"Apa kau bilang? Kiamat akan meledak bulan depan?"
Suara pria paruh baya yang terkaget-kaget setelah mendengar sebuah berita membuat singgasana yang didudukinya sedikit terguncang dan suaranya berdengung-dengung di ruangan kehormatannya. Sementara peramal yang membungkuk sembari menunduk di hadapannya itu hanya bisa pasrah mendengar reaksi rajanya yang heboh itu.
Karena tidak sopan jika tidak menjawab pertanyaan sang raja, maka sang peramal itu memberanikan dirinya untuk menjawab.
"Maaf jika saya agak lancang, tapi apa yang saya katakan tadi merupakan ramalan kebenaran, Yang Mulia. Artinya, peristiwa yang terbersit di kepala saya pasti akan terjadi, dan setelah saya perkirakan dengan matang, peristiwa itu akan meledak pada bulan depan tepat ketika perayaan ulang tahun kerajaan, Yang Mulia."
Lirih Sang Peramal sembari mengatur napasnya yang mulai tidak stabil.
"Ini gawat!" Raja kembali histeris. "Aku benci mengatakannya, tapi jika ramalanmu benar, maka aku harus cepat-cepat memimang cucu dari kelima putriku! Aku tidak mau mati dulu sebelum tanganku menggendong cucu-cucuku!"
Mendengar semua itu membuat sang peramal menemukan ide bagus untuk diberikan pada raja.
"A-Anu, Yang Mulia," ucap Sang Peramal berpakaian lusuh itu dengan mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat muka rajanya. "Jika memang itu yang Anda inginkan, saya bisa memberikan satu gagasan untuk memenuhi keinginan Yang Mulia. Itu pun jika Anda memberi izin pada saya."
Alis merahnya berkedut, rupanya sang raja sedikit tertarik pada omongan si peramal.
"Aku izinkan, sekarang katakan, apa yang harus kulakukan?"
Sang peramal tersenyum.
"Bagaimana kalau kelima putri Anda diberikan tugas untuk mencari pendamping masing-masing sebelum hari kiamat tiba, mungkin kedengarannya aneh, tapi saya pikir itu cukup bagus."
"Apa kau bilang?" Sang raja sedikit tersentak. "Kau pikir kelima putriku adalah gadis-gadis murahan? Sepertinya aku keberatan untuk melakukannya."
"Ah, maaf, bukan maksud saya menyebut kelima putri Anda seperti itu, tapi jika calon suami mereka harus dicari melalui proses sayembara atau perjodohan, pasti akan terjadi konflik-konflik yang tidak diinginkan, Yang Mulia. Seperti contohnya, bisa saja putri Anda tidak suka dengan acara-acara memalukan begitu, bukan?"
Sang peramal kembali melanjutkan.
"Jadi, satu-satunya cara adalah membiarkan mereka untuk mencari lelaki pujaannya masing-masing tanpa harus melalui embel-embel perjodohan atau pun sayembara, karena dengan begitu, putri Anda tidak akan menyesal setelah menikah dengan calon suaminya lalu kemudian, pastilah dia akan memberikan cucu berkualitas cinta pada Anda sebagai hadiahnya yang tak ternilai."
Sebenarnya sang raja masih tidak setuju pada ide yang dicetuskan si peramal berpakaian lusuh itu mengenai harapannya untuk menimang cucu, tapi raja juga tidak ingin putri-putrinya menikah dengan lelaki yang tak dicintainya jika jodohnya dilalui dari sayembara atau sejenisnya.
Menghembuskan napas, sang raja akhirnya mengangkat pantatnya, dan berdiri memandang peramal yang ada di hadapannya.
"Kalau begitu, apa boleh buat."
***
William, pria buncit yang kini sudah menyandang gelar raja tengah berjalan didampingi prajurit-prajuritnya untuk pergi menuju ke kamar putri-putrinya.
Kamar pertama yang dia kunjungi adalah,
"Emilia, ini Ayah. Bisakah kau keluar sebentar? Ada sesuatu yang ingin Ayah katakan."
Lalu, suara derik pintu terdengar dan keluarlah seorang gadis berambut hitam berbalut gaun putih yang memiliki senyuman cantik.
Emilia menghampiri ayahnya setelah tersenyum ramah pada prajurit-prajurit di belakang ayahnya.
"Ada apa, Ayah?" tanya Emilia dengan suara lembut. "Tidak biasanya Ayah kemari dengan wajah super serius seperti itu."
"Ehem!" William berdehem. "Begini, sebenarnya ..."
Lalu William menceritakan semuanya pada Emilia, putri pertamanya yang memiliki sifat elegan dan anggun bak seorang putri kerajaan sesungguhnya.
"Jadi begitu, ya," Emilia tetap mempertahankan senyumannya walau sekarang sudah agak kaku dari sebelumnya. "Aku pikir, itu ide yang lumayan ... bagus. Tapi, apakah aku harus mencarinya di luar istana? Menurutku, prajurit-prajurit di sini pun tampan-tampan. Karena aku tidak terlalu suka matahari, bagaimana kalau aku menikah saja dengan salah satu prajurit kita?"
"TIDAK BOLEH!"
"Me-mengapa?" Emilia terkejut.
"POKOKNYA TIDAK BOLEH!"
***
Kemudian, William melanjutkan perjalanannya menuju ke kamar putri yang kedua. Sekarang, suasana di sini agak seram karena putri yang satu ini sangat menyukai hal-hal berbau mistis.
Tok! Tok!
Kali ini, William mengetuk pintu sebelum berbicara karena dia tahu bahwa putri yang satu ini pasti tidak akan mendengar karena biasanya putri tersebut sedang melakukan semacam ritual harian.
"Agnes! Buka pintunya! Ada yang ingin Ayah sampaikan padamu!"
Krieeeeeeet.
Suara pintu yang menyeramkan mulai terdengar dan terbukalah pintu megah nan angker tersebut disertai hadirnya seorang gadis berambut cokelat keriting yang mengenakan gaun hitam dan dia juga tengah menggenggam sebuah boneka panda berwajah zombie.
"Berisik. Kau menggangguku, Ayah. Apa lagi yang ingin kau lakukan di sini, dasar tua bangka." ucap Agnes dengan mata melotot dan suara menggeram.
William hanya bisa menghela napas melihat tingkah Agnes yang makin hari makin aneh.
"Aku ingin kau segera mencari pacar untuk dinikahkan, karena Ayah sangat ingin menimang cucu darimu, Agnes."
"Cih." Mendengarnya, Agnes mendecih jijik. "Kemarin kau menyuruhku untuk mengusir kucing-kucing kesayanganku, dan sekarang? Pacar? Aku tidak mengerti dengan isi kepalamu, Ayah."
BRAK!
Agnes masuk kembali ke kamarnya dan menutup pintunya dengan kencang.
***
"Victoria, apa kau sedang sibuk? Ada Ayah di depan kamarmu, kemari sebentar, ada yang ingin Ayah bicarakan denganmu."
"Iya! Iya! Ayah! Tunggu sebentar!" Lalu seorang gadis berambut pirang dengan gaun ungu muncul dengan berlari-lari dari kamarnya. "Waaah! Aku tidak percaya Ayah berkunjung ke kamarku! Bagaimana? Apakah Ayah masih penasaran dengan dekorasi kamarku? Masuk saja, akan aku tunjukkan sebuah kilauan cantik di dalam kamar!"
"Tidak-tidak, Ayah kemari bukan untuk itu," Seketika raut wajah Victoria yang awalnya ceria langsung kecewa. "Victoria, mengingat usiamu sudah matang, Ayah tidak keberatan jika kau memiliki seorang pac--"
"HENTIKAN!" Tiba-tiba Victoria menyentak. "Jika itu ada sangkut pautnya dengan lelaki, aku tidak mau dengar! Pokoknya aku tidak mau dengar!"
William kaget mendengarnya.
***
Kesal dengan ungkapan Victoria, William berusaha untuk tetap melanjutkan tugasnya mengunjungi kamar putri selanjutnya dan kali ini, giliran putri keempatnya.
Baru saja William akan mengetuk pintu, tapi ternyata, pintu tersebut langsung dibuka oleh gadis berambut merah panjang bergaun biru, dia memberikan secercah cahaya manis dari wajahnya pada William.
"Ayah tidak perlu repot-repot mengetuk pintu kamarku, karena aku sudah tahu Ayah akan datang," ucap gadis itu dengan tersenyum manis. "Tenang saja, aku bersedia, kok."
Tiba-tiba, gadis itu berkata aneh.
"Apa yang kau bicarakan, Laila?" William memiringkan kepalanya.
"Ayah kesini karena ingin meminta cucu padaku, kan? Iya, aku bersedia, karena aku tahu Ayah sangat menginginkannya. Lagi pula, tidak sopan rasanya jika menolak permintaan seorang Ayah yang selalu mengabulkan keinginanku dari kecil."
Ucapan Laila seketika membuat William sangat bahagia, dia tidak percaya ada salah satu putrinya yang bersedia melakukan itu. Benar-benar diluar dugaan.
"Laila, Ayah senang. Kau satu-satunya Putriku yang sangat baik. Ayah bangga. Kalau begitu, kenalkan pada Ayah calon pangeranmu jika kau telah menemukannya, sayang."
Laila mengangguk patuh.
"Baik, Ayah."
***
Mengingat kata-kata Laila yang sangat baik dan pengertian, William tidak habis-habisnya senyum-senyum sendirian sembari kakinya terus berjalan menuju kamar putri bungsunya.
Setelah sampai di depan kamar si bungsu, William mempersiapkan diri dahulu karena dia tidak bisa menebak reaksi dari putri terakhirnya, dia berharap semoga bukan penolakan yang akan diterimanya.
"Charlotte, maaf jika kedatangan Ayah mengganggumu, tapi bisakah kau keluar sebentar? Ada yang ingin Ayah bicarakan denganmu, sayang."
Dan pintu kamar langsung terbuka, menampilkan sesosok gadis berambut pink dengan memakai gaun merah bak darah. Charlotte memperlihatkan senyuman sinis pada ayahnya.
"Wah, wah, wah, rupanya ada seorang Ayah tak tahu malu yang berkunjung ke kamarku setelah dia merampas banyak hal dariku. Sungguh tak berpendidikan. Kira-kira, apa yang akan dibicarakan pria itu, ya? Apakah dia akan merampas benda-benda kesayanganku lagi?"
William tahu betul sifat dari Charlotte yang suka sekali menunjukkan muka sinis dengan omongan sindir menyindir. Sepertinya tidak ada harapan untuk putri bungsunya ini, karena melihat dari sifatnya saja, William paham akan jawaban dari sang putri tersebut.
"Ayah tidak akan merampas apa-apa lagi darimu, tapi kali ini, tolong hentikan sindiranmu dan dengarkan Ayah," kata William dengan intonasi tajam. "Ayah ingin kau segera menikah, Charlotte."
"Pffft! HAHAHAHAHA!!"
Reaksi yang diberikan Charlotte adalah ledakan tawa yang menguasai lorong istana ini, membuat William dan dua prajuritnya sedikit marah.
Charlotte menatap muka Ayahnya. "Menikah, kau bilang? Hahahaha! Sekarang, kau juga ingin merampas kebebasanku? Bodoh sekali! Hahahahaha!"
"Aku tahu saat ini kau sedang marah, Charlotte, jadi hentikan tawamu itu." perintah William pada Charlotte dengan tegas.
Dan ternyata benar, Charlotte langsung diam dan memperlihatkan ekspresi super kesal pada ayahnya.
"Menarik sekali," Charlotte tersenyum sinis. "Rupanya kau juga ingin merampas kebebasanku untuk melajang? Sudah cukup, Raja payah! Kau tidak bisa lagi mengatur-atur hidupku!"
William menggelengkan kepalanya.
"Sudah kuduga."
☆☆☆
TO BE CONTINUED ...
Yohooo~ Selamat datang di cerita baruku ini! Maaf jika terdapat kesalahan kata atau kalimat yang membuat mata kalian sakit, tapi bagaimana? Aku penasaran dengan pendapat kalian mengenai cerita baruku ini.
Semoga kalian terhibur dengan My Prince yang kutulis ini.
Oh iya, tema kali ini adalah satu lelaki direbuti oleh banyak gadis.
Jadi, bisa dibayangkan dong bagaimana kelanjutan ceritanya.
Oh iya, putri mana yang kalian suka? Kasih tahu dong, serta alasannya, ya? Wkwk ^^
See you next chapter!
Baru prolog sih. Wkwk ^^