Reina bergegas menghempaskan tangan Jonathan karena tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman. Ia juga tidak ingin dicap sebagai perebut kekasih orang. Apalagi di depan banyak orang seperti ini. Mau ditaruh di mana wajahnya?
"Sorry, Jo. Lebih baik gue pergi, gue ngga mau cewek lo salah paham sama gue," ujar Reina memilih pergi dibandingkan tetap berada di samping Jonathan.
"Ngga, lo ngga boleh pergi sebelum gue traktir lo makan," tolak Jonathan.
"Apa?! Lo mau traktir dia makan? Ya ampun, Jo. Gue aja bertahun-tahun pacaran sama lo belom pernah lo ajak makan bareng. Selalu gue yang ajak lo makan. Sedangkan, dia ... " A menunjuk ke arah Reina, "Cewek yang baru lo kenal beberapa hari ini udah lo ajak makan? Gila! Kayanya lo udah diguna-guna deh sama nih cewek," sambung A memvonis Reina telah mengguna-gunai Jonatan.
Selama menjalin hubungan dengan dua puluh delapan kekasih. Tidak pernah sekali pun Jonathan mengajak mereka sekedar untuk makan bersama. Selalu mereka yang mengajaknya terlebih dahulu.
Entah itu kencan, menemani berbelanja, menemani ke salon, dan apapun itu. Jonathan hanya menuruti keinginan kekasihnya tanpa membuat keinginan pada mereka. Tentu saja, Jonathan melakukan itu karena tidak memiliki perasaan apa-apa pada mereka. Ia hanya memberikan status dan kebutuhan yang mereka inginkan saja dan tidak lebih.
"Jangan sembarangan lo kalo ngomong!" protes Reina.
"Trus apa namanya kalo bukan guna-guna? Buktinya cowok gue sampe mau bayarin lo makan. Padahal udah jelas-jelas kalian baru kenal," ujar A menggebu.
"Asal lo tau, ya. Gue udah nolak ajakan cowok lo dan dia tetep maksa. Lagian nih ya, gue itu ngga tertarik sama cowok lo. Jadi, mendingan lo jaga cowok lo baik-baik biar dia ngga deket-deket gue lagi," balas Reina tidak kalah menggebu.
Mana ada di zaman modern seperti ini, orang melakukan hal seperti yang dikatakan si A. Dan hanya demi mendapatkan hati seorang pria. Seperti pepatah yang dulu sering orang katakan bahwa cinta ditolak dukun bertindak. Namun kenyataannya, itu hanya omong kosong belaka.
"Rein, tunggu! Lo mau ke mana?" cegah Jonathan ketika Reina hendak pergi.
"Gue mau ke kelas. Lo urusin tuh cewek lo," balas Reina ketus.
"Sayang, lo mau ke mana?" tanya A mencekal lengan Jonathan.
"Lepas! Gue mau kejar Reina," balas Jonathan dingin.
"Lo ngapain, sih, ngejar cewek ngga jelas itu? Mending lo temenin gue makan." Bukannya melepaskan tangannya, A justru memeluk erat lengan Jonathan.
"Kalo gue bilang lepas, ya lepas!" bentak Jonathan sambil melepaskan diri dari kekasih pertamanya itu.
"Lo kenapa, sih, Jo? Semenjak kenal sama cewek lusuh ngga jelas itu kok, jadi jadi kasar begini sama gue," tanya A kecewa.
Sebelumnya, Jonathan tidak pernah sekali pun bersikap kasar pada setiap kekasihnya. Pemuda itu selalu menuruti keinginan mereka dan sekarang, Jonathan bahkan membentak A hanya karena membela Reina.
"Cewek lusuh ngga jelas lo bilang?" Jonathan menggertakkan giginya, "Mendingan lo makan sendiri di kantin, karena gue mau kejar Reina," tanya Jonathan ketus. Lalu, ia lekas meninggalkan A dan mengejar Reina ke kelasnya.
Meskipun Jonathan berasal dari keluarga kalangan atas. Namun, pemuda itu tidak pernah membeda-bedakan status sosial orang lain. Semua orang di matanya sama dan yang berbeda hanya hatinya.
Jonathan berlarian mengejar Reina. Jika ia tidak lekas mengejar, ia akan kehilangan gadis itu lagi. Terlebih, ia tidak tahu di mana kelas gadis itu.
"Rein, tungguin gue dong," kata Jonathan dengan nafas tersengal.
"Lo ngapain, sih, pake ngejar gue segala? Kalo sampe cewek lo salah paham lagi gimana? Gue ngga mau dibilang udah guna-guna lo, Jo," tanya Reina mengeluh.
Ia hanya ingin kehidupannya di universitas tenang. Ia tidak ingin mencari masalah yang hanya akan membuat beasiswanya terancam dicabut.
"Masalah omongan A tadi, lo ngga usah diambil hati yah? Dia emang orangnya gitu, tapi sebenarnya baik kok."
"Terserah apa kata lo, gue ngga peduli. Yang gue peduliin sekarang, kehidupan pribadi gue. Jadi, mending lo pergi dan jangan ganggu gue lagi," usir Reina.
"Oke, gue akan pergi asalkan lo kasih gue nomor telpon lo." Jonathan tidak kehabisan akal. Ia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi. Jadi, ia meminta nomor gadis itu agar tidak kesulitan lagi ketika mencarinya.
"Gue ngga punya nomor telepon," balas Reina kembali melanjutkan langkahnya.
Gadis itu bukannya tidak memiliki nomor telepon. Ia hanya tidak ingin berhubungan lebih jauh dengan Jonathan. Ia tahu betul berapa banyak dan status sosial kekasih pemuda itu. Semuanya berasal dari kalangan atas. Ia takut jika terus-menerus berdekatan dengan Jonathan akan membuat mereka semua terusik.
"Jangan bohong! Gue tau lo pasti punya. Jadi, cepet kasih tau gue berapa nomor lo."
Jonathan tidak mempercayai kebohongan Reina. Tidak mungkin di zaman modern seperti sekarang ini masih ada orang yang tidak memiliki ponsel.
"Terserah lo mau percaya atau ngga," balas Reina melambaikan tangannya dan pergi.
"Sial! Semua ini gara-gara A. Kalo aja dia ngga muncul. Mungkin sekarang gue lagi makan bareng Reina," desis Jonathan.
Jonathan memilih berbalik dan pergi ke kantin untuk memesan makanan. Ia tidak ingin terlalu memaksakan kehendak Reina yang hanya akan membuat gadis itu semakin menjauh. Jadi, ia memutuskan untuk perlahan-lahan mendekati gadis itu.
"Jo!" panggil seseorang.
Jonathan mengedarkan pandangannya mencari asal suara. Ternyata, pemilik suara itu adalah Z. Kekasih Jonathan yang ke dua puluh delapan.
"Kita makan siang bareng, yuk! Gue sengaja masakin ini buat lo," ajak Z mengangkat rantang yang ada di tangan kanannya.
Jonathan mengangguk setuju dan mencari tempat duduk di sekitar. Beruntung, tidak jauh dari tempat mereka berdiri ada bangku panjang.
"Kita makan di situ aja," ujar Jonathan menunjuk ke arah bangku panjang.
"Oke," balas Z.
Gadis itu membuka rantang dan menatanya di bangku. Ia mengambil lauk dan meletakkannya di salah satu rantang berisi nasi. Lalu, ia menyerahkannya pada Jonathan.
"Ini buat lo," kata Z sambil menyodorkan rantang.
"Lo ngga makan?" tanya Jonathan hanya melihat satu rantang nasi.
"Gue udah makan tadi dan gue sengaja bawa makanan ini buat lo," sahut Z sengaja ingin memberi perhatian lebih pada kekasihnya agar hubungan mereka semakin dekat.
"Ini beneran lo yang masak?" tanya Jonathan sambil menyendok nasi. Ia tidak yakin dengan rasanya meskipun penampilannya sangat menarik.
"Iya, ini gue yang masak. Emang kenapa? Ngga enak, yah?