Semuanya berjalan begitu cepat setelah kesepakatan itu terjadi dengan Rhea yang terpaksa menerimanya, Arche mau pernikahan itu dilaksanakan satu minggu setelahnya, belum sempat mencerna semua hal yang terjadi dalam hidupnya, Rhea kembali di hadapkan pada kenyataan pahit jika ayahnya harus dirawat di rumah sakit jiwa karena mengalami depresi berat setelah Arche mencabut tuntutannya.
"Ayah kenapa kau seperti ini? Aku tidak yakin kau yang membunuh Zenita, jika kau tidak sembuh aku tidak akan tahu fakta apa yang terjadi sebenarnya," Rhea memandang sendu ayahnya yang baru keluar dari sel tahanan, ia mendekat dan hendak meraih tangan renta itu, namun saat itu juga Smith mendorong kasar Rhea hingga Rhea tersentak ke belakang dan menatap Smith yang menatap nyalang ke arahnya.
Rhea ikut mengantar ayahnya menuju rumah sakit yang akan menjadi tempat tinggal Smith untuk sementara hingga pria tua itu dinyatakan sembuh, ia melihat ruang rawat Smith yang hanya ala kadarnya membuatnya lagi-lagi meneteskan air mata.
Seseorang menepuk bahu Rhea membuat wanita itu menoleh dan ia mendapati pria yang memiliki tinggi sekitar seratus delapan puluh cm berdiri di hadapannya dengan senyum yang begitu menawan, rupa adonis begitu terpancar dari wajahnya, wajah yang melebihi tampan, pria itu seolah menerima titisan ketampanan Dewa Yunani, membuat Rhea tersihir untuk sesaat hingga suara yang begitu merdu mengalun di telinganya, membuat Rhea semakin terkesima bukan hanya wajahnya yang rupawan suaranya juga merupakan suara merdu dari surga.
"Nona Rheana Rosalind?"
"Ya. saya sendiri," Rhea berusaha menormalkan suaranya yang terasa bergetar menatap sosok di hadapannya.
"Saya Sean Rodney, dokter yang akan menangani ayah anda," ujar pria itu memperkenalkan, Rhea mengangguk dan mengikuti langkah Sean yang memintanya ke ruangannya untuk membicarakan tentang keadaan ayahnya.
***
Rhea baru saja akan memasuki kafenya setelah tadi mendengar penjelasan Sean tentang ayahnya, Sean mengatakan jika kondisi Smith masih bisa ditangani karena sejauh ini Smith tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan seperti membanting barang-barang di sekitarnya, tidak merugikan orang lain maupun diri sendiri, membuat Rhea bisa bernapas lega sejenak, ia juga meminta kepada Sean jika mungkin Smith akan mengamuk dengan membahayakan orang-orang di rumah sakit sebisa mungkin jangan sampai Smith berada di ruang isolasi yang akan semakin menyiksa ayahnya itu.
Sibuk dengan segala pemikiran tentang ayahnya, Rhea bahkan tidak menyadari jika tubuhnya menabrak tubuh tinggi dan kokoh di depannya, hidungnya menabrak d**a seseorang yang langsung menguarkan feromon memabukkan pada inderanya, membuatnya terbuai begitu mencium wangi yang seakan menghipnotisnya, hingga otaknya dengan cepat memerintahkan untuk melihat siapa gerangan orang yang ia tabrak karena kecerobohannya, kepalanya mendongak dan melihat tatapan tajam dari pria yang akan memberikan warna kelam dalam hidupnya.
Sesaat matanya tersesat dalam manik obsidian milik pria itu, netranya terus menatap wajah Arche yang tanpa ekspresi, namun Rhea baru menyadari jika Arche merupakan pria yang memiliki ketampanan di atas rata-rata, pria itu juga seperti Sean yang memiliki titisan wajah Dewa. Namun bagi Rhea, Arche memiliki hal lain di wajahnya yang membuat setiap mata akan tersesat dalam lingkaran tak berujung hingga yang bisa dilakukan setiap perempuan adalah memuja wajah Dewa itu. Ya, semuanya berada di mata pria itu yang menyesatkan, menyesatkan akal saat menatap manik dan wajah Dewa milik Arche sehingga banyak perempuan yang rela memberikan segalanya untuk mendapatkan Arche.
"Puas mengagumi wajahku, Nona?" suara Arche yang berat dan dingin menyentak Rhea dari fantasinya terhadap wajah Arche. Wanita itu gelagapan dan menunduk takut, menarik napasnya kencang hingga terdengar di telinga Arche, setiap mendengar suara pria itu rasanya semua tulang-tulangnya luruh membuatnya tak bisa berpijak, kemarin Rhea tidak memperhatikan wajah Arche secara mendetail karena ia sibuk mendengarkan tawaran yang lebih seperti tawaran kematian untuknya.
