Chapter 6

1181 Words
Selamat membaca 1 bulan. 2 bulan. 3 bulan. 4 bulan. 4 bulan telah berlalu, tapi Sena belum juga kembali ke rumah. Surya terus menanti dan berharap. Bahkan Sena tidak datang di pernikahan Febri dan Risa yang di gelar secara tertutup itu. Bagaimana keadaanya sekarang? Apakah Sena baik-baik saja? Apakah Dia tinggal di tempat yang layak? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di pikirannya. Surya membuka pintu kamar yang sekarang selalu tiap hari ia kunjungi. Bahkan dulu ia hanya melewati kamar itu, walaupun putri kandungnya ingin dirinya membacakan buku dongeng pada malam hari, tapi Surya selalu menolak mentah-mentah. Ia malah mendorong putrinya agar pergi darinya dan tidak menganggunya bekerja. Ia baru menyadari jika kamar itu sudah tidak lagi berwarna ungu, tapi sekarang lebih di d******i warna gelap. Bahkan tidak seperti kamar wanita pada umumnya. Suasana di kamar itu sangat sunyi dan dingin. Entah sampai kapan pemiliknya akan menempati kamar itu lagi? Atau mungkin tidak akan pernah ditempati lagi oleh sang pemilik? Hanya di kamar ini ia bisa melepas kerinduannya kepada putri yang sudah ia sia-sia kan itu, walaupun tetap saja ia selalu merindukan Sena. Ia mengambil bingkai foto anak kecil di atas meja yang sedang memegang boneka dan tersenyum lebar ke arah kamera. Tes Tes Tes Mata Surya memanas. Ia selalu menangis saat melihat foto Sena. Foto itu adalah foto satu-satunya yang ada di rumah ini. Dari dulu ia tidak pernah mengajak Sena untuk foto bersama. Bahkan di seluruh penjuru rumah tidak ada satu pun foto Sena yang terpajang. Semuanya hanya berisi foto dirinya, Meriam, dan Risa. Sungguh pedih rasanya saat mengingat semua perbuatan buruknya kepada Sena. Kenapa dirinya bisa sebodoh itu menyiksa putri kandungnya sendiri? Kenapa dari dulu ia tidak pernah berfikir betapa menderitanya Sena. Harus tumbuh di keluarga yang selalu memberinya penderitaan? Lebih parahnya lagi orang yang selalu membuatnya sedih adalah ayahnya sendiri. Bahkan Sena harus berjuang sendiri untuk membiayai hidupnya karena dari dulu ia tidak pernah memberikan uang sepeser pun kepada Sena. "Maafkan ayah Sena, maafkan ayah," lirih Surya terisak-isak. Surya benar-benar sangat menyesal. Sungguh di lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat merasa bersalah. Ia ingin Sena kembali dan memaafkan kesalahan-kesalahan yang ia lakukan selama ini kepada Sena. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan putri kandungnya itu dan berusaha menjadi ayah yang baik. Ia bersumpah akan membayar dengan apapun agar Sena mau memaafkan dirinya. Bahkan dengan nyawanya sekalipun. Tapi apakah Sena mau memaafkan Surya? Memaafkan orang yang tidak hanya memberikan luka pada fisiknya, tapi juga luka di dalam hatinya. Rasa sakit yang begitu dalam itu apakah bisa menghilang? Sakit yang sudah Sena dapatkan dari kecil apa mungkin bisa menghilang begitu saja? Akan membutuhkan waktu lama untuk menyembuhkannya dan pasti akan selalu meninggalkan bekas yang tidak akan pernah bisa hilang. Meriam menghampiri suaminya itu. Selalu seperti ini, Surya akan selalu menangis saat mengunjungi kamar Sena. "Sudah, Yah. Jangan seperti ini, Sena pasti akan kembali lagi ke rumah," ucap Meriam lembut mencoba untuk menenangkan Surya. Surya hanya diam saja tidak menjawab istrinya itu. Ia masih terus memeluk bingkai foto Sena. Meriam langsung mengeluarkan sebuah tiket dari sakunya. "Datanglah ke pertandingan Sena, aku berhasil mendapatkan tiketnya, tapi hanya satu karena tiketnya udah habis diburu oleh anak-anak muda," ucap Meriam dan memberikan tiketnya kepada Surya. Surya langsung menoleh ke arah Meriam, dan mengambil tiket Sena. "Bagaimana kamu bisa tau tentang pertandingan Sena?" Tanya Surya penasaran. "Aku dapat info dari grup arisan, Ya. ibu-ibu di grup pada heboh karena semua anak mereka mengidolakan tim Sena dan pada berebut membeli tiket pertandingannya." Surya tersenyum lebar. Ia tidak tau jika putrinya ternyata sangat populer. Akhirnya ia akan segera bertemu Sena. ***** Ini adalah pertandingan yang di adakan oleh perusahaan yang terkenal di Indonesia. Karena anak pemilik perusahaan itu adalah salah satu fans berat tim Sena. Jadi anak itu meminta ayahnya mengadakan pertandingan Volley ball sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke enam tahun. Walaupun harus mengeluarkan banyak dana untuk mengadakan pertandingan ini, tapi dia tidak keberatan. Apapun akan dia lakukan agar putra satu-satunya itu bahagia. Orang yang menonton pertandingan  itu benar-benar sangat antusias. mereka sudah bersorak ria melihat beberapa tim yang sedang bertanding. Dan saat waktunya tim Sena yang bertanding, semua penonton langsung heboh. Mereka berdiri dari tempat duduknya dan berteriak seperti orang kesurupan. Mereka sangat senang karena tim favorit yang sudah mereka tunggu-tunggu akhirnya akan segera bertanding. Saat Sena melakukan smash. Semua penonton selalu berteriak histeris. Karena tidak ada orang yang bisa menangkap bolanya. Disaat semua penonton pada heboh, ada seorang laki-laki yang merasa terharu. Ia mengusap air mata yang sudah menetes dari matanya yang sudah keriput. Ini adalah pertama kalinya dirinya menonton pertandingan putrinya. Seharusnya dari dulu ia berada disini menyemangati putrinya dan memberikan selamat saat tim putrinya menang. Laki-laki itu adalah Surya, ia sangat bangga dengan Sena. Setelah pertandingan berakhir ia sudah berencana menemui putrinya untuk mengajaknya kembali ke rumah. Setelah melawan tim dari berbagai kota, akhirnya pertandingan di menangkan oleh tim Sena lagi. Semua penonton langsung bertepuk tangan. Mereka sudah heboh ingin turun dan berfoto dengan tim Sena, tapi di cegah oleh petugas. Tentu saja mereka harus mengantri. Tiba-tiba ada seorang anak kecil yang memeluk Sena dari samping. Sena terlonjak kaget karena ia tidak mengenali anak kecil yang sedang memeluknya ini. "Selamat ya, Kak! Aku tau tim Kakak pasti menang," ucap anak itu girang. "Aku tuh ngefans banget sama Kakak," imbuhnya. Sena tersenyum lembut dan mensejajarkan tingginya dengan anak itu. "Makasih sayang, kamu kesini sama siapa?" Tanya Sena penasaran. Karena tidak mungkin seorang anak kecil datang ke pertandingan ini sendirian. Terlalu beresiko, apalagi penonton di stadion ini juga sangat banyak. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sangat tampan menghampiri mereka. "Azka!! Sudah Papa bilang tunggu Papa! Kenapa kamu malah ninggalin Papa?!" bentak laki-laki itu. Laki-laki itu adalah Krisna Dewangga. Pemilik perusahaan yang mengadakan pertandingan itu, sekaligus ayah dari Azka Dewangga. Apakah putranya itu tidak tau betapa ia sangat khawatir jika putra yang di sayanginya menghilang atau di culik orang jahat. Ia tidak mau kehilangan seseorang yang ia sayangi lagi. Setelah istrinya meninggal saat melahirkan Azka. Ia menjadi seorang ayah yang sangat protektif kepada putranya itu. Sedangkan anak yang bernama Azka itu langsung menunduk. Sena tidak suka melihat laki-laki itu yang memarahi Azka. Sena pikir itu sangatlah berlebihan. "Maaf, ini memang tidak ada urusannya dengan saya. Tapi bukankah terlalu berlebihan jika Anda membentak anak kecil yang bahkan tidak melakukan kesalahan yang fatal?" Azka menatap Sena dengan pandangan berbinar-binar. Karena selama ini tidak ada orang yang membelanya saat ia dimarahi jika ia pergi jauh-jauh dari ayahnya. Karena semua orang takut dan tidak berani dengan ayahnya yang terkenal sangat galak itu. "Anda tidak perlu ikut campur! Saya tau apa yang harus saya lakukan kepada anak saya!" ucap Kris dingin "Azka! Ayo pulang! Pertandingannya udah selesai." Tapi Azka malah bersembunyi di belakang Sena dan memeluk Sena erat. Menandakan kalau ia masih ingin bersama Sena dan tidak ingin pulang. Kris sangat terkejut melihat sikap putranya itu. Karena Azka tidak pernah seperti itu kepada orang yang baru dia kenal. Sena tersenyum sinis. "Lihat? Bahkan putra Anda sendiri tidak ingin bersama Anda." Kris menatap Sena tajam karena Sena sangat lancang dengannya. "Anda tidak perlu memaksanya untuk mengajaknya pulang," ucap Sena datar. "Sayang, kamu pulang ya. Kamu nggak mau kan, kalau papa kamu yang galak ini semakin marah sama kamu?" Bujuk Sena lembut dan melirik sinis ke arah Kris yang juga memberikan tatapan membunuh ke arahnya. "Tapi aku masih mau sama Kak Sena," ucap Azka sedih. Kris tidak tega saat melihat putranya sedih seperti itu. "Aku mau pulang, kalo Kak Sena ikut." Sontak Sena dan Kris saling berpandangan. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD