Desember, 2017
Kenangan indah masa SMA adalah hal yang paling sulit untuk dihilangkan. Masa putih abu yang penuh warna dan sangat mengesankan. Mulai dari cetita sahabat, cetita cinta, cerita para guru dan cetita tentang sekolah itu sendiri.
Banyak rahasia dan misteri yang sudah teroecahkan dan bahkan sama sekali tidak pernah terpecahkan.
Bagas Baskoro, siswa tertampan satu sekolah yang baru duduk di kelas X IPA sudah banyak mencuri perhatian baik teman satu angkatan dan kakak kelas terutama kaum hawa.
Setiap hari di meja kelasnya tak pernah kosong. Mulai dari surat cinta yang hanya betupa lipatan kertas, surat yang tertutup dengan amplop senada dengan aroma wewangian yang membuat mual hingga buku surat dengan kualitas buku prmium yang berdesain unik. Tak hanya surat saja, bunga mawar, cokelat, kue, kotak makan betisi sarapan sudah berjajar membuat Bagas selalu geleng -geleng kepala.
"Enak banget hidup kamu, Gas! Di puja puji banyak kaum hawa, pintar, kaya dan banyak yanga ngasih makanan. Pilih aja salah satu dari mereka. Masa iya, gak ada yang kamu suka," ucap Tino, teman satu bangku Bagas.
Bagas menggelengkan kepalanya dan berucap, "Aku gak minat pacaran. Maunya ketemu perempuan yang membuat hati aku bergetar dan aku akan kejar dia lalu aku lamar dan aku nikahi saat itu juga."
"Hah! Kalau dapetnya masih sekolah. Bakal kamu nikahi juga?" tanya Tino tertawa mengejek.
"Iya. Aku sanggup. Banyak kan? Menikah diusia muda dan masih duduk di bangku SMA? Terus masalahnya apa?" tanya Bagas pada Tino.
"Kamu merusak masa depanmu sendiri!"
Bagas tak peduli apa pendapat orang lain. Bagas yang akan menjalani bukan orang lain. Dia sanggup.
Maya adalah murid teladan di SMA itu. Ia seringkali memenangkan kontes terbuka olompiade sains tingkat Kabupaten. Hanya saja, Maya jarang membuka diri. Maya, gadis tertutup yang selalu memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya dan hodie dengan penutup kepala untuk menutup rambutnya. Itu Maya lakukan sejak SMP.
Bruk!
Bagas tak sengaja menabrak Maya yang baru saja keluar dari ruang perpustakaan hingga penutup kepala itu jatuh dan menampilkan rambut hitam yang pekat dan kemilau. Masker wajahnya pun ikut terlepas karena ikatannya putus.
Bagas menatap Maya tanpa berkedip. Gadis itu benar -benar cantik.
Maya tersadar kalau masker dan penutup kepalanya lepas langsung menutup wajahnya dengan buku yang jatuh berserakan.
"Ini aku punya masker baru. Kebetulan belum aku pakai. Setidaknya bisa kamu pakai sebagai permjntaan maaf aku pada kamu," ucap Bagas memberikan satu plastik masker untuk Maya.
Maya langsung ambil dan mengambilnua satu lalu memakainya.
"Terima kasih," jawab Maya singkat.
Maya sudah berdiri dan ingin segara pergi dari sana.
"Eh ... Tunggu dulu. Kita belum kenalan. Aku Bagas, anak kelas X IPA. Kamu?" Bagas dengan semangat mengulurkan tangannya untuk berkenalan
"Maya, XII IPA," jawab Maya singkat dan berlalu pergi tanpa menerima uluran tangan itu.
"Hah? XII IPA? Mukanya imut banget, cantik."
Bagas juga ingin pergi dan menemukan sebuah gelang cantik dengan inisial M. "Pasti milik Kak Maya," ucap Bagas mengambil gelang itu dan pergi.
***
"Woy ... Kamu lagi ngapain tuh!" teriak Bagas sata melewati temlat sepi dan melihat segerombolan laki -laki dengan pakaian seragam yang tidak sama dengannya. Sudah pasti mereka anak dari sekolah lain.
Mereka terkejut dan keluar dari semak -semak dengan pakaian berantakan.
Bagas menatap seorang gadis yang terkapar ditanah. Enatah sadar atau tidak.
"Weh .. Anak SMA sebelah nih! Sikat aja dari pada ganggu kita!"
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Bagas mampu menumbangkan satu per satu musuhnya dengan tangan kosong. Dari gayanya mereka sedang mabuk. Mereka pun berlarian pergi dengan tunggang langgang.
Bagas langsung membantu wanita yang terkapar itu. Dia adalah Maya, Kakak kelasnya.