Arche menatap Rhea yang masih menunduk dalam, mata tajam pria itu tidak pernah lepas menatap setiap gerak-gerik kecil yang dilakukan Rhea, dengan kasar ia menarik Rhea untuk mengikutinya dan mendorong keras tubuh kecil itu untuk memasuki mobilnya.
Rhea hanya diam, tidak bertanya kemana Arche akan membawanya, hidupnya sudah ia jual kepada pria itu untuk kebebasan ayahnya, dan yang bisa ia lakukan hanya menjalani benang merah takdir yang belum ia ketahui ujungnya, akan menguntai kebahagiaan atau kesengsaraan untuknya.
Mobil berhenti di depan rumah yang begitu besar yang bisa disebut sebagai istana, warna putih begitu mendominasi rumah tersebut dengan empat pilar yang menyambutnya di bagian depan, belum selesai mengagumi rumah itu, Rhea merasa tangannya kembali ditarik paksa oleh Arche, dan yang bisa ia lakukan hanya mengikuti pria itu dan meringis dalam hati melihat tangannya yang mungkin akan memerah karena cengkraman keras itu.
"Kita akan menemui anakku."
Rhea hanya diam, mendengar kembali ucapan Arche yang sedingin es, entah kenapa kakinya begitu berat untuk memasuki rumah itu, teringat kembali dengan dua anak kembar yang sedikit banyak menyita perhatiannya saat kesepakatan dengan Arche itu terjadi, mungkinkah kedua anak itu akan menerimanya sebagai ibu baru untuk mereka? Atau mereka akan menolak mentah-mentah kehadirannya sebagai ibu sekaligus istri Arche?
Bukan tanpa alasan Arche mengambil langkah gila dalam hidupnya dengan menikahi Rhea, jika ingin membuat wanita itu sengsara, dengan mudah akan ia lakukan tanpa membuat wanita itu terikat dengannya, terikat dengan wanita itu adalah pilihan terakhir dalam hidupnya, namun laporan Henry dua hari terakhir membuat Arche mengubah langkah balas dendamnya, ia membutuhkan Rhea untuk menjadi tameng anaknya, Arche mendapat laporan jika belum genap satu minggu Zee meninggalkannya, anaknya sudah mendapat bullying menyedihkan karena tidak memiliki seorang ibu, ia pernah melihat bagaimana raut sendu Keyla saat pulang sekolah yang mengabaikan panggilannya dan memilih mengurung diri di kamarnya, ia bertanya pada Christy tentang penyebab Keyla seperti itu dan ternyata anak itu mendapat ejekan teman-temannya yang hanya dijemput oleh pengasuh bukan oleh ibu mereka.
Arche mengambil resiko dengan menikahi Rhea karena ia tahu Rhea tidak mungkin menyakiti anak-anaknya, ia sudah menyelidiki semuanya tentang Rhea dan mustahil jika wanita itu bisa menyakiti anaknya karena kepribadian wanita itu.
Arche bisa saja mengambil satu dari begitu banyak wanita yang mengantri ingin dinikahi olehnya setelah kematian Zee, namun ia tahu tidak ada satu pun dari wanita itu yang bisa menjadi ibu yang baik untuk kedua anaknya, mungkin mereka akan menggila dan menjadi nenek sihir untuk anak-anaknya.
Tapi baginya pembalasan tetap pembalasan, ia akan membuat Rhea menderita hidup bersamanya terlepas dari wanita itu yang mungkin akan menyayangi anaknya, bukan hal sulit bagi Rhea untuk jatuh cinta kepada si kembar karena Arche tahu sifat penyayang Rhea pada anak kecil, dan itu yang akan Arche manfaatkan untuk membuat Rhea memakan buah simalakama, terus menerima siksaan darinya namun gamang dengan pilihannya saat wanita itu tidak bisa terlepas darinya karena berat meninggalkan anak-anaknya.
Sayangnya pikiran Arche hanya sedangkal itu, ia tidak memikirkan konsekuensi yang juga akan ditanggung oleh anak-anaknya yang mungkin dengan mudah juga akan menyayangi Rhea, jika sudah seperti itu dan ternyata Rhea tiba-tiba menghilang karena tidak sanggup lagi hidup bersamanya maka anak-anaknya yang akan paling terluka di sini.
"Keyla, Kern, perkenalkan ini Rheana, dia akan menjadi Mommy kalian mulai sekarang." Arche menunggu reaksi dari kedua anaknya, Keyla yang lebih dulu maju untuk menatap wajah Rhea lebih dekat, ternyata wanita yang ia temui di kafe itu akan menjadi Mommy-nya.
"Mommy?" Keyla menatap Arche memastikan, namun anggukan dari Arche rupanya masih memberikan kegamangan pada anak berusia lima tahun itu.
"Mommy Keyla adalah Mommy Zee, lalu kenapa sekarang berubah? Bukankah Daddy mengatakan jika Mommy Zee akan selamanya menjadi Mommy Keyla?" Arche berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Keyla.
"Ya sayang, sampai kapan pun Mommy Zee adalah Mommy Keyla, Aunty ini hanya Mommy yang akan menggantikan peran Mommy Zee untuk Keyla dan Kern, Mommy Zee akan tetap menjadi Mommy Keyla dan Kern di hati kalian," entah mengapa ada yang menohok hati Rhea saat ia mendengar kalimat Arche, tapi nyatanya dia memang akan menjadi ibu pengganti yang hidup sebagai bayang-bayang Zee.
"Keyla bisa menganggap dia sebagai Mommy Zee, bukankah mereka memiliki mata yang sama?" Rhea kembali memalingkan wajahnya mendengar setiap kalimat yang menghunus jantungnya.
"Ya Daddy, dia memiliki mata yang sama dengan Mommy, dia Mommy Zee yang kembali hidup, aku menyukainya Daddy," Keyla berubah senang dan Arche tersenyum senang melihat wajah terluka Rhea karena anaknya menganggap dirinya sebagai Zee, bukan dirinya sendiri.
Keyla langsung memeluk Rhea namun wanita itu tidak bereaksi membuat Arche menggeram tertahan dan menghampiri Rhea, mencengkram tangan wanita itu yang masih menggantung di sisi-sisi tubuhnya.
"Balas pelukan anakku," bisik Arche membuat Rhea terkesiap dan tangannya reflek memeluk tubuh mungil yang memeluknya, seketika perasaan hangat melingkupinya, melupakan perkataan anak kecil yang menyentil hatinya, ia mengangkat tubuh kecil Keyla dan membawanya dalam pelukannya dan Keyla dengan nyaman menyandarkan kepalanya pada leher Rhea.
"Aku tidak mau memiliki Mommy selain Mommy Zee. Dia tidak pantas menggantikan Mommy Zee. Aku tidak mau Daddy!!" teriakan Kern yang penuh kemarahan menyentak Rhea, Arche dan Keyla.
Arche menatap anaknya yang menatap penuh kebencian pada Rhea, anak laki-laki itu langsung berlari menuju kamarnya dan menutup pintunya dengan kasar membuat Rhea terperanjat, sedangkan Arche menatap Rhea tajam sebelum menyusul anak laki-lakinya itu.
"Kern memang tempramen Mommy," ujar Keyla berusaha menghilangkan keterkejutan di wajah Rhea, membuat Rhea tersenyum tipis dan mengangguk, namun tetap saja hatinya tidak terima jika anak kecil yang kini dalam gendongannya menganggap dirinya sebagai sosok Zee yang telah tiada.
"Tidak apa-apa, ayo sebaiknya kita ke kamar, bukankah sekarang waktunya anak manis ini tidur siang?" Keyla mengangguk dan semakin erat memeluk leher Rhea, menyandarkan kepalanya di sana yang terasa begitu nyaman.
Rhea keluar dari kamar itu setelah menidurkan Keyla dan tepat saat itu juga Arche keluar dari kamar Kern yang memang bersebelahan dengan kamar Keyla, tatapan pria itu masih sama, selalu menghunus Rhea yang menimbulkan sakit tak kasat mata, lagi-lagi tangannya ditarik kasar oleh Arche, mungkin untuk selanjutnya Rhea harus membebat lengannya dengan kain yang cukup tebal untuk menghindari lebam yang akan ia dapatkan dari cengkraman Arche setiap saat nanti.
"Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku Rheana, jangan pernah menyakiti anak-anakku jika kau masih ingin melihat ayahmu hidup tenang di rumah sakit jiwa itu, sekali saja aku melihat kau menyakiti anakku, aku akan membunuhmu dan Smith dengan cara yang kejam."
Nada suara Arche begitu dalam, terasa sedingin es di telinga Rhea membuat wanita itu bergidig ngeri, ia menganggukan kepalanya dua kali, menatap Arche dengan tatapan yang entah, bahkan tidak pernah terlintas di pikirannya untuk menyakiti anak-anak tak berdosa itu yang masih memiliki hati seputih kapas, Rhea terlalu menyayangi keduanya walau baru dua kali ia bertemu dengan mereka, namun kepolosan keduanya membuatnya langsung jatuh hati, walau mungkin ia harus lebih sabar membuat Kern mau menerimanya dan ia juga harus melapangkan hati selapang-lapangnya saat Keyla yang akan terus menganggapnya sebagai sosok Zee.
