Pada pukul delapan pagi, ketika orang lain sudah sibuk dengan pekerjaannya, Arga masih terlelap di ranjangnya tanpa merespon dering alarm yang sedari tadi menjerit-jerit di samping kepalanya. Pria itu benar-benar lambat jika berurusan dengan bangun tidur, bahkan dia sering terkena omelan orang karena keteledorannya dalam mengatur waktu.
Beruntungnya, selama dia tinggal di istana ini, tidak ada satu pun yang dapat mengganggu tidur nyenyaknya, dia bahkan bebas bangun pada pukul berapa pun, karena notabanenya dia adalah seorang tamu kerajaan, jadi sudah sewajarnya tuan rumah tidak boleh mengganggu tamunya yang sedang tidur. Itu merupakan keuntungan besar bagi Arga Gelisto.
Walaupun di hari pertamanya, dia pernah dibangunkan oleh seorang pelayan wanita dengan memakai terompet, untungnya, pelayan sialan itu sudah tak datang lagi ke kamarnya, mungkin ia kaget karena melihat Arga tidur tanpa mengenakan apa-apa.
"Sudah pagi lagi, ya?" Akhirnya, pangeran bertanduk itu membuka matanya. Memandangi pantulan dirinya yang berantakan di cermin, lalu, dia langsung bergegas ke kamar mandi.
Seorang Arga, seumur hidupnya tidak pernah menguras waktu dalam membersihkan tubuhnya di kamar mandi, dia selalu menghabiskan paling tidak dua menit untuk sekedar mandi pagi. Karena itulah, walaupun bangunnya lambat, kalau berurusan mandi, dialah yang paling unggul.
Hanya butuh sepuluh menit untuk Arga merapikan diri seperti mengenakan baju dan celana atau pun yang lainnya, karena baginya, seorang pria harus menghargai waktunya.
Dan yeah, kini dia sudah meninggalkan kamar pribadinya dan berjalan menuju kamar Laila untuk mengembalikan pensil putri itu yang jatuh ke kepalanya kemarin sore.
Dua ketukan di pintu, sang penghuni kamar, Putri Laila, langsung membuka pintu untuk Arga yang tengah berdiri gagah di depan kamarnya.
Sekarang, Arga mengenakan kemeja putih mengkilap disertai celana putih bersih, dia tak memakai jaket berbulunya untuk hari ini, karena dia pikir, bosan jika terus-terusan dipakai tiap saat.
Melihat penampilan Arga yang tampak rapi, Laila, gadis berambut merah itu terkejut. Dari ekspresinya, Putri Laila terlihat terpesona dengan ketampanan Arga.
"Maaf, tapi ada urusan apa Anda mengetuk pintu kamarku, Tuan?" tanya Laila dengan suara yang begitu lembut.
Arga berdehem sebelum menjawabnya. "Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu." Tanpa basa-basi, Arga lekas memberikan pensil indah itu pada Laila.
Laila lagi-lagi terkejut. "Ya ampun, ini pensilku, di mana kau menemukannya? Aku sangat berterima kasih karena kau mengembalikan pensil kesayanganku yang kemarin jatuh karena kecerobohanku menulis di dekat jendela."
Laila menerima pensil miliknya dengan senang hati, dia kelihatannya sangat gembira karena benda kesayangannya kembali pulang.
"Pensil ini kebetulan jatuh ke kepalaku kemarin sore saat aku sedang bersantai di balkon, karena ada nama 'Laila' di tubuh benda itu, jadi kupikir ini adalah pensilmu, makanya aku ingin segera mengembalikan pensil ini padamu."
Mendengar ucapan Arga membuat Laila mengangguk paham. Kemudian, gadis itu mengajak Arga untuk sarapan di ruang makan istana, karena dipaksa, apa boleh buat.
Sesampainya di ruang makan yang megah dan luas itu, Arga diperintahkan untuk duduk di kursi makan oleh Laila, sementara gadis itu mengambil beberapa makanan yang tersedia di dapur, padahal para pelayan menasehati Laila untuk tidak mengambil makanan sendiri, sebab itu tugasnya mereka, tapi kelihatannya gadis itu tidak mau merepotkan orang lain.
"Nah, sebagai ucapan terima kasihku, aku harap kau menyantap semua makanan ini sesukamu, Tuan." kata Laila setelah dia meletakkan beberapa piring berisi makanan di meja makan yang panjang itu.
