PART. 1 ADYSTI
Adyt mendorong piringnya yang isinya masih setengah, ke tengah meja. Adyt merasa tidak selera makan siang ini.
"Kok nggak dihabisin, Sayang?" tanya Andrea.
"Sudah kenyang, De," jawab Adyt.
"Sabtu depan aku ada syuting iklan di Puncak dua hari, tidak apa-apa ya akhir pekannya sendirian?"
"Hhhh ... itukan sudah sering terjadi De, sudah biasa."
"Jangan ngomong begitu dong, aku jadi nggak enak, jadi merasa disindir."
Adyt mengangkat bahunya.
"Itu kenyataan, De."
"Aku minta maaf kalau terlalu sering menomer duakan kamu, tapi kamu tahukan, saat ini karir bagiku nomer satu. Kalau aku sukses, kamu ikut senang juga."
"Hmmm ...."
Ponsel Andrea bergetar.
"Hallo, Mas Erwin."
"...."
"Ooh ... ya, nggak lupa kok Mas. Iya, dua jam lagi ya, bye Mas." Andrea menutup telponnya.
"Sayang kita pulang sekarang ya, dua jam lagi aku ada live di ...." Andrea menyebut nama salah satu stasiun televisi nasional.
Adyt hanya mengangguk.
------
Pagi saat berangkat ke kantor, seperti biasanya Adyt menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, menuju kantornya. Tampilannya yang cool, dengan wajah bule tampannya, yang mirip Sean Brosnan, warisan dari opanya Steven Adams, dan tubuhnya yang tinggi tegap, tentu saja sangat menarik bagi lawan jenisnya. Sayang bibir itu jarang menyunggingkan senyuman, mata itu terlihat dingin tiap menatap.
Sambil menyetir mobil, Adyt melamunkan hubungannya dengan Andrea yang entah akan dibawa kemana. Adyt sendiri tidak pasti akan perasaannya pada Andrea, kalau ditanya sayang, jawabannya memang dia sangat sayang pada Andrea, tapi kalau ditanya cinta, mulutnya menjawab ya, tapi hatinya meragukan perasaannya.
Sejak kedatangan Andrea untuk menetap di Indonesia, mereka memang bisa langsung dekat, karena sifat Andrea yang ceria. Dua tahun lalu mereka sepakat, untuk menyebut diri mereka pasangan kekasih. Tapi, sejak Andrea terjun ke dunia keartisan, lewat jalan seorang teman lama mamahnya, hubungan mereka tak serapat dulu, meski mereka masih menyebut diri mereka pasangan kekasih.
Wajah bule Andrea, memang sangat diminati di dunia hiburan saat ini, apa lagi Andrea bisa disebut multi talenta, dari akting, nyanyi, modelling, presenting, bahkan jalur komedi bisa dimasukinya. Sikap supelannya juga membuatnya mudah diterima semua kalangan. Kesuksesan Andrea, seperti memberikan jarak di antara mereka, mereka tak sebebas dulu, karena Andrea terikat kontrak untuk tidak mempublish hubungan asmara. Andrea harus mengaku belum punya kekasih.
Braaakkk!
Suara benda tertabrak.
Adyt menepikan mobilnya. Iaenatap ke arah spion.
'Ya Tuhan ....
Kenapa aku selalu menyenggol sepeda orang,' batinnya.
Adyt ke luar dari mobilnya. Ia membantu pemilik sepeda yang tertindih sepedanya berdiri.
"Maaf, ya, Dek."
"Ooh nggak apa-apa Pak, maaf saya buru-buru, hari ini hari pertama saya kerja, maaf Pak." Gadis itu naik ke atas sepedanya dengan tergesa, lalu mengayuh dengan kecepatan tinggi.
Adyt mengernyitkan dahi, ia merasa seperti pernah melihat gadis itu, juga sepedanya.
"Ya Tuhan ....
Itu gadis kecil yang dulu kusenggol sepedanya. Meski sudah lebih besar sedikit, tapi wajahnya tak banyak berubah. Sepedanya juga sama, meski terlihat tambah tua, siapa namanya ya, hhh ... aku lupa,' batin Adyt.
Adyt meneruskan perjalanan ke kantor, yang tak jauh lagi dari tempatnya menyenggol sepeda barusan.
Tiba di kantor, dilihat Sari sekretarisnya, yang selama tiga tahun ini bekerja padanya, sudah duduk di belakang meja. Usia Sari sudah hampir dua puluh enam tapi sampai sekarang belum menikah.
"Pagi, Pak," sapa Sari, sambil sedikit membungkukan badan, seakan memperlihatkan belahan putih dadanya.
"Pagi " jawab Adyt datar, sembari melangkah ke pintu ruangannya.
"Ooh ya Sari, minta bagian pantry antarkan kopi s**u buat saya," perintah Adyt.
"Ya Pak" jawab Sari.
Adyt ingin masuk ke ruangannya. Tapi matanya menangkap wajah seseorang, yang barusan tadi ditabraknya, tengah melap kaca-kaca besar, yang membatasi ruangannya dengan lorong di depannya.
Adyt mendekati Sari.
"Ada OG baru?" Tanyanya.
"Ooh iya pak, ada OG yang berhenti karena menikah, jadi dia menggantikannya Pak. Untuk lebih jelasnya, tanya Pak Rama saja, Pak," jawab Sari.
"Hmmm ... suruh Rama ke ruangan saya," perintahnya pada Sari.
"Baik pak" jawab Sari.
Adyt masuk ke ruangannya, sebelum masuk, matanya melirik ke arah OG baru itu, yang dilirik asik saja dengan pekerjaannya.
Suara pintu diketuk.
"Masuk."
"Pagi, Boss."
"Pagi Ram, duduk!"
Rama duduk di depan Adyt, dibatasi oleh meja kerja Adyt yang besar.
"Ada apa, Boss?"
"Kata Sari kamu tahu soal OG baru itu?" Tanya Adyt.
"OG baru? Tiak salah nih Boss tiba-tiba mengurusi soal ini?" Tanya Rama heran.
"Jawab saja Ram, jangan menyindir begitu!" Adyt bersandar di kursinya.
Rama terkekeh.
"Hmm ... OG yang itu ya, Boss?" Rama menunjuk, ke arah gadis yang tengah melap kaca besar, dan tebal yang menjadi dinding ruangan Adyt.
Orang di dalam ruangan Adyt, bisa melihat dengan jelas keadaan di luar, tapi orang di luar tidak bisa melihat ke dalam. Adyt mengangguk.
"Namanya Adysti, Boss, baru lulus SMA, dia anak panti dekat kampung ku. Adik ibuku yang merekomendasikan dia buat kerja di sini, jadi aku minta personalia untuk terima dia. Hmmm ... memang kenapa Boss? Jangan bilang boss naksir ya, ingat sama Andrea, Boss," gurau Rama.
"Adysti, hmmm berarti benar dugaanku." Adyt manggut-manggut tanpa menghiraukan gurauan Rama soal Andrea.
"Dugaan apa, Boss?" Tanya Rama bingung.
"Waktu dia SMP, aku pernah menyenggol sepedanya sampai dia jatuh, di tempat yang sama waktu aku menyenggol sepeda Sekar, Ram. Dan pagi tadi, lagi-lagi aku menyenggol sepedanya di dekat pertigaan ujung, jalan kantor ini."
Mata Adyt memperhatikan pergerakan Adysti di luar sana, yang masih asik dengan pekerjaannya melap kaca, ada OB yang membantunya melap bagian atas kaca, dengan menggunakan tangga kecil, karena tinggi hingga susah dijangkau. Sesekali terlihat mereka bicara, lalu saling melempar senyum.
"Waah, jangan-jangan jodoh nih, Boss sama Adys. Eeh ... kalau jodoh, Andrea mau dikemanakan ya, Boss?" gurau Rama, Rama memperhatikan arah pandangan Adyt.
"Boss, jangan terlalu dipandangi, nanti naksir beneran Boss, kasihankan Andrea," goda Rama.
"Hhhh ... itu tidak mungkin, Ram, dia bukan tipeku, lihat saja dia, dan Andrea itu beda jauhkan." Adyt tersenyum, seakan meragukan kata-katanya sendiri.
"Boss lupa ya, Sekar, dan Adysti setipe, kalau Boss bisa jatuh cinta dengan Sekar, artinya Boss juga bisa jatuh cinta dengan Adys."
Sekar adalah wanita yang pernah Adyt cintai. Adyt berharap menikahi Sekar setelah menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Namun yang terjadi adalah, Sekar menikah dengan uncle nya, atas perjodohan dari Oma, dan Mamahnya.
'Analisa Rama bener juga,' gumam Adyt di dalam hati.
"Boss, melamun itu tanda mulai memikirkan, memikirkan tanda mulai ada perhatian, perhatian bisa awal dari cinta, cinta bisa awal dari ...."
"Stop, Ram! Kamu kembali ke ruangan kamu sana, pusing aku mendengar kata-katamu." Adyt mengangkat tangan, lalu mengibaskan telapak tangannya, seakan mengusir Rama.
Rama berdiri sambil terkekeh pelan.
"Tutup aja hordennya, biar tidak kelihatan yang di luar." Rama menunjuk Adysti, yang belum selesai dengan pekerjaannya.
"Sudah ke luar sana! Oh ya, tanyakan Sari, kopi susuku mana kok belum diantar?"
"Siap Boss, selamat menonton." Rama terkekeh sembari menunjuk ke arah Adysti di luar, sebelum ia menutup pintu ruangan Adyt.
Adyt berdiri, ia mendekati dinding kaca dan dengan satu sentakan horden tebal berwarna krem yang menggantung dibagian tepi kaca ditariknya, menutupi kaca secara keseluruhannya, sehingga apapun yang terjadi di luar sana tidak bisa terlihat lagi.
Adyt kembali duduk di kursi, ia membuka laptop di atas meja, dan memulai untuk pekerjaannya hari ini.
Ponselnya bergetar.
"Uncle," gumamnya.
"Hallo, ya Uncle, ada apa?"
"Adyt, Mamahmu apa sudah menyampaikan, kalau kamu yang ditugaskan mengawasi pembangunan panti asuhan Harapan Nunda?" tanya Sakti, unclenya di seberang sana.
"Sudah, kapan material bangunannya akan dikirim?"
"Hari ini semua langsung dikirim ke sana, tolong kamu cek nanti semuanya ya, berkasnya kukirim lewat email."
"Siap Uncle, sore ini aku cek ke sana"
"Oke, terima kasih."
"Sama-sama, Uncle"
Adyt menutup telponnya.
Proyek pembangunan panti, adalah membuat bangunan baru, untuk panti asuhan yang sudah lama ada. Jadi bangunan baru akan melingkari bangunan lama. Setelah bangunan baru rampung, bangunan lama akan dirubuhkan, dan dibuat taman di lahan bekas bangunan lama.
Ini proyek amal, yang jadi salah satu impian opanya, almarhum Opa Steven.
Setelah proyek rumah murah berjalan, maka dilanjutkan dengan proyek panti asuhan ini. Semua proyek ini dikerjakan bersama seluruh keluarga, dari anak, dan cucu opa, dan omanya.
Suara ketukan di pintu membuat Adyt menatap pintu.
"Masuk."
Pintu terbuka, Adyt mengangkat kepalanya.
Orang yang masuk masih menunduk.
"Saya disuruh mengantar minuman pesanan Bapak," katanya tanpa mengangkat kepala. Tangannya sedikit gemetar, terlihat dari getaran gelas di atas nampan.
"Letakan di meja saya," perintah Adyt.
Masih tanpa mengangkat kepala, dia melangkah maju, dengan sedikit gemetar meletakan gelas berisi kopi s**u di atas meja.
"Angkat kepalamu, dan tatap saya kalau saya bicara, Adysti!" perintah Adyt, dengan nada suara sedikit keras.
Spontan Adys mengangkat kepala, begitu mendengar namanya disebut.
"Jangan kaget kalau saya tahu nama kamu, itu tertulis dengan jelas di kartu tanda pengenal, yang tergantung di saku depanmu" kata Adyt datar.
"Ooh, iya maaf, ada yang Bapak inginkan lagi? Kalau tidak, saya permisi ke luar" Adysti kembali menundukan Wajah. Sedikitpun tidak ada tanda-tanda, kalau dia mengenali Adyt sebagai penyenggol sepedanya.
"Keluarlah" perintah Adyt dingin. Adysti membalikan badan, dan segera ke luar ruangan yang terasa tidak nyaman baginya, karena tatapan Adyt yang menurutnya sangat menakutkan, dingin tak berperasaan.
-----
Adyt memarkir mobilnya di samping bangunan panti. Ia turun dari mobil, matanya menatap material yang sudah menumpuk di pojok tanah kosong, di sisi sebelah kanan panti.
Tanah itu tadinya ada bangunan rumahnya, setelah mereka beli bangunannya dirubuhkan, untuk dibuat bangunan baru panti.
Keluarganya sudah menjadi donatur tetap panti ini, Adyt sendiri tidak begitu mengerti prosesnya, kenapa panti ini yang dipilih keluarganya untuk dibangun. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, juga kehidupan pribadinya bersama Andrea.
Dua orang wanita tua mendekatinya.
"Nak Adyt ya?" Tanya salah satunya.
"Ooh iya Bu, saya Adyt, keponakannya Pak Sakti" Adyt mengulurkan tangannya.
"Ooh iya, tadi Mas Sakti telpon, katanya Nak Adyt yang akan mengawasi pembangunan di sini. Kenalkan saya ibu panti, nama saya Ibu Dina ini saudara kembar saya, Bu Dini" ibu Dina, dan Dini menyambut uluran tangan Adyt.
"Ayo masuk ke dalam Nak Adyt, kita ngobrol di dalam" ajak Bu Dini mempersilahkan.
"Ooh ya." Adyt mengikuti langkah Bu Dina, dan Bu Dini, masuk ke ruang tamu.
Bunyi bell sepeda yang dibunyikan dengan irama gembira, terdengar sangat mengganggu pendengaran Adyt. Terdengar gelak tawa anak-anak, yang ke luar dari pintu samping, menyongsong si pemilik bunyi sepeda.
"Maaf ya Nak Adyt, agak ribut, itu yang datang kakak paling tua anak-anak di sini, hari ini hari pertama dia kerja, jadi anak-anak sangat antusias ingin mendengar ceritanya," kata Bu Dini.
"Ooh sudah ada yang bekerja juga ya Bu?" Tanya Adyt.
"Iya Nak, tahun ini dia lulus SMA, Alhamdulillah di terima kerja sebagai OG di ...."
"Assalamuallaikum, Ibu" suara riang di ambang pintu memotong kalimat ibu panti, entah Dina, atau Dini, Adyt tidak bisa membedakannya.
"Walaikum salam" jawab ketiganya serempak.
Adyt terpaku menatap Adysti, Adysti ternganga menatap Adyt. Sungguh Adyt tidak terpikir sama sekali, kalau panti asuhan ini dekat dengan kampung Rama, yang artinya panti ini tempat di mana Adysti tinggal.
"Adysti," gumam Adyt.
"Pak Adyt ...." Adysti mengerjapkan mata, masih tak percaya, Bossnya yang hari ini memarahinya, dihari pertama dia bekerja ada di depannya.
Ponsel Adyt bergetar, mengalihkan perhatiannya dari sosok di hadapannya.
"Andrea," gumamnya.
"Permisi saya angkat telpon dulu." Adyt mengangguk ke arah Orang-orang di depannya, lalu melangkah ke luar dari ruang tamu.
"Ya, ada apa"
"Bisa jemput aku nggak, Sayang?" Tanyanya.
"Di mana?"
"Di ...." Andrea menyebut nama salah satu stasiun tv.
"Oke, kamu tunggu ya."
"Ya, terima kasih, Sayang."
Adyt masuk lagi ke dalam.
"Maaf Bu, saya harus segera pergi, masih ada urusan yang harus saya kerjakan," pamit Adyt, Adyt menyodorkan tangannya untuk berpamitan.
"Ooh ya Nak Adyt, terima kasih atas kunjungannya." Kedua ibu itu menyalami Adyt, sedang Adysti sudah tak terlihat lagi entah kemana.
Sesaat setelah Adyt pulang.
"Jadi Nak Adyt itu, Bossmu, Dys?" Tanya ibu Panti.
Saat Adyt menelpon tadi, Adysti sempat bercerita, kalau Adyt adalah bossnya.
"Iya Bu, mirip sih sama suaminya Kak Sekar, Mas Sakti, tapi ini orangnya jutek banget bu, nyebelin, baru juga hari pertama kerja, aku sudah dimarahin tadi," cerocos Adys di hadapan ibu panti.
"Kamu barangkali yang tidak bener kerjanya, mereka sekeluarga itu orang baik semua, Dys."
"Aku tidak salah apa-apa Bu, dia saja yang jutek," jawab Adys.
"Sabar ya Sayang, kamu senang tidak kerja di sana?"
"Seneng sekali bu, temen-temen kerjaku baik-baik kok!"
"Ya sudah kalau begitu, kamu baik-baik kerja di sana, biar bisa nabung buat masuk kuliah nanti" pesan ibu panti.
"Siap Bu Adys mandi dulu ya." Adys bersikap memberi hormat, dengan tangan di keningnya.
"Sudah sana mandi, sudah bau asem tahu nggak!" gurau ibu panti.
"Masa sih bau asem" Adys nengangkat tangan, membaui tubuhnya.
"Iih Adys jorok ah, cepetan sana mandi!" Ibu panti melotot ke arah Adys.
"Hehehehe ... iya." Adys masuk ke dalam, kedua ibu panti tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Teman-teman seumuran Adys saat mereka kecil, sudah pada diadopsi orang, tinggal Adys yang masih bertahan tinggal di panti. Bukan karena tidak ada yang ingin mengadopsi, tapi ibu panti terlanjur sayang sekali pada Adysti, hingga tak ingin berpisah dari Adys.
****BERSAMBUNG****
komen yang banyak ya.