PENYELIDIKAN BERLANJUT

1106 Words
Monza dan Miller menghampiri tubuh Aline yang sudah terbaring kaku. Miller meraba tubuh Aline, masih hangat, berarti korban baru saja meninggal dunia. Monza langsung menghubungi dokter yang bertugas di bagian forensic untuk memastikan waktu dan penyebab kematian korban. Tengah keduanya memeriksa tubuh korban, Soraya, wanita yang menjadi pengasuh Aline datang ke kamar anak asuh nya, karena ia mendengar suara gaduh. Begitu melihat anak tubuh Aline yang sudah terbujur kaku dengan mata melotot, Soraya pun berteriak histeris dan langsung berlari ke arah tubuh anak asuh nya itu. Namun, detektif Monza dan Miller mencegah ia untuk memeluk Aline, karena dapat merusak bukti. Soraya terisak di samping jenazah Aline, kemudian ia teringat dengan ibu Aline yang sedang berada di luar daerah untuk mengurus bisnisnya. Monza dan Miller, tidak dapat berkata-kata, untuk korban Aline, keduanya merasa kecolongan dan teledor, dengan membiarkan Aline yang pada saat itu menjadi saksi hidup mereka. Seharusnya mereka memaksa Aline agar mau tinggal di rumah saksi. Namun, semua sudah terjadi dan tidak dapat diulang kembali. Monza dan Miller, kemudian mengecek ke sekita ruangan dan memotret sepenjuru kamar Arini. Sayup-sayup keduanya mendengar Soraya menghubungi ibu Aline yang sedang berada di luar kota. Monza dan Miller menduga pria yang tadi mereka lihat dengan mobil pick up kemungkinan besar sebagai pelakunya. Setengah jam kemudian, rumah korban ramai dengan suara sirine mobil kepolisian dan juga ambulans, Dalam sekejap rumah Aline dipenuhi dengan banyaknya polisi. Dokter forensik juga sudah datang untuk melakukan pemeriksaan. Monza dan Miller mendekati dokter forensik yang datang, Ia bertanya kepada Monza dan Miller, “Berapa lama kalian menemukan korban?” Monza dan Miller mengatakan, kalau mereka menemukan korban dalam keadaan meninggal setengah jam yang lalu. Miller pun menceritakan pada saat korban mereka temukan tubuhnya masih hangat. Monza dan Miller membiarkan dokter Forensik untuk memeriksa kondisi jasad Aline. Sementara dokter forensik melakukan tugasnya, Monza dan Miller mencari petunjuk lainnya. Keduanya melihat ke arah cermin yang terdapat sebait puisi dengan noda darah sebagai tintanya. “Pembunuh kita ini, benar-benar berdarah dingin, sepertinya ia dikuasai oleh kemarahan dan dendam,” Kata Monza. “Iya, ada sesuatu atau seseorang yang sudah membuatnya menjadi marah dan kecewa. Aku tadi sudah menyelidiki tentang Aline, setelah kita mendapatkan keterangan darinya, pada saat ia masih hidup. Aline dikenal sebagai gadis yang popular, karena kecantikannya dan bukan karena prestasinya. Korban kita kali ini memiliki kesamaan dengan korban kita terdahulu, Karen. Mereka sama-sama siswi yang bersekolah di Senior High School Valey.” Tutur Miller panjang lebar. “Yeah, kau benar dan sepertinya kita harus melakukan kunjungan ke sana lagi. Bait puisi ini, merujuk kepada kejadian yang terjadi pada hari ini. Apakah pembunuh kita ini merupakan seorang seniman yang gagal?, ataukah ia seorang seniman yang cerdas dan merasa tertantang untuk membuat sesuatu yang bisa menarik perhatian orang lain.” Kata Monza. Keduanya membuat beberapa catatan yang akan mereka bandingkan nantinya untuk dibuat suatu kesimpulan dari catatan mereka. Keduanya kemudian memutuskan untuk ke luar, sambil mengenakan jas hujan, Monza dan Miller mengecek keadaan di sekitar TKP. Anjing pelacak juga sudah didatangkan agar dapat membantu mereka dalam mencari bukti pelaku. Anjing yang di bawa oleh salah seorang polisi mengarahkan mereka memasuki kerimbunan pepohonan yang ada di sekitar TKP. Hujan rintik, setelah badai besar menghapus sebagain besar jejak sol sepatu yang mereka temukan. Hingga akhirnya mereka menemukan jejak ban mobil yang terletak di rimbunan semak-semak. “Sepertinya pick up yang tadi berpapasan dengan kita kemungkinan besar adalah milik pelaku dan sialnya, kita tidak menghentikannya.” Kata Monza dengan kesal. Miller kemudian mengambil walkie talkie yang tersemat di pinggangnya dan meminta kepada semua pihak kepolisian yang ada di Kota Tua untuk mencari sebuah mobil pick up tua tahun 80an dengan warna hitam dengan plat mobil yang tidak jelas. Mereka semua kemudian kembali ke TKP, di mana jenazah dari Aline sudah di bawa mobil jenazah ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi. Monza dan Miller, tetap tinggal di TKP, mereka mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pengasuh korban. Soraya mengatakan, kalau pada saat tengah malam, ia sempat terbangun, karena mendengar suara di kamar Aline dan ia pun mengeceknya. Ia menyalakan lampu kamar Aline dan melhat dirinya sedang tertidur dengan pulasnya, lalu ia kembali ke kamar nya sendiri. “Saya sangat menyesal, tidak memeriksa dengan benar, kamar Aline. Seharusnya saya melihat dengan lebih jelas dan lebih teliti. Seandainya saja saya masuk ke dalam kamar itu dan dapat menyelamatkan nyawa anak asuh saya.” Kata Soraya di sela isak tangisnya. “Kau masuk ke dalam kamar anak asuh mu dan bisa saja, kau lah yang menjadi korban berikutnya.” Tukas Monza cepat. “Anda memang sedang berduka dan terguncang, tetapi anda juga tidak dapat menyesali dan melakukan hal yang dapat mengembalikan nyawa Aline. Sekarang yang dapat Anda lakukan adalah dengan memberikan kepada kami keterangan yang dapat mengungkapkan siapakah pelaku yang sudah menghabisi nyawa dari Aline.” Tambah Monza lagi. Tepat pukul 06.00 pagi hari Monza dan Miller kembali ke markas kepolisian. Keduanya melewatkan jam tidur mereka. Begitu sampai di markas, mereka langsung membuat kopi hitam panas dan langsung meminumnya. Keduanya kemudian membandingkan catatan yang mereka miliki dan mencocokkan kesamaan, antara korban Aline dengan Karen. Kesamaannya adalah mereka sama-sama berusia 16 tahun, memiliki bola mata berwarna biru dengan warna rambut pirang. Keduanya juga merupakan siswi yang popular, Karen, popular sebagai salah seorang anggota paduan suara yang menjuarai lomba vocal grup tingkat nasional, sementara Aline, dia populer, karena kecantikannya dan banyak pemuda yang suka dengannya. Tengah keduanya membandingkan catatan antara kedua korban, pimpinan mereka Komisaris polisi yang memasuki ruangan mereka dengan emosi tertahan. “Mengapa sampai jatuh korban lagi?, apakah kasus yang sedang kalian tangani ini merupakan kasus pembunuhan berantai?” Tanya nya beruntun. Monza dan Miller mendongak dari berkas yang sedang mereka periksa. Keduanya menatap ke arah pimpinan mereka yang sedang emosi. “Kalian tahu tidak, telepon ku sejak tadi tidak pernah berhenti berdering, dari Wali kota dan juga para wartawan. Mereka menyalahkan kita, karena sampai jatuh korban berikutnya, sementara pelaku pembunuhan Karen belum terungkap, sekarang malah ada kasus pembunuhan baru.” Tambah Komisaris Polisi, pimpinan Monza dan Miller. Monza dan Miller hanya diam saja, mereka enggan menanggapi omelan dari pimpinan mereka. Keduanya menahan umpatan mereka kepada sang pimpinan. Merasa perkataannya tidak ditanggapi, Phillippe menatap marah kepada Monza dan Miller, akhirnya Phillippe pun meninggalkan ruangan Monza dan Miller. Di lain tempat, di depan sebuah perapian dengan sebotol Whiskey yang hampir habis dan sandwich yang tersisa remahannya saja, pria itu tersenyum senang. Pihak kepolisian mengalami kesulitan dalam menemukan jejak si pelaku. Ia juga merasa senang, karena para wartawan menjulukinya sebagai, “The Killer Poet,” karena setelah membunuh ia akan meninggalkan sebait puisi dengan darah korban sebagai tintanya. Pria itu merasa senang, ia menjadi terkenal dan menarik perhatian banyak orag.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD