1. Prolog
ROMANCE 21+
((TAMAT))
***
Krisna, dokter muda yang memilih melaksanakan pengabdian masyarakat di wilayah pedesaan demi menghindari pernikahan yang diatur orang tuanya.
Dalam perjalanan kereta api malam, ia bertemu dengan gadis misterius yang menolak tegas pesonanya. Pertemuan singkat yang membuat Krisna terkesan.
Setelah berpisah, tak disangka mereka berjumpa lagi di desa yang sama, hingga satu kejadian membuat mereka terlibat skandal yang mengharuskan Krisna menikahi gadis itu.
Adiba, namanya. Gadis pendiam yang netra indahnya memendam sejuta duka.
"Beginilah kalau sudah jodoh, tak 'kan ke mana," ucap Krisna setengah meledek gadis berambut panjang ikal yang tertutup kerudung itu. "Aku siap menikahimu dan menjadi imammu, Adiba Farhana."
Adiba membisu. Dia memalingkan wajah, menolak menatap pria rupawan itu atau berkata apa pun padanya. Dia tidak mengiyakan, tidak juga menampik. Apa pun yang dikatakannya, tidaklah penting, karena pria itu akan tetap melaksanakan keinginannya.
***
Kita mulai kisah ini dengan kehidupan malam di sebuah kota yang tak pernah tidur.
Jakarta.
Dalam sebuah ruang privat di kelab Havana, Krisna minum bersama Paula. Kebetulan mereka sama-sama sedang libur praktik.
Krisna berdiri menghadap dinding kaca, menyesap wine tanpa mengindahkan pandangannya pada cahaya lampu yang bertaburan di hamparan kota. Merenungkan, mungkinkah ada seseorang di bawah sana seorang diri dan butuh pertolongan?
"Ada apa, Kris? Kau seperti tersesat dalam pikiranmu belakangan ini," kata Paula yang duduk di sofa, bersilang kaki, memandangi Krisna sambil menyesap minuman yang sama.
"Tidak ada apa-apa," sahut Krisna yang segera melemaskan punggung kekarnya setelah tersadar dari lamunan. Ia berbalik lalu duduk di seberang Paula, menatap ke warna merah gelap wine dalam gelasnya. "Aku merasa jenuh dengan kota ini."
Di sudut kota yang sunyi senyap, kejahatan mengintai, sementara di bagian lain kota, ramai orang-orang berpesta pora hingga pagi menjelang. Di kelab malam Havana, hingar bingar musik yang dimainkan DJ memekakkan telinga, justru menambah semangat orang-orang yang jingkrak-jingkrak di lantai dansa. Minuman keras, aroma berahi dan hasrat menghilangkan akal sehat. Seseorang akan berakhir di sebuah kamar dalam keadaan telanjang bulat dan tidak tahu apa yang telah dilakukannya bersama orang lain.
Krisna sudah pernah mengalami kejadian seperti itu. Bukan sekali, bukan dua kali. berkali-kali hingga menjadi kebiasaan. Di usianya yang mencapai 27 tahun, ia telah tidur dengan banyak wanita, meskipun tidak ada satu pun yang menjadi kekasihnya karena ia tahu orang tuanya tidak akan menyetujui hubungannya dengan perempuan random yang ditemuinya di kelab malam. Orang tuanya tipikal orang tua Asia yang mengutamakan bibit, bebet, dan bobot dalam memilih calon menantu. Ia tahu mereka sudah merencanakan pertunangannya dengan Paula Vernanda, anak sahabat keluarga dan gadis itu sekaligus sahabat karibnya.
Krisna kenal Paula sedari mereka kecil. Usia mereka beda 3 tahun. Tidak ada yang tidak diketahuinya mengenai gadis itu. Besar di lingkungan yang sama, bersekolah di tempat yang sama, sering travelling bersama, bahkan mereka hang out di kelab malam yang sama. Hanya ketika kuliah mereka berada di kampus yang berbeda. Paula mengambil jurusan psikolog, sementara Krisna mengambil jurusan dokter medis. Namun, sering bersama, Krisna justru tidak pernah meniduri Paula. Ia menganggap Paula seperti adiknya, sehingga tidak mungkin ia memperlakukan Paula seperti wanita gampa.ngan. Lagi pula, ayahnya akan membunuhnya jika ia melakukan itu.
Setelah lulus, Krisna bekerja di rumah sakit ternama. Ia beberapa kali menghadapi kematian pasien yang ditanganinya. Lambat laun ia mulai berpikir, apa yang telah kulakukan pada hidupku selama ini?
Paula menyunggingkan senyuman, tetapi tidak mampu menarik perhatian pria di hadapannya. "Tampaknya kau perlu suasana baru. Bagaimana kalau tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota? Kau tahu, suasana alami pedesaan, orang-orang yang ramah, bebas polusi dan radiasi ...." Ia mungkin bisa menghabiskan weekend bersama Krisna di vila pegunungan.
Krisna menatap dengan sorot berbinar antusias pada gadis itu dan berseru lantang. "Itu ide yang bagus! Kau benar, Paula. Aku harus mencari suasana baru." Ia beranjak dari duduknya, berlalu seraya menjabat tangan sahabatnya itu. "Thanks, Paula. You're the best!"
Krisna membuka pintu hendak keluar dari room. Paula menegurnya dengan perasaan gamang. Malam masih panjang, tetapi Krisna sudah hendak meninggalkannya. "Kris, kau mau ke mana?"
Pria itu menoleh, menampilkan wajah semringahnya yang jauh lebih bersemangat daripada sebelumnya. "Bersiap-siap melakukan seperti yang kau katakan. Aku akan menulis surat pengunduran diriku dan mencari kerja di tempat lain. Aku rasa lebih cepat lebih baik. Sampai jumpa, Paula!"
Krisna lanjut melangkah melewati pintu. Paula segera meraih tas tangan dan ponselnya lalu berlari kecil menyusul pria itu. "Kris, tunggu! Kau tidak mungkin pergi mendadak seperti ini." Namun, Krisna benar-benar tidak terlihat lagi, menghilang di balik kerumunan manusia dalam kelab. Paula berdiri terpaku di tengah kerumunan. Suaranya memanggil Krisna tidak bisa terdengar lagi karena tenggelam oleh kerasnya musik.
Krisna meninggalkan kelab malam itu. Ia duduk di kursi penumpang mobilnya yang dikemudikan sopir sewaan. Ia memandang keluar jendela, terpesona pada langit malam sambil bertanya dalam hati, di manakah di bawah langit ini tempat yang layak bagiku menikmati kehidupan baru?
***
Bersambung ....