnya dengan senyuman bangga, sungguh, sebagai seorang ayah, ini merupakan pertama kalinya dia melihat kelima putrinya akur seperti itu. Dia sangat senang, andai saja Camila pun bisa melihat mereka, mungkin jiwanya pun akan tersentuh.
***
"Ha? Raja William mengusir Putri Charlotte? Apa-apaan itu?"
Willy terkejut saat mendengar perkataan Arga yang baru kembali ke kamarnya, tentu saja, lelaki pirang itu tidak menjelaskan secara detail permasalahan itu pada sahabatnya, karena dia pikir, itu tidak perlu.
"Kalau begitu, aku akan pergi lagi, soalnya aku diajak oleh Putri Charlotte untuk merayakan kebahagiaannya di kebun pribadinya."
Ketika Arga berkata begitu dan akan bergegas untuk keluar kamar, Willy yang penampilannya sudah rapi dan wangi langsung menerjang punggung lelaki itu untuk menahannya pergi.
"Hey-hey-hey-hey-hey! Pokoknya aku ikut! Aku bosan terus-terusan di kamar, Sobat! Izinkan aku ikut denganmu! Aku juga penasaran pada wajah Putri Charlotte serta putri-putri lainnya, soalnya aku ingin minta tanda tangan mereka, Sobat!"
Karena risih tubuhnya dipeluk oleh Willy, Arga langsung mengiyakan permintaan bocah itu dengan sangat terpaksa. Arga juga agak kasihan pada Willy yang tidak pernah keluar dan keliling istana. Mungkin ini juga bisa disebut sebagai tur wisata untuk Willy dan kebetulan Arga terpaksa menjadi pemandunya.
Lelaki berambut hijau itu gembira sampai meloncat-loncat seperti anak kecil saat Arga menerima permintaannya. Dan mereka pun akhirnya pergi bersama menuju kebun pribadi Charlotte, sebenarnya Arga agak cemas, dia khawatir jika Willy mengacaukan perayaan tersebut, karena bisa saja para putri tidak menyukai bocah itu, maka dari itu, dari tadi dia berdoa agar sahabatnya bisa menjaga sikap di hadapan para putri istana.
***
Mengejutkan, Arga kira 'kebun' yang dimaksud putri Charlotte adalah sebuah tempat di mana terdapat bunga-bunga bermekaran di segala penjuru, tapi kenyataannya, kebun yang dijadikan tempat perayaan ternyata adalah sebuah lokasi di mana banyak sekali hewan yang terkurung di dalam sangkar-sangkar berpagar. Mungkin ini yang disebut sebagai kebun binatang. Jadi, selain Laila yang memiliki laboratorium pribadi dan Emilia yang punya ruangan balet sendiri, Charlotte juga tidak mau kalah, dia memiliki kebun binatang pribadi yang di dalamnya merupakan hewan-hewan peliharaannya.
Terkagum-kagum dengan indahnya kebun ini, Arga sampai tak sadar kalau sedari tadi Willy menjerit-jerit di sampingnya minta diacuhkan. Arga pun menoleh pada sahabatnya itu.
"Kenapa, Willy?"
"Kau menyebalkan sekali, Sobat! Padahal dari tadi aku berbicara padamu, tapi kau tidak mendengarkanku! Kau payah!"
Merasa bersalah, Arga menyunggingkan senyuman pada Willy sebagai permintaan maaf, tapi lelaki pendek itu tidak butuh senyuman tersebut.
Ketika mereka telah melewati kandang-kandang binatang, secara tak sadar, mereka sudah sampai pada lokasi tujuan. Di sana, ada sebuah tenda mungil berbentuk payung yang diisi dengan kursi-kursi cantik serta meja panjang yang disuguhi berbagai hidangan nikmat, sebagian dari kursi itu telah diduduki oleh para putri, tinggal tersisa dua kursi, yang artinya, Arga dan Willy masih kebagian tempat duduk.
Melihat datangnya Arga dan Willy, para putri mengerutkan keningnya, bahkan pemilik tempat ini, Charlotte, bertanya-tanya. Seingatnya, selain keempat kakaknya, dia hanya mengajak Arga sebagai tamu tambahan dalam perayaannya yang merayakan kebebasan dari hukuman ayahnya, lalu siapa lelaki pendek berambut hijau yang badannya penuh dengan otot itu?
"Tunggu dulu," Charlotte beranjak dari kursinya dan menghampiri Arga. "Siapa dia, Arga?"
Mendengar dirinya disinggung, Willy langsung tersenyum dan menyodorkan tangannya pada Charlotte untuk bersalaman, tapi sayangnya, gadis itu mengabaikannya.
"Dia sahabatku, namanya Willy. Maaf jika aku tidak memberitahumu, tapi sebenarnya, semalam Willy menginap di kamarku dan karena tadi pagi, dia hampir mati kebosanan, aku mengajaknya ke sini untuk ikut dalam merayakan kebebasanmu, apakah kau keberatan, Putri Charlotte?"
Menaikan alisnya, Charlotte sedikit melirik Willy lalu kembali melihat Arga. "Aku sangat keberatan. Di sini, aku hanya mengundang orang-orang yang kuanggap penting, dan dia, sama sekali tidak penting di mataku. Jadi, bisakah kau singkirkan serangga ini dari kebunku, Arga?"
Demi apa pun, Willy bahkan melototkan matanya karena kaget mendapatkan penyambutan yang sangat kasar dari tuan rumah, hatinya seketika remuk. Sementara Arga hanya bisa tersenyum pasrah, sepertinya kebiasaan Putri Charlotte yang suka menyakiti orang asing masih belum hilang sepenuhnya.
"Charlotte! Apa yang sedang kau lakukan di sana? Ayo kita mulai perayaannya! Aku tidak sabar!" Tiba-tiba teriakan Agnes membuat Charlotte menoleh dan menjawab,
"Iya! Tunggu sebentar, aku sedang menyambut seorang tamu dulu!" Lalu perhatian Charlotte kembali pada Arga dan Willy. "Untuk saat ini, aku biarkan kau membawa serangga ini, tapi lain kali, aku akan menyingkirkannya."
"Wow! Tidak pernah kuduga, ternyata Putri Charlotte jelek sekali, ya?"
Tiba-tiba Willy melontarkan sebuah ejekan pada Charlotte dengan suara yang nyaring, membuat yang bersangkutan menatapnya dengan tatapan kebencian, Arga juga terkejut mendengarnya.
"Apa tadi kau bilang sesuatu padaku, Tuan Serangga?" tanya Charlotte pada Willy dengan menampilkan ekspresi yang tak tahan ingin menghancurkan sesuatu.
"Hehehehe! Selain jelek, ternyata Putri Charlotte juga tuli, ya?"
Arga meneguk ludahnya, ini sudah semakin parah. Dia harus melakukan sesuatu pada dua orang yang sedang saling menatap itu.
"Maaf, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, bisakah kalian simpan dulu pertengkarannya? Acara utama akan segera di mulai, jadi, mari kita lupakan masalah kalian dan mulai berpesta." ucap Arga dengan mendorong punggung Charlotte dan Willy, berusaha untuk memisahkan pertengkaran yang semakin memanas itu dan menyeret badan mereka ke tempat perayaan.
Victoria, Agnes, Laila, dan Emilia tersenyum pada Arga untuk menyambutnya, lalu senyuman mereka lenyap saat sadar ada lelaki asing yang ikut serta di sini.
"Aku benci lelaki." gumam Victoria dengan menatap nanar pada Willy.
"Pengganggu." Agnes mendecih dengan matanya memperhatikan Willy.
"Apa dia orang jahat?" Laila agak khawatir dengan kehadiran Willy.
"Aku mau muntah." Emilia menutup mulutnya karena mual melihat wajah Willy.
"Serangga." Charlotte kesal menatap Willy.
Bukannya marah atau kaget, Willy yang mendengar reaksi negatif dari para putri langsung berkata dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.
"Wah, aku tak menyangka, rupanya lima gadis yang menyandang nama putri semuanya mirip seperti badut! Hehehehe!"
Mendengar hal itu, jiwa Agnes terguncang, perasaan Laila tersinggung, kecantikan Victoria luntur, topeng Emilia hancur, dan kebahagiaan Charlotte lenyap. Arga sudah pasrah, dia langsung menundukkan kepalanya malu pada sikap sahabatnya, tinggal menunggu waktu sampai Willy diremukkan oleh lima putri di sini.
TO BE CONTINUED ...