***
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, hari ini adalah hari pernikahan yang tidak pernah ia inginkan itu terjadi. Rhea menatap pantulan dirinya di cermin yang menggunakan gaun putih menjuntai ke lantai dengan taburan mutiara yang menghiasi bagian dadanya serta pita besar yang ada di belakang pinggangnya, ia menatap wajah cantiknya dan kembali mengingat hari ini, dulu ia memimpikan hari ini dengan begitu antusias, menantikan hari pernikahannya bersama dengan pria yang dicintainya dengan perasaan meluap-luap, namun kini semua tidak sesuai dengan impian masa kecilnya, nyatanya ia akan menjalani pernikahan yang belum jelas ujungnya.
Dulu saat ia masih kecil banyak sekali petuah yang ibunya sampaikan yang selalu diingat dengan baik oleh otaknya, ibunya itu pernah mengatakan jika mungkin ia harus mengalami hal pahit tentang kehidupan seperti yang saat ini ia alami, ia harus mengubah takdir pahit itu menjadi manis, membalik garis takdir yang masih mungkin bisa dirubah oleh manusia tergantung usahanya.
Selain itu ibunya juga berpesan untuk menikah sekali seumur hidup karena pernikahan itu tentang mempertahankan seseorang yang mau tidak mau ditakdirkan untuk menjadi jodoh kita hingga usaha kita berbuah manis. Dan Rhea akan berusaha keras mematuhi nasehat ibunya, lagi pula tidak pernah ada dalam pikirannya jika ia harus menikah lebih dari sekali, baginya saat Tuhan menggariskan takdir pernikahan untuknya, ia percaya sepenuh hati bahwa pria itu merupakan pasangan hidupnya sampai mati, terlepas dari baik atau buruk pria itu. Dan ia akan mencoba menjalankan nasihat sang ibu.
"Nona, semua sudah siap," suara itu membuyarkan lamunan Rhea, sang penata rias membawakan sebuket baby's breath dan menyerahkannya pada Rhea, di depan pintu sudah ada pria paruh baya yang disewa oleh Arche untuk menjadi walinya. Ia tersenyum dan mengapit lengan pria paruh baya yang seusia dengan ayahnya itu, yang akan mengiringinya berjalan menuju altar dan menyerahkan dirinya pada Arche, andai sang ayah yang benar-benar melakukannya, maka setidaknya itu bisa mengurangi kesedihan Rhea.
Di ujung sana Rhea menatap Arche yang sudah menunggu kedatangannya, langkah demi langkah yang Rhea ambil di atas karpet merah yang terbentang itu membuat jantungnya bertalu keras, di sana walau dalam jarak yang jauh Rhea bisa melihat tatapan mata Arche yang masih sama seperti biasanya, namun semua itu ia balas dengan senyuman dan langkah mantap, memantapkan hatinya sendiri, seburuk apapun rumah tangganya nanti, ia akan tetap berperan menjadi istri yang baik, itu yang disampaikan ibunya dan akan ia lakukan, dan untuk semua hal yang telah ia korbankan dengan menikah dengan Arche, ia akan membuang semua hal menyedihkan dan menjalani hidup yang baru sebagai istri Arche.
Upacara pemberkatan itu berlangsung begitu khidmat, hingga kedua sang mempelai memasangkan cincin pada pasangannya, dan saat ucapan sang pendeta yang menyuruh Arche untuk mencium sang pengantin wanita entah mengapa hati Rhea bertalu keras, ia menutup matanya, walau ia tahu Arche tidak sudi melakukannya. Namun, di hadapan banyak undangan mau tak mau Arche akan melakukannya, dan itu akan menjadi ciuman pertama dalam hidupnya, ia berhasil menjaga seutuhnya ciuman itu untuk suaminya, janji kolot pada dirinya sendiri di era modern sekarang, untuk tidak membiarkan pria lain menyentuh bibirnya yang merupakan hak mutlak suaminya.
Alih-alih mencium Rhea, Arche justru hanya menempelkan hidung mereka dan berbisik dengan cukup lirih namun mampu membuat tubuh Rhea menggigil seketika, membuatnya menatap Arche dengan tatapan terluka,
"Welcome to the hell Rheana Rosalind,"
Seharusya ia tidak terluka dengan ucapan Arche karena ia tahu, dari awal pernikahan ini ada untuk menghancurkannya, tapi entah mengapa hatinya terasa sakit, mungkinkah karena ia telah meyakinkan hatinya bahwa Arche adalah suaminya yang harus ia cintai sepenuh hati terlepas dari sikap pria itu kepadanya nanti, ia akan tetap berusaha untuk mencintai Arche karena hanya cinta yang mampu membuatnya mempertahankan pernikahan itu.