Arga hanya bisa menelan ludah, tak tahan dengan aroma makanan yang menggodanya. "Padahal kau tidak perlu melakukan ini, tapi baiklah, aku akan menghabiskannya untukmu, Putri Laila."
Arga pun mengambil lauk pauk yang tersedia di meja dan mengunyahnya dengan nikmat, sementara Laila tersenyum senang memandanginya dari kursi yang saling berhadapan.
"Kau tidak sarapan juga, Putri?" tanya Arga pada Laila karena heran mengapa gadis itu tidak ikut makan bersamanya.
"Oh, aku sudah sarapan, kok." jawab Laila dengan senyuman cantik. "Ngomong-ngomong, siapa namamu, Tuan? Baru kali ini aku melihatmu, apakah kau tamunya Ayah?"
Mendengar pertanyaan itu, Arga menghentikkan makannya dan menatap mata Laila dengan canggung. "Namaku Arga Gelisto, ya, aku adalah tamu Ayahmu."
Telapak tangan Laila reflek menutup mulutnya saking kagetnya mendengar jawaban Arga, matanya terbelalak. "Jadi, Arga Gelisto yang sedang dibicarakan banyak orang itu kau, ya?"
Arga sendiri kaget mendengar dirinya dibicarakan banyak orang. "Eh? Benarkah? Apa yang mereka bicarakan tentangku?"
"Sesuatu seperti kau pria b******k, m***m, jahat, dan semacamnya, apa itu semua benar?"
Arga mendadak tertawa, membuat Laila kebingungan. "Ada-ada saja, hahaha!"
"Kutanya, apakah kau itu memang seperti itu? Maksudku, aku tidak terlalu percaya pada gosip, karena itulah, aku tanya padamu, apa kau orangnya memang begitu, Tuan Arga?"
"Menurutmu, setelah bertemu denganku, apakah aku sama seperti yang dibicarakan banyak orang?" Karena Arga bertanya begitu, Laila langsung tersenyum.
"Tentu saja, tidak."
"Mengapa kau yakin aku tidak seperti yang dibicarakan orang?"
Laila menghela napasnya, kemudian dia beranjak dari kursinya dan mendekati Arga lalu membisikikan sesuatu ke telinga lelaki bertanduk itu.
"Karena ... aromamu."
Arga geli mendengarnya. "Aromaku? Ada apa dengan aromaku?"
Laila kembali ke kursinya dan merespon pertanyaan Arga dengan mata yang terkesan serius.
"Aku mencium aroma yang berbeda dari kebanyakan orang katakan tentangmu. Sudah kukatakan, aku tidak suka pada gosip, aku lebih suka jika bertemu dengan orangnya langsung. Karena menurutku, terkadang semua orang melebih-lebihkan fakta yang ada."
Setelah melihat sosok Putri Laila dari dekat, Arga berpikir kalau gadis itu sedang menipunya dengan sifat ramahnya, seperti yang dilakukan Emilia padanya.
"Apakah kau selalu mengenakan topeng, Putri Laila?"
Tiba-tiba, Arga melontarkan pertanyaan tajam pada Laila. Gadis berambut merah itu tersentak mendengarnya. "Topeng? Apa maksudmu?"
"Semacam kau menyembunyikan dirimu yang sebenarnya pada banyak orang, dan kau menutupinya dengan sifat ramah yang hangat."
"Apa kau berpikir aku begitu, Tuan Arga?" Laila tersenyum tipis. "Ataukah, kau sudah bertemu dengan Kakakku, Putri Emilia?"
Gawat, mengapa Putri Laila tahu kalau dibalik Arga menanyakan itu, karena dia trauma pada sifat Emilia. Arga tidak merespon dan Laila kembali melanjutkan ucapannya.
"Kau tahu, dari dulu, aku tidak suka pada sifat Kakakku, Putri Emilia, karena dia selalu menyembunyikan dirinya yang asli pada semua orang. Dan apa juga kau tahu, kalau Kakakku pun sebenarnya tersiksa pada perilakunya sendiri. Jadi, saat kau menyebut kata topeng, aku jadi teringat pada Kakakku.
"Aku sudah beberapa kali membujuk Kakakku untuk menunjukkan dirinya sendiri pada orang lain, tetapi dia tetap tidak mendengarku. Aku sedih melihat Kakakku terus-terusan menderita karena sikapnya sendiri. Aku harap, sangat berharap, ada lelaki yang mau menerima dia apa adanya.
"Tapi kau tidak perlu khawatir, Tuan Arga, seumur hidupku, aku tidak pernah menyembunyikan apa pun pada semua orang. Aku bersikap seperti ini karena kepribadianku memang begini."
Arga tercengang mendengar Laila menjelaskan sifat Emilia dengan detail, dia pun berpikir kalau gadis itu sangat perhatian pada saudara-saudaranya, tidak, mungkin pada semua orang.
"Ehem!" Arga berdehem. "Terima kasih atas makanannya, Putri Laila. Aku senang kau memberikanku penjelasan yang begitu rinci terhadap sifat Kakakmu, tapi apakah kau tahu, sifat perhatianmu itu bisa saja menjadi hal yang berbahaya bagi kerajaan ini."
Laila tersentak. "Eh?"
Arga mulai menjelaskan. "Sebelum aku bertemu denganmu, aku telah bertemu dengan Putri Charlotte, Putri Victoria, lalu Putri Emilia. Mereka semua memiliki sifat buruk yang benar-benar kubenci, tapi apakah kau tahu, sifat buruk mereka pun dapat digunakan di kerajaan ini. Apakah kau pernah dengar kalau banyak peperangan terjadi karena betapa baiknya seorang tuan rumah terhadap tamunya hingga ia tak segan-segan memberitahu rahasia-rahasia yang ada di kerajaannya pada sang tamu.
"Dan apa yang terjadi setelahnya? Yaitu Peperangan. Penyebabnya adalah orang yang bertamu itu tidak lain adalah prajurit dari musuh bebuyutan kerajaannya yang menyamar masuk ke istana. Dan kebetulan sekali, kau juga memiliki sifat baik itu, Putri Laila."
Laila terdiam, lalu dengan nada terbata-bata, dia menjawab, "Ja-Jadi, yang Tuan Arga maksudkan adalah, kau menasehatiku untuk tidak terlalu baik pada tamu kerajaaan, begitu?" Arga mengangguk. "Lalu, apakah aku juga harus berlaku kejam seperti saudara-saudaraku yang lain pada seorang tamu?"
Arga nyengir mendengarnya. "Walau aku benci mengatakannya, tapi kau memang harus begitu. Maaf, Putri Laila, tapi, apakah kau pernah kehilangan sesuatu yang besar setelah menjamu tamu?"
Laila mencoba mengingat-ingat dan matanya langsung membelalak. "Ah, aku ingat. Dua bulan yang lalu, perhiasanku hilang semua setelah aku menjamu seorang tamu wanita." Laila berpikir sebentar dan berkata "Mungkinkah orang yang mencuri perhiasanku adalah tamu itu?"
"Benar! Walau belum ada bukti, tapi faktanya sudah jelas kalau dialah pelakunya. Putri Laila, aku ingin kau juga menjaga jarak dari tamu sepertiku, bisa saja orang yang sekarang kau ajak ngobrol pun adalah seorang penjahat, kan?" Arga tersenyum menyindir dirinya sendiri.
"Tapi aromamu tidak tercium seperti seorang penjahat, Tuan Arga," kata Laila dengan yakin. "Tapi, apa kau tahu,"
Atmosfir ruang makan menjadi dingin, membuat Arga memiringkan kepalanya menyadari ada keanehan di sini.
Dan tiba-tiba, kepala Arga pusing tujuh keliling, rasanya seperti ada benda yang hinggap di tengkoraknya. Arga bahkan jatuh dari kursinya karena lehernya serasa seperti dicekik. Penyiksaan apa lagi ini?
"Aku sudah menaruh racun di makananmu." ucap Laila dengan tersenyum memandangi Arga yang kejang-kejang di lantai. "Jangan khawatir, aku tidak memakai topeng, kok. Aku hanya ingin menjaga-jaga saja dari seorang tamu, seperti yang kau katakan padaku, Tuan Arga."
BRUG!
Sampai akhirnya, Arga tumbang di lantai dengan mulut berbusa-busa dan mata melotot kesakitan.
"Racun itu telah menyebar ke seluruh tubuhmu, kau akan merasa kesakitan sampai kau kuberi obat penenang, Tuan Arga."
Kemudian, Putri Laila beranjak dari kursinya, berjalan meninggalkan ruang makan dengan anggun.
"Pelayan, tolong bawa lelaki bertanduk itu ke laboratoriumku."
TO BE CONTINUED ...