Selamat membaca
Sena dan teman-temannya saat ini sedang menikmati makan malam mereka di sebuah restoran yang dekat dengan hotel. Mereka berjalan kaki sampai restoran, sekaligus menikmati angin malam yang begitu menenangkan.
Restoran itu selalu ramai dan tidak pernah sepi pengunjung. Walaupun hari sudah malam, tapi masih banyak orang yang berdatangan karena memang makanan di restoran itu sangat lezat.
Saat makanan sudah datang. Mereka langsung menyantapnya. Sesekali mereka juga tertawa. Entah apa yang sedang mereka bicarakan?
"Sen, adik tiri Lo kan artis. Kok wartawan pada nggak tau ya kalo si Risa udah nikah?" Tanya Siska heran.
"Kan emang pesta pernikahannya tertutup. Jadi nggak ada yang tau," jawab Sena acuh.
"Lo nggak ada niat buat ngomong ke media gitu? Itung-itung buat ngasih pelajaran ke Risa," timpal Reni.
"Lah kalo itu, Lo tanya aja tuh sama si Dela. Dia kan benci banget sama si Risa," ucap Sena dengan nada bercanda.
Dela langsung tersenyum miring ke arah Sena.
"Lo nggak tau aja Sen, gue sebenarnya udah gatel pingin bongkar semua rahasia Risa ke media. Apalagi saat dia ngambil cowok gue! Tapi gue nggak enak aja sama Lo, secara dia kan adik tiri Lo," jelas Dela.
Sena terkekeh.
"Kenapa Lo nggak enak sama gue? Gue aja juga benci sama dia. Kalo mau bongkar ya bongkar aja. Gue udah muak sama tingkah dia yang sok pencitraan di depan kamera," ucap Sena kesal.
Dela menyeringai.
"Kalo Lo nggak apa-apa, gue bakalan nerusin rencana gue buat bongkar semua kebusukan Risa."
"Lakukan apa yang seharusnya Lo lakukan Del," ucap Sena menyemangati.
"Haduh! Nggak ada topik lain yang lebih bagus apa? Jadi nggak nafsu makan gue denger nama kuntilanak itu," protes Indri.
"Lo masih mending Ndri cuma nggak nafsu makan, lah gue malah mau mual," timpal Kiki.
Sontak semua yang ada di meja makan itu langsung tertawa.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul 23.16 malam. Sena sudah ingin tidur karena merasa sangat lelah. Apalagi kakinya masih terasa sakit.
Saat matanya sudah hampir tertutup, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
Sena sudah mengoceh tidak jelas. Tentu saja karena ia merasa terganggu. Lagian siapa juga yang datang malam-malam begini? Tidak mungkin teman-temannya. pelayan juga mustahil.
Akhirnya Sena langsung bangun dari ranjang dan membuka pintu dengan wajah kesal.
Saat Sena membuka pintu, terlihat seorang laki-laki yang mengenakan jas hitam berantakan seperti habis pulang kerja dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan sedang menatapnya.
"Pak Kris?"
"Maaf, udah ganggu waktu tidur kamu. Aku cuma mau ngobati kaki kamu sebagai permintaan maaf aku tadi karena udah dorong kamu," ucapnya lembut.
Sena menaikkan alisnya sebelah.
Ia merasa heran, kenapa Kris terlihat sangat aneh? Tidak biasanya dia bicara selembut ini dengannya. Dan tunggu, dia juga tidak bicara formal seperti biasanya.
"Nggak perlu! kaki saya juga nggak apa-apa!" tolak Sena dengan wajah datar.
"Aku ngerasa nggak enak udah dorong kamu tadi, tolong biarin aku meriksa kaki kamu," bujuknya lagi.
"Anda tidak perlu repot___"
"Please," potong Kris cepat.
Sena membuang napas kasar.
"Baiklah," ucapnya pasrah.
Kris tersenyum lebar.
Sena mempersilahkan Kris masuk. Kris langsung duduk di tepi ranjang, karena tidak ada sofa di kamar itu.
Sena juga duduk di tepi ranjang.
"Letakkan kaki kamu di sini," ucap Kris menunjuk pahanya
"Hah?"
Sena terlihat bingung.
"Letakkan kakimu di sini Sena," ulang Kris lagi.
Akhirnya Sena meletakkan kakinya di pangkuan Kris. Entah apa yang akan dia lakukan dengan kakinya? Beruntung Sena memakai piyama lengan panjang, jadi pahanya tidak terlihat.
Kris mulai mengurut kaki Sena pelan dengan minyak yang sudah ia beli sehabis bertemu client.
Sena tidak merasa kesakitan saat Kris mengurut kakinya, ia sangat menikmatinya. Tiba-tiba Sena melihat wajah Kris yang terlihat letih.
Sena tau kalau Kris baru pulang kerja karena terlihat sekali dari wajahnya yang sangat lesu. Ia merasa tidak enak jika Kris terus mengurutnya, sedangkan dia sendiri juga kelelahan.
"Udah cukup," ucap Sena melepas kakinya dari tangan Kris.
"Apa kamu merasa kesakitan?" Tanya Kris khawatir.
Sena tidak menjawab pertanyaan Kris, ia langsung berdiri dan berjalan menuju dapur.
Lima menit kemudian Sena kembali dengan minuman yang ia bawa.
"Kenapa Anda sangat memaksakan diri anda untuk mengobati kaki saya? Sedangkan Anda sendiri terlihat sangat kelelahan. Seharusnya Anda langsung pulang saja dan beristirahat. Dan lain kali jangan terlalu berlebihan dalam bekerja. Minumlah untuk memulihkan stamina Anda," ucap Sena sambil menyerahkan gelas yang berisi air madu hangat.
Kris mengambil gelas itu dan tersenyum ke arah Sena. Hatinya menghangat saat melihat perlakuan Sena kepadanya.
"Terima kasih," ucapnya lembut.
Sena hanya mengangguk dan kembali duduk di tepi ranjang.
"Aku mau kamu bicara santai aja, jangan terlalu formal," ucap Kris sambil meletakkan gelas di meja kecil dekat ranjang.
"Kenapa?" Tanya Sena heran.
"Aku lebih nyaman begitu."
Sena hanya manggut-manggut.
"Baiklah," ucapnya setuju.
Tiba-tiba Kris merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Loh, Pak! Kok malah tidur sini? Bapak balik ke kamarnya Bapak sana," suruh Sena.
"Aku belum tua kok di panggil Bapak," protes Kris dengan mata terpejam.
Sena memutar bola matanya malas.
Sekarang apa lagi yang akan di lakukan Pak tua ini?
"Bapak tuh ya aneh, udah punya anak nggak mau di panggil Pak," celutuk Sena sebal.
"Tapi kan aku masih terlihat muda," ucap Kris percaya diri.
"Terserah! udah cepat pergi sana!" usir Sena.
"Nggak mau!" Tolak Kris.
"Dasar Pak tua ini," ucap Sena kesal.
"Kalo kamu masih panggil aku Pak, aku nggak mau bangun," ucapnya keras kepala.
Tiba-tiba terlintas ide jahil di dalam pikiran Sena.
"Mas Kris," panggil Sena lembut.
Kris yang terkejut langsung terbangun dan membuka matanya lebar-lebar.
Ia menoleh ke arah Sena yang sedang mentertawakannya.
Kris menjadi salah tingkah saat melihat Sena.
Karena sudah terlanjur malu, Kris langsung pergi begitu saja meninggalkan Sena yang semakin tertawa kencang.
"Ekspresinya..... lucu banget!!" ucap Sena memegangi perutnya yang kaku karena kebanyakkan tertawa.
*****
Saat teman-teman Sena memilih berjemur di pantai, Sena lebih memilih berenang di dalam hotel.
Ia lebih menyukai pantai pada saat sore hari saja.
Sena sangat asik berenang. Sampai-sampai ia tidak menyadari jika ada seseorang yang menatapnya dari tadi.
Sena merasa sudah cukup puas berenang. Ia langsung keluar dari kolam renang.
Tapi saat ia ingin mengambil handuk yang ada di kursi tidur. Ternyata handuknya tidak ada.
Sena mulai merasa panik.
"Loh, kok handuknya nggak ada sih? Perasaan gue taruh sini," ucap Sena resah sambil mencari handuknya.
"Kamu nyari ini," ucap seseorang dari belakang tubuh Sena.
Sena langsung membalik badan cepat.
"Iseng banget sih! Sini balikin!" celutuk Sena kesal dan menghampiri orang itu untuk mengambil handuknya.
Saat Sena menghampirinya, orang itu langsung merengkuh pinggang Sena erat.
"Lepasin!" Ucap Sena kencang.
Saat memegang pinggang Sena, orang itu merasa seperti tersengat listrik. Karena tangannya langsung bersentuhan dengan kulit Sena. Dia baru sadar jika saat ini Sena hanya menggunakan bikini warna hitam.
Dia langsung melepas Sena dan memberikan handuknya. Dia tidak mau hilang kendali lagi.
Sena merebut handuknya kasar dari tangan orang itu dan langsung pergi dengan perasaan kesal.
"Dasar Pak tua!!!" Teriak Sena dari kejauhan.
Kris mengusap wajahnya frustasi.
Lama-lama aku bisa gila!
TBC.