Misi Pertama

1600 Words
Ingatan yang sempat terkubur tiba-tiba muncul begitu saja. Liora mengingat kembali sosok wanita misterius yang dia temui di ruang hampa, wanita berpenampilan kacau dengan gaun compang-camping dan penuh bercak darah. Entah semua itu nyata atau delusi, Liora seolah-olah tidak dapat lagi membedakan batas rasionalitas dalam dirinya sendiri. Dia terus berusaha menelaah semua yang terjadi. Ok, mari kita coba urutkan satu persatu peristiwa di luar nalar tersebut! Pertama, semua kegilaan itu bermula saat Liora berada di dalam mobil Cadillac Escalade hitam miliknya sebelum melihat truk dengan kecepatan tinggi yang melesat ke arahnya hingga tabrakan hebat pun tidak dapat dihindari. Dirinya mengalami kecelakaan yang tragis dan mengerikan. Anehnya, dia tidak terbangun di rumah sakit ataupun kuburan, melainkan di zaman Eropa abad pertengahan. Lebih sialnya lagi, dia malah merasuki raga pemeran antagonis di film yang terakhir dia bintangi, Cannaria Swan. Canna adalah putri tunggal dari seorang bangsawan tersohor yang menjabat sebagai Perdana Menteri Kekaisaran, Duke William Shancez dan Ducess Diana Shancez. Mereka berdua sangat menyayangi Canna dan selalu mengabulkan apapun keinginan putri semata wayang mereka. Berkat itu, Canna menjadi pribadi yang sedikit angkuh. Dia bahkan selalu menindas karakter utama wanita, Ellie Phillies. Dalam cerita, dia menjadi sosok antagonis yang sempurna untuk dibenci. Mereka menjulukinya sebagai ‘Wanita Iblis’ yang layak untuk dijauhi. Dan kini, ingatan terakhir Liora berhenti pada sosok wanita misterius yang dia temui di ruang hampa. Apakah sosok wanita itu adalah Canna 'asli' yang ingin menyampaikan sesuatu padanya? "Saat itu, dia mengatakan apa, ya?" Liora mengerutkan kening sambil menggigit ujung kuku, berusaha mengingat kata-kata yang dia dengar sebelum jatuh ke dunia ini. Ingatannya terasa buram dan dia berusaha keras untuk memperjelasnya. "Ah ...," desah Liora sembari menjentikkan jari dengan mata berbinar, "yang harus kamu lakukan adalah menjaga keluargaku dan membiarkanku tetap hidup." Liora melebarkan sedikit mata saat mendapatkan kembali ingatannya. Dia mengingat pesan yang dikatakan Canna 'yang asli' padanya, seolah-olah itu adalah permohonan dan harapan terakhirnya. "Ya! Aku yakin dia mengatakan hal itu. Dia berpesan untuk melindungi keluarganya dan membiarkannya tetap hidup." Liora berujar yakin dan kembali berpikir. "Mungkinkah dia akan membantuku keluar dari dunia ini jika aku bisa mengabulkan keinginannya? Lalu, jika aku sudah kembali ke dunia asalku, apakah dia akan kembali menempati tubuhnya lagi?" Liora bertanya-tanya dengan pikiran yang rumit. Ayolah, situasi yang terjadi padanya sejak awal masuk ke tubuh Cannaria pun sudah rumit dan sangat tidak masuk akal. Detik berikutnya, Liora berjalan menuju meja kayu mahoni. Dia mengambil pena dan membasahinya dengan tinta, bersiap menuliskan sesuatu pada buku tua yang dia temukan. Jika ingin menghindari akhir buruk seperti takdir yang didapatkan oleh pemeran antagonis Cannaria Swan, maka yang harus aku lakukan adalah, melakukan hal kebalikan. Artinya: Jika Canna begitu mencintai sang protagonis pria … maka aku justru harus membenci protagonis pria. Jika Canna ingin mencelakai protagonis wanita … maka aku justru harus melindungi protagonis wanita. Jika Canna berusaha keras memisahkan kedua protagonis itu … maka aku justru harus membantu menyatukan mereka. "Yaps! Dengan begitu, takdir buruk yang sudah digariskan padaku sejak awal akan menjadi berkebalikan, yaitu menjadi takdir baik." Liora berbinar cerah setelah menuliskan formula kehidupan yang dia simpulkan di buku catatan. Menatap lekat buku catatan di tangannya, Liora tersenyum, "Jika rencana ini berhasil, maka aku juga bisa melindungi keluarga Canna yang di dalam cerita ikut dihukum kerena kejahatan putri mereka.” Tiba-tiba, Liora berdiri tegak lalu berjalan mondar-mandir sambil menggigit ujung jarinya lagi. Dia memang memiliki kebiasaan seperti itu jika sedang berkonsentrasi atau berpikir keras. “Hm, karena sebelumnya aku adalah aktris yang berperan sebagai Cannaria dan sudah membaca semua isi cerita, maka aku masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana alur ceritanya.” Bloody Rose, kisah yang menceritakan tentang seorang karakter utama pria bernama Ellios Demente de Dias yang dikenal sebagai tirani kejam berdarah dingin sekaligus Putra Mahkota yang haus akan darah. Ellios adalah penyihir jenius yang tidak bisa diikuti oleh penyihir lain di benua. Tidak mungkin bisa menggambarkan jumlah mana yang dia miliki—buff yang memang diberikan kepada sang tokoh utama pria. Dia membunuh para musuhnya dengan kejam. Para wanita dan anak-anak diperlakukan tanpa belas kasih. Semua yang mengganggunya diperlakukan dengan brutal. Selama menjadi Pangeran, aroma darah terus tercium dan pedangnya tidak pernah berhenti mengucurkan darah segar. Hingga akhirnya, para penduduk yang pun menyematkan julukan ... 'Pangeran Neraka'. Di satu sisi, tidak banyak yang tahu jika dia memiliki sebuah kelemahan. Kutukan. Ya, kutukan akan sentuhan wanita. Siapapun wanita yang menyentuhnya, maka kekuatan sihir api yang dimiliki justru akan melalap sekujur tubuhnya bagai senjata makan tuan. Akan tetapi, kutukan itu akan dipatahkan oleh sang karakter utama wanita, Ellie Phillies. "Baiklah, kita akan mengubah alur ceritanya. Mulai sekarang, lupakan nama Liora Belladona dan panggil aku sebagai Canna!" putusnya dengan wajah bersemangat dan tangan mengepal. Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk disusul dengan deritan pintu. Emma berjalan masuk hingga membuat Liora menurunkan kembali tangannya yang mengepal bagaikan seorang proklamator. “Lady, saya membawakan beberapa camilan dan cokelat hangat untuk Anda.” Canna mengangguk dan tersenyum. Iya, mulai detik ini kita akan memanggilnya sebagai Canna dan melupakan nama Liora. Dia sendiri yang memintanya. Mengambil cangkir yang disajikan, Canna menyesap cokelat hangat yang masih terapung marshmallow di atasnya. Manisan kenyal itu terasa lembut saat meleleh di mulutnya, "Rasanya lezat. Terima kasih, Emma." Emma berkaca-kaca dan menutupi mulutnya yang menganga. "Ada apa?" Canna mengerutkan kening saat dengan ringan meletakkan cangkirnya. "Ini adalah pertama kalinya Anda mengatakan terima kasih pada saya, Lady. Saya sangat terharu karena Anda begitu manis, sangat manis." Mata Emma masih berkaca-kaca dengan tatapan memuja. Meskipun etiket bangsawan tidak mengharuskan seorang bangsawan untuk mengucapkan kata-kata sederhana tapi bermakna seperti 'terima kasih' kepada orang dengan status lebih rendah, tetapi kepribadian Cannaria 'yang asli' memang wanita yang dingin dan angkuh. Dia tidak mungkin bersikap manis di hadapan siapa pun. Emma yang merupakan dayang pribadinya tentu saja terkejut saat melihat momen langka tersebut. Dia sampai tidak bisa berhenti menatap Canna dengan wajah bersemu merah. "... Emma." Canna sedikit terbebani saat terus dipandangi. “Ya, Lady?” Emma tersenyum lebar. “Omong-omong, berapa umurku saat ini?” “U-umur Anda?” “Ya, aku kan sedang hilang ingatan.” “Oh, benar juga. Saat ini Anda berumur sembilan belas tahun, Lady. Pesta kedewasaan Anda sudah selesai dilakukan, tetapi Anda masih harus memasuki akademi.” Canna terdiam beberapa saat. 'Bagus! Itu tandanya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan karakter utama pria karena ceritanya baru dimulai saat Cannaria berusia dua puluh tahun. Jadi, aku masih memiliki kesempatan sekitar satu tahun untuk mengubah alurnya,' batinnya dengan bibir yang tanpa sadar melengkung. “Apa yang Anda pikirkan dengan senyuman aneh itu, Lady?” Emma mendadak takut. Canna mengubah ekspresinya pada mode elegan. Dia adalah aktris. Tidak sulit baginya untuk bersandiwara. “Tidak ada. Apa kamu bisa melakukan sesuatu untukku, Emma? Ada hal penting yang harus kulakukan.” “Tentu saya akan melakukan apa saja untuk Anda, Lady. Saya adalah pelayan Anda yang setia. Tapi, hal penting apa itu?" Entah mengapa, Emma memiliki firasat buruk. "Hal penting untuk mengubah nasib. Aku ingin berburu." "Oh, berburu ...." Terdengar kelegaan di suara Emma. "Baiklah, saya akan menemani Anda dan memanggil ksatria pengawal untuk melindungi Anda," imbuhnya dengan ceria, "Omong-omong hewan apa yang ingin Anda buru, Lady? Daging rusa liar pasti sangat lezat jika dibuat sup, hihihi." Emma tertawa kering. "Bukan. Aku tidak ingin berburu hewan." Emma mengerutkan kening, "L-lalu?" "Berburu ... pria tampan." “Maaf?" Emma tidak yakin dengan pendengarannya. "Kamu pasti sudah mendengarnya." "Berburu pria tampan Anda bilang?" beo Emma memastikan kembali yang dia dengar. Dia justru berharap kalau gendang telinganya bermasalah. Canna mengangguk dengan wajah datar, tetapi terlihat begitu serius. Masih ada waktu sekitar satu tahun untuk mengubah alur cerita. Jadi, dia bertekad untuk mencari sosok pria tampan yang bisa meminjamkannya status sebagai tunangan ataupun istri setidaknya selama dua tahun. Dengan pertunangan palsu, mungkin dia tidak akan terlibat dengan pemeran utama pria karena sudah terikat dengan tunangannya. Dalam cerita aslinya, Canna dan protagonis wanita akan bertarung dalam calon pemilihan Putri Mahkota. Mereka berdua menjadi kandidat bersama putri bangsawan yang lain untuk memenangkan hati sang Putra Mahkota. Jika Canna sudah memiliki tunangan, maka Duke William tidak bisa mengajukannya sebagai kandidat dan dia pun akan selamat. Dia harus melakukan apa saja untuk menjauh dari sang karakter utama pria. Lalu saat dia sudah kembali ke dunia asalnya dan Cannaria 'yang asli' kembali menempati tubuhnya lagi, maka dia bisa membatalkan pertunangan dengan pria itu kapan saja mengingat status mereka hanyalah kontrak. Berkat itu, dia memutuskan jika misi pertamanya adalah pertunangan kontrak. ‘You’re so fuckin gorgeous, Lady! Kamu adalah wanita paling jenius di muka bumi ini. Albert Einstein pasti akan sangat bangga kepadamu, hohoho,’ benaknya mulai memuji diri sendiri. “Lady, berburu pria tampan apa artinya Anda ingin memelihara b***k?" "Hm? b***k?" Canna sedikit terkejut dengan kesimpulan yang didapatkan Emma. Namun, dia juga tidak bisa mengatakan kalau sedang mencari partner untuk melakukan pertunangan kontrak. Bisa-bisa Emma membocorkannya kepada Duke dan rencananya berantakan. "Hiks." Emma tiba-tiba menangis. "Mengapa kamu menangis?" "Hiks." Emma tetap menangis. Sungguh, dia tidak percaya jika setelah tersadar dari krisis, Canna justru menginginkan b***k laki-laki berparas tampan. 'Apakah untuk memuaskan hasratnya yang terpendam pada b***k tampan itu?' benak Emma yang semakin ke mana-mana. Salahkan Canna yang tidak berniat menjelaskan misi yang sebenarnya kepadanya. Padahal, dia sempat berpikir jika sejak terbangun dari krisis, Tuan Putri-nya itu sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi ternyata justru lebih buruk. "Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?" Canna dapat melihat jika Emma memikirkan sesuatu yang tidak-tidak tentangnya. "...." Emma menutup mulutnya rapat-rapat. "Apapun yang sedang kamu pikirkan, itu tidak penting (karena yang terpenting adalah keselamatanku)." Buru-buru Canna menarik pergelangan tangan Emma yang masih menyisakan kesalahpahaman. "Ayo cepat berangkat! Kita tidak punya banyak waktu." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD