bc

Where are you, darling?

book_age18+
562
FOLLOW
2.2K
READ
love-triangle
drama
tragedy
twisted
mystery
city
lies
cruel
lonely
selfish
like
intro-logo
Blurb

Andra adalah seorang pengidap amnesia Anterograde, yang menyebabkannya lupa dengan pernikahannya dan hanya mengingat masa lalunya. Semua itu bermula saat kecelakaan yang terjadi beberapa tahun yang lalu, yang menyebabkan kekasihnya harus meregang nyawa di hadapannya. Semenjak itu, Andra depresi dan mulai mengonsumsi obat-obatan yang harus membuat Andra terkena amnesia jangka pendek. ia tidak bisa membentuk ingatan baru. Andra hanya mengingat semua kejadian di masa lalunya saat ia memiliki seorang kekasih bernama Aya. Perjalanannya ke Perancis untuk mencari sang kekasih, berhasil mempertemukan dirinya kembali dengan Aya. Tapi, ada yang berbeda, karena gadis itu mengaku bukan orang yang Andra cari. Dapatkah, Andra mengetahui informasi dan jejak dari kekasihnya? ikuti kisahnya di sini!

Where are you, Darling?~

chap-preview
Free preview
BAB 1 : Dia bukan Aya
Tubuh Andra terkulai tidak berdaya, ia mengerang sakit setelah tubuhnya terhantam aspal dengan begitu keras. Andra berguling ke samping, ia melihat asap mengepul dari mobilnya, beberapa bagian mobilnya hancur dan berserakan di jalanan. Satu nama yang langsung terlintas di pikirannya, Aya. Andra berusaha mendongak, mencari keberadaan wanita itu. Di sana, wanita itu di sana. Berbaring tidak bergerak dengan darah yang mengalir deras dari kepalanya. Andra berusaha menggapai tubuh Aya, tapi terlalu sulit karena kakinya tidak bisa digerakkan. Andra menangis, seluruh tubuhnya diserang kesakitan yang luar biasa. Ia masih berusaha untuk merangkak, bibirnya masih berusaha untuk memanggil wanita itu. "A-ya." Suara sirine ambulan terdengar nyaring di telinga Andra, suara beberapa orang juga ikut serta menciptakan denging di telinganya. Andra tidak peduli, yang harus ia lakukan sekarang adalah memastikan keadaan Aya yang masih belum bergerak sedari tadi di aspal dingin itu. "A-ya," panggilnya lagi dengan sisa tenaga yang ia punya. Tapi semua sia-sia, karena saat ini tubuh Aya telah dibawa oleh seseorang yang tidak Andra kenali. Ia ingin berteriak, tapi tertahan. Matanya tak lagi bisa jernih melihat sekitar, sakit di mana-mana. Andra tidak lagi bisa menggerakkan tubuhnya, sebelum tiba-tiba pandangannya yang buram berubah hitam. ~•~ Andra memandangi serius rumah mewah milik keluarga Herman, terakhir kali dirinya berkunjung ke rumah itu adalah saat menghadiri acara pernikahan Feri dan Tia. Rumah dengan keseluruhan berwarna putih itu kelihatan sepi, seperti tak ada yang menghuni. Tangan Andra bergerak memencet bel, berharap ada seseorang yang akan membuka pintu gerbang untuknya. Andra mendengar ada seorang wanita yang menyaut di dalam sana, dan tidak berapa lama pintu gerbang terbuka—menampilkan sosok wanita paruh baya yang sudah Andra kenal sebelumnya merupakan pembantu di rumah itu. "Eh, nak Andra. Apa kabar? Udah lama loh, kamu gak datang ke sini." Andra menyalami wanita yang bernama Ijah itu dan memberikannya senyum sopan. "Andra baik bi, Andra sibuk kerja makanya gak sempat datang kemari." "Oh ... gitu. Yaudah, sekarang masuk dulu yuk! Biar bibi siapin minum." "Eh, gausah bi! Gak usah repot-repot, Rival datang kesini cuma mau nanya doang kok bi." Andra menolak dengan halus, dirinya tak punya banyak waktu kalau harus berbincang lama. Dahi keriput Ijah berkerut. "Nanya apa toh, nak Andra?" "Andra cuma mau nanya, om Herman dan keluarganya masih tinggal di sini?" "Loh, nak Andra belum tahu, kalau Tuan Heram dan keluarganya udah pindah ke Perancis?" Rival benar-benar tidak tahu kalau keluarga itu sudah pindah ke luar negeri. Semenjak Aya meninggal, keluarga itu mendadak menghilang tanpa kabar. Bahkan, Rival tak pernah mendapatkan kabar apapun tentang Feri dan ... yang lebih membuat Rival heran mengapa tidak ada satupun dari mereka yang pernah mengunjungi makam Aya. "Andra enggak tau Bi, emangnya mereka udah berapa tahun pindah kesana?" "Sebulan setelah nak Aya meninggal dan Tuan memutuskan untuk bercerai dengan istrinya." Mendengar jawaban dari Ijah, membuat Andra semakin curiga jika ada hal yang tidak beres. "Bukannya om Herman udah maafin tante Dewi?" "Bibi juga gak tau, yang bibi tau setelah Tuan Herman beserta anak dan menantunya pindah ke luar negeri, Nyonya Dewi memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya di Bandung." Rival mengangguk samar. "Yaudah kalau gitu Andra pamit dulu ya, bi. Makasih untuk waktunya." Sebelum pergi, Andra terlebih dahulu menyalami wanita paruh baya itu dan memberikannya sebuah roti dengan selai kacang yang sempat ia beli untuk sarapan tadi. "Ohiya, ini Andra punya roti buat bibi. Belum Andra apa-apain kok, jadi dimakan ya, bi." Bibir wanita paruh baya itu mengembang, membentuk senyuman yang membuat garis-garis keriput pada wajahnya terlihat jelas. "Makasih ya, Nak." "Iya, sama-sama bi." Andra berjalan masuk ke arah mobilnya, dengan membuka sedikit kaca mobil Rival berseru. "Andra pamit ya bi, jangan kangen!" Ijah tersenyum, seraya mengangguk memberi isyarat. Bagi dirinya melihat pria berhati tulus itu merupakan bentuk kebahagiaan tersendiri. Selama hidup yang sudah ia jalani, belum pernah sama sekali ia diperlakukan seperti layaknya seorang ibu seperti itu—mengingat anaknya sendiri tak pernah perduli terhadapnya, bahkan untuk menanyakan kabar tentang dirinya juga tidak. "Maafin bibi nak." ~•~ "Pak!" Teriakan cempreng itu berhasil membuat Raka kaget dan menghentikan langkahnya. Rama berbalik, bola matanya berputar sempurna kala melihat Senja yang melangkah--menghampiri dirinya. "Apa?" Tanya Raga menatap malas Lala yang tampak tersenyum dengan wajah ceria, seperti biasanya. "Sarapan bareng saya lagi yuk!" Lala memperlihatkan kotak bekalnya pada Raka dengan alis yang sengaja dibuat naik-turun. "Nasi goreng spesial lagi loh!" Raka dengan cepat menggeleng, tanpa bersuara Raka langsung berbalik dan melangkah kembali. Bukan Lala namanya kalau tidak pemaksa, segala cara ia coba agar bisa membuat bosnya mau menyantap sarapan dengannya. "Pak ini enak banget loh, saya buatnya pake hati." Senja sengaja membuka tutup kotak bekalnya agar Raka bisa menghirup aroma menggoda dari nasi goreng yang sudah ia siapkan dari subuh tadi. Tak peduli dengan Lala yang terus merayu, Rama terus melangkah, lalu kemudian mendudukkan dirinya di bangku taman yang tampak asri di samping gedung pencakar langit itu. Pria itu membuka kotak bekalnya, masih menu yang sama dengan hari-hari sebelumnya, yaitu dua potong roti dengan selai strawberry. Lala hanya bisa menggerutu kesal, ketika nasi goreng buatannya sama sekali tak diminati oleh pria itu. "Yaudah deh, Pak kalau bapak gak mau. Saya makan sendiri aja." Keheningan diantara mereka tercipta, tak ada percakapan setelah itu. Hanya suara hiruk-pikuk kota yang samar-samar terdengar. Lala ingin sekali bertanya, apa yang membuat Bosnya berlaku layaknya seorang karyawan biasa yang makan di tempat-tempat yang biasanya tak di tempati oleh orang-orang seperti dirinya. Tapi melihat sifat Raka yang enggan untuk berbicara banyak, membuat Lala mengurungkan niatnya untuk bertanya. Raka telah selesai dengan aktivitas sarapannya, matanya sedikit melirik ke arah Lala yang tampak terburu-buru melahap sarapannya hingga sedikit tersedak. Raka menarik sedikit sudut bibirnya, membentuk senyum tipis. Lala menegak airnya hingga tak bersisa, tersedak merupakan hal yang menyakitkan. Apalagi tersedak di samping pria tampan, duh... malunya. Lala hanya bisa menunduk malu ketika melihat Raka telah melangkah pergi. "Kenapa harus tersedak segala sih Senja!" Beberapa menit berselang, tiba-tiba saja Lala dikejutkan oleh kedatangan Raka kembali. SLala mendongak, matanya melotot ketika melihat Dimas mengenggam puluhan balon di tangannya. "Ini." Raka memberikan puluhan balon itu pada Lala Dan Lala dengan senang hati, menerimanya. Ketika balon-balon itu sudah berada di genggamannya, dilihatnya balon yang mengambang di udara itu. Setelah cukup memperhatikan, dengan sengaja Lala melepaskan pegangannya pada tali-tali yang mengikat balon-balon itu—membuat benda gembung itu terbang bebas ke udara. Raka yang berdiri di depan Lala menatap kecewa, ketika balon itu semakin jauh terbang ke udara. "Kenapa kamu terbangin balonnya?" Dengan wajah datar Lala menjawab. "Karena saya gak suka balon." Mendengar alasan dari Lala membuat Raka tersadar akan satu hal, jika tak ada wanita yang sama seperti Aya. Tidak ada wanita selugu dan selucu Aya. Tidak ada wanita yang kesukaannya sama dengan yang Aya suka. Tidak ada. Dia gak sama Raka Dia berbeda. Tiap wanita itu berbeda. Tidak ada yang sama. ~•~ TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

Naughty December 21+

read
513.7K
bc

The Perfect You (Indonesia)

read
290.2K
bc

HYPER!

read
559.3K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
836.5K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook