Awal
"Selamat nona anda sedang mengandung" ucap wanita berbalut jas putih dengan name tag yang tersemat di d**a kirinya tercetak Okta Margaretha.
Calon ibu muda didepan dokter muda tersebut sontak kaget. Bagai tersambar petir disiang bolong, ia yang tadi sedang terbaring lantas duduk dengan cepat, "Dokter bercanda kan?" Ucapnya tak terima sungguh ia tak percaya akan ucapan dokter muda itu, apalagi ia jujur tak pernah melakukan hal yang diluar norma sampai haru mengandung, tapi---
Tiba-tiba ingatannya membawa dia kepada suatu malam yang sempat terlupakan olehnya karena kesibukan kerja yang ia hadapi beberapa minggu ini, selama ini ia pikir ia hanya sendiri dikamar itu namun.. sebuah kilas memori menunjukkan bukti sesungguhnya, Alyra Kinan Putri tidak sendiri ia bersama dengan pria didalam kamar hotel, dan bodohnya ia tak mengngat kejadian itu.
Kejadian dimana mahkota yang selama ini ia simpan kini sudah direnggut oleh pria yang sama sekali ia tak tau, ralat! bukan tidak tau namun wajah pria itu tersamarkan di ingatannya seolah ada yang memburamkan wajahnya. Bodoh!
"AKHH...." Pekik Kinan histeris kala cuplikan-cuplikan erotis dirinya dan pria itu mulai memutar dikepalanya.
"Nona Alyra .. nona" Buk dokter Okta memanggil kinan berulang kali namun Kinan masih histeris, dokter mendekap tubuh rapuh itu kedalam pelukannya yang hangat dan ajaibnya tak lama itu Kinan menjadi tenang.
Dokter Okta yang sudah sering melihat adegan seperti ini, ia pun segera mengambil tindakan meminta suster yang ada didektanya untuk keluar sebentar sembari meminta para pasien yang menunggu untuk sabar karena ia sedang melayani pasien yang sangat sensitif saat ini.
"Nona Alyra" Panggil Dokter Okta padanya, Kinan yang sedang menunduk lantas mendongak.
"Saya bodoh sekali dok" ucap Kinan lemah wajahnya kini tersirat kesedihan yang sangat mendalam.
"Jangan salahkan dirimu nona, ini sudah jalan yang ditakdirkan"
"Tapi kenapa harus saya dok, tak puaskah tuhan mengirimkan bencana pada saya tipa harinya? kenapa sekarang lagi, Saya capek dok" ucap Kinan penuh kesedihan, dokter Okta lantas kembali memeluk Kinan erat.
Sembari mengelus punggung Kinan Dokter Okta berucap, "Tuhan tau seberapa kuatnya kamu dalam menghadapi masalah yang ia berikan, dari banyak orang di muka bumi ini kamu salah satu dari yang terpilih, dan kamu tau orang terpilih itu juga banyak yang gugur sebelum berjuang dan saat ini ayo berjuang lagi sekali lagi buktikan bahwa pilihan tuhan benar"
Kinan terdiam bibirnya bungkam, jujur ia tak kuat kini. bukan ia marah karena janin yang saat ini ia kandung namun ia marah karena ia sudah gagal menjaga mahkota yang ditipkan oleh orang tuanya, dirinya dan juga tuhan.
"sekarang pulanglah tenangkan dirimu dan beristirahat" Dokter Okta memberi saran.
"Buat apa dok, nggak ada gunanya saya berisitirahat" tegas Kinan.
"Saat ini nona sedang dalam kondisi yang tidak baik jika nona mengambil tindakan sekarang mungkin nona akan menyesal dikemudian hari" Dokter Okta sudah merubah ucapannya menjadi formal.
"Tap--
"Pulanglah jika nona sudah mendapat jawabanya kembali kesini saya akan membantu nona" ucap Dokter Okta lembut, Karenan lelah Kinan pun menurut ia pamit pulang namun sebelumnya ia mampir ke apotek sebentar untuk menebus Obat yang diresepkan oleh dokter Okta sebelumnya.
Setelah membeli obat Kinan menunggu bus di halte dan tak lama bus yang ia tunggu sudah berada di depan mata, KInan pun segera masuk dan duduk ditempat kosong.
Kali ini nasib sedang berbaik padanya Bus yang biasanya rame akan penumpang, kini sepi bahkan banyak tempat duduk yang kosong.
Kinan duduk sembari menatap kresek putih berisi beberapa obat didalamnya, Kinan tak bodohh ia sangat tau obat apa yang diresepkan oleh Dokter Okta, salah satu obat didalam itu ada obat penguat janin, obat yang dulu sering ia beli untuk kakak tetangganya namun sekarang obat itu ia beli untuknya sendiri.
Alam sepertinya sedang mendukung suasananya saat ini, rintik gerimis mulai turun perlahan di sela-sela jendela yang ada disamping kanannya.
"Maafkan kakak buk.." gumam Kinan dalam hatinya.