Chapter 9

841 Words
Selamat membaca Setelah pulang dari mall. Sena sudah berniat ingin langsung tidur karena hari ini ia merasa sangat lelah. Saat ingin memasuki rumah langkahnya terhenti. Karena di depan pintu ada kotak kecil berwarna hitam yang menghalangi langkahnya. Sena mengambil kotak hitam itu dan membukanya. Di dalam kotak itu terdapat jam tangan keluaran terbaru yang limited edition. Jangan tanya berapa harganya. Karena harga jam tangan itu setara dengan harga satu mobil. Sena menatap datar jam tangan itu. Ia sudah tau siapa pengirimnya. Ia langsung membanting jam tangan itu dengan sangat keras. Sena juga menginjaknya sampai hancur berkeping-keping. Siapapun orang yang melihat kejadian itu pasti akan langsung kena serangan jantung. Bagaimana tidak? Karena itu adalah Jam tangan bermerek yang harganya mencapai ratusan juta. Apalagi hanya orang-orang tertentu yang bisa membelinya. "Saya tau Anda ada di sekitar sini! Saya tidak butuh barang sampah ini!! Dan saya juga tidak akan pernah sudi menerima barang dari anda!! Apapun yang anda lakukan akan tetap membuat saya membenci anda!!!" Teriak Sena emosi. Setelah mengatakan itu Sena langsung masuk ke dalam rumah dan membanting pintu dengan kasar. Sena tidak tau jika saat ini ada seseorang yang mengawasinya dari tadi sedang menitihkan air mata dan memegang dadanya yang terasa sesak. Orang itu tidak terkejut ketika Sena membanting jam tangan mahal pemberiannya. Karena Sena lebih berharga dari apapun. Tapi Hatinya terasa sakit, ketika melihat respon Sena yang terlihat sangat membenci apapun hal yang berhubungan dengan dirinya Tiba-tiba dia mengingat sesuatu di masa lalunya yang berhasil membuat hatinya perih. Flashback Terlihat ada seorang anak perempuan yang sedang bermain ayunan di taman belakang rumah. Dia hanya menatap kosong bunga-bunga yang ada di depannya itu. Saat ini dia merasa sangat kesepian. Karena dia hanya bersama Bi Jum saja di rumah. Semua anggota keluarganya sedang berlibur ke luar negri. Sudah dua Minggu berlalu, tapi mereka belum juga pulang. Entah kapan mereka akan kembali? Dia sudah biasa seperti ini, dari dulu memang dirinya tidak pernah di ajak berlibur kemanapun itu. Saat dia masih asik melamun, tiba-tiba ada yang memanggilnya. "Non Sena. Tuan, Nyonya, dan Non Risa sudah pulang! Mereka ada di depan sekarang!" ucap bi Jum heboh. "Beneran bi?!" Tanya Sena girang. Ia pun langsung berlari ke depan. Karena ia sudah sangat merindukan anggota keluarganya itu terutama ayahnya. "Ayah!!" Teriak Sena girang dan memeluk pinggang Surya erat untuk menyalurkan rasa rindunya. Surya yang tidak sudi di peluk Sena langsung mendorong tubuh mungil Sena kasar. "Jangan sentuh aku!! Dasar anak s****n!!" Bentak Surya. Sena yang memang tidak siap langsung terjatuh ke lantai. Ia menatap Surya dengan tatapan terluka yang sangat mendalam. Bahkan ia tidak merasakan sakit walaupun lututnya berdarah. Karena saat ini sakit di hatinya lebih besar dari pada apapun. "Sena hanya ingin memeluk ayah," ucap Sena dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak sudi!!!" Ucap Surya dengan nada tinggi. Saat itu juga air mata Sena langsung menetes. Ia tidak bisa menahannya lagi. Sena menangis dalam diam. Ia tidak bersuara sama sekali tapi air matanya terus mengucur deras dari mata indahnya itu. Sena mengusap air matanya cepat karena Surya tidak suka saat melihatnya menangis. Surya pasti akan mengurungnya di gudang lagi jika ia menangis. Sena langsung berdiri. "Oh iya! Ayah nggak lupa kan sama boneka yang Sena minta?" Tanya Sena dengan senyuman yang ia paksakan. Surya menatap Sena sinis. Tiba-tiba ia tersenyum miring. Surya mengambil boneka Teddy bear kecil di dalam kopernya. Meriam lah yang memaksa dirinya membelikan boneka untuk Sena. Sebenarnya dirinya tidak pernah berniat membelikannya untuk Sena. Bahkan ia sudah berencana ingin membuang boneka itu tanpa sepengetahuan Meriam. "Kamu ingin ini kan?" Tanya Surya menunjuk boneka Teddy. Sena langsung mengangguk antusias. Surya memberikan boneka itu kepada Sena. Sena langsung mengambilnya dengan girang. "Makas___" Sena terhenti karena Surya tiba-tiba menjatuhkan boneka itu dan menginjaknya sampai boneka itu terlihat sangat kotor dan usang. "Kamu ingin ini kan? Ayo ambil. Kenapa diam saja? Hahh?" Tanya Surya tersenyum sinis. "Boneka ini sama sepertimu, lebih pantas untuk di injak-injak!" ucapnya tersenyum miring. Setelah mengatakan itu Surya langsung meninggalkan Sena yang mematung. Bagai tersambar petir. Kata-kata Surya benar-benar sangat menusuk hatinya. Raut wajah Sena berubah pucat. Sena terdiam, Ia menatap kosong boneka yang saat ini sudah tidak terbentuk itu. Tidak! Sena tidak menangis. Entah kenapa air matanya tidak mengalir lagi? Sena memang tidak menangis, tapi saat ini batinnya menjerit kesakitan. Kenapa? Kenapa? Dan kenapa? Hanya kata-kata itu yang selalu terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sena sudah berusaha menjadi anak yang baik dan tidak pernah membangkang. Bahkan Sena selalu diam saja saat Surya membentaknya atau pun menyalahkannya atas kesalahan yang tidak pernah ia lakukan. Tapi kenapa? Ayahnya itu tidak pernah sadar? Selalu saja memandang dirinya dengan sebelah mata. "Tolong jangan salahkan Sena kalo suatu saat nanti Sena membenci Ayah," lirihnya pilu. Deg Langkah Surya terhenti. Kenapa mendengar ucapan Sena membuat hatinya perih? Kenapa anak kecil bisa bicara seperti itu? Batinnya. Tapi Surya berusaha tidak peduli. Ia fikir pikiran anak kecil masih labil. Dan suatu saat nanti Sena pasti lupa dengan ucapannya itu. "Apa kamu sekarang sudah benar-benar membenci Ayah, Nak? Bahkan kamu sudah tidak memanggil Ayah dengan sebutan Ayah seperti dulu lagi," Ucapnya pilu. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD