Terik mentari menemani langkah perempuan dua puluh enam tahun itu. Tak tahu kemana tujuan sebenarnya, kaki itu terus berjalan tanpa arah. Sepasang netranya tak henti meluruhkan air mata yang menghujani pipi. Sebuah botol minuman kosong ditendangnya sebagai sasaran kemarahan. Ingin sekali lagi saja dia mengumpat langit atas takdirnya, tapi bibir membungkam tak mau bergerak. Bukkk ... botol minuman yang ditendangnya kembali seperti boomerang. Seorang lelaki nampak berdiri tak jauh darinya. Wajah tak asing dengan pertemuan klise. Namun, kali ini tak ada sepasang netra yang menatap penuh kekaguman. Lelaki itu nampak memesona seperti pertemuan mereka di halte, tapi perempuan ini benar-benar sedang kehilangan kepercayaan dirinya. "Lain kali lu bisa lebih berhati-hati dalam meluapkan kemarahan