Bukan Kali Pertama

1057 Words
Tanpa menanggapi pertanyaan sang ayah, Rara segera menarik pemuda gila -menurutnya itu keluar rumah. "Lo ngapain kesini?? Udah gue bilangkan gak perlu kemari!!" Rara sangat kesal dengan tingkah kakak kelasnya itu. "Aku cuma mau buktikan aja kalo aku serius sama kamu." Nada santai dengan gaya angkat baju bukanlah respon yang Rara harapkan. "Kita dalam masalah sekarang. Daddy dan seluruh keluarga gue pasti udah salah paham dengan kedatangan lo. Tadi kalian ngomongin apa aja??" Wajah panik dan khawatir Rara tidak membuat Juno merasa bersalah sama sekali. "Cuma tanya gue cari siapa, ada perlu apa, ada hubungan apa, sekolah dimana, tinggal dimana, anak siapa, kenapa-" "Oke oke stop gak perlu diterusin, yang penting lo jawab apa ketika mereka tanya lo ada perlu apa dan ada hubungan apa?" "Gue jujur kok, gak ada bohong sama sekali atau rekayasa jawab pertanyaan mereka. Lo gak usah khawatir. Gue bilang kalo gue kesini mau ketemu orangtua Rara dan minta izin untuk menjalin hubungan dengan lo, dan tentu gua juga bilang kalo kita bukan teman karena kita belum kenalan resmi dan menetapkan status berteman kita. Gue juga kasih tau kalo lo gak mau pedekate sama gue sebelum gue dapet izin dari bokap nyokap lo." "b**o b**o bego." Rara mengantukkan kepalanya kedinding sangking sebalnya. "Rara, kamu ngapain ajak Juno keluar? Itu Daddy masih nunggu loh." Suara sang ibu tersayang kini terdengar, membuat Rara menghentikan aksi dan terpaksa menjawab. "Iya ma. Kita kesana." Serapah kepergian mamanya, atensi Rara teralih pada Juno yang masih berdiri dengan santai. "Kita ke dalem. Gue bakal jelaskan semua dan habis itu lo pergi dari rumah gue kalo perlu gak usah balik lagi kesini." Rara menarik tangan Juno saat memasuki rumah. "Dad, Mom, ini salah paham. Laki-laki ini dia kakak kelas aku, orangnya emang rese dan kita gak ada hubungan apapun dan gak akan ada sampai kapanpun. Jadi semua yang dibilang sama dia, kalian gak boleh percaya." Tentu saja kedatangnnya dan ucapannya berhasil menjadi perhatian utama diruangan ini. Dan reaksi dari wajah-wajah ini tidak disukai Rara. Mommy-nya menahan tawa, Daddy-nya mengangkat alis sebelah, bang Az muka datar, bang Bi dengan dahi mengkerut, bang Iko dengan wajah 11 12 like bang Az, bang Dev dengan wajah penuh curiga dan bang El dengan mata memicing. "Gak ada hubungan apa-apa dan gak akan ada hubungan sampai kapanpun?" Rara mengangguk menjawab pertanyaan bang Devano, pria itu tampak melipat kedua tangannya didada. "Terus kenapa tangannya digandeng begitu??" Rara melotot tak percaya dan dengan cepat matanya turun ke bawah dan melihat itu. Dirinya ah bukan, tangannya menggenggam erat pergelangan tangan pemuda itu. Secepat itu pula ia melepaskannya. "Ih itu tadi supaya dia gak kabur aja kok. Jaga-jaga aja gitu, iya gitu." "Saya masih mempertimbangkan kamu, karena kamu adalah anak dari salah satu relasi saya yang membantu kasus hukum perusahaan saya." Ucapan sang Daddy membuat Rara tak percaya. "Dad, kok gitu sih? Jangan kasih harapan anak orang deh. Aku juga gak suka sama dia." Rara menatap sinis Juno yang berada disampingnya. "Ya kata Daddy tadi kan masih dipertimbangkan Ra, lagi pula dia juga perlu peletihan." Kini tatapan Rara menatap Elang tak suka. "Jangan macam-macam ya bang, lo kira ini sekolahan ada acara bully seperti yang ada dalam pikiran lo?! No way, gue gak akan pernah biarkan itu." Helaan nafas Bian terdengar. "Kamu belum jadian aja udah bela sampe segininya loh princess, gimana nanti kalo udah jadian? Pasti abang-abang bakal dilupakan." Setelah berkata demikian Bian bangkit dari duduk dan pamit ke kamar. Rasa sesak menyeruak di d**a Rara, ia merasakan bahwa abangnya yang satu itu pasti akan merasa kehilangan dirinya padahal tidak. Saat ingin mengejar ia ditahan oleh suara sang ayah. "Biarkan saja Ra, biarkan Bian istirahat. Dia pasti sudah lelah karena bekerja." Rara mengangguk lesu. "Pokoknya lo, siapa nama lo tadi?" "Juno bang." "Oh iya Juno, gue minta nomor hape lo biar kasih infonya gampang nanti." "Bang Ano! Jangan aneh-aneh deh, Mommy Daddy." Rara merengek pada kedua orangtuanya yang acuh saja. "Abang setuju sama kakak keempat Ra, yang jadi pacar kamu itu harus yang kuat dan dipercaya. Makanya perlu pelatihan ini." Elang kini ikut andil. "Bang Az, bang Iko." Kini rengekan Rara kembali terdengar. "Sudah lah Devano, Elang. Jangan usili mereka." "Memang sudah masanya Rara merasakan punya kekasih. Jadi biarkan saja." Hanya itu pendapat dua manusia datar yang kemudian pergi dari ruang tamu dengan Daddy mereka yang ikut serta. "Udah deh mending lo pulang aja. Gue takut ada apa-apa." Saat Rara hendak bersiap mengajak Juno lari dengan menggenggam pergelangan tangan pemuda itu lagi, ia merasa tertahan. "Kenapa lagi sih?" "Aku mau pamit sama ibu kamu dulu." Melepas pegangan Rara, Juno mendekati Ify dan mencium tangannya seraya mengucapkan kata pamit. "Sama gue juga jangan lupa." Seruan Devano sama sekali tidak dibantah Juno. "Jangan lewat aja." Setelah Devano kini teralih pada Elang. Rara mendengus melihatnya. Dengan sigap ia kembali menarik pemuda itu. "Lain kali jangan mau maunya lo dibego-begoin sama dua manusia tadi. Cukup kali ini aja dan ini yang terakhir." Rara melepaskan pegangan tangannya tepat didepan motor sport milik Juno. "Aku gak merasa di begoin kok, mereka memang benar kalo aku juga harus pamit dan cium tangan mereka karena itu bentuk kesopananku pada mereka yang lebih tua usianya dari kita. Tanpa disuruh pun aku pasti begitu." Rara memutar matanya malas. "Gak usah cari muka ya, mending lo pulang sekarang dan jangan pernah ke rumah ini lagi." "Aku gak lagi cari muka Ra. Kamu percaya sama aku bisa kan? Aku lagi berjuang untuk kamu loh." "Gue gak pernah minta lo lakukan semua ini ya, ini keinginan lo sendiri. Lagi pula gua kan udah pernah bilang kalo gue gak suka sama lo dan gak ada niatan sedikit pun untuk pacaran sama lo." "Iya ini memang keinginan aku, dan kalo kamu gak mau cukup diem diposisi kamu sekarang tanpa ikut campur atau menghalangi aku lalu biarkan aku berjuang untuk menuju tempat kamu gimana? Aku gak minta kamu untuk dukung, tapi setidaknya biarkan aku berjuang sampai hatiku ini mengikhlaskan kamu kalo kamu bukan untuk aku." Rara berdecih sinis. "Ini bukan kali pertama cowok ngomong gitu ke gue dan dateng ke ruang gue. Gue gak pernah halangi mereka atau ikut campur dan itu pun akan berlaku buat lo. Tanpa gue gabung pun mereka tetap gak bisa perjuangin gue, yang gue butuh bukti bukan janji dan omong kosong." Vote and Comment guys!!! Bungsu Haling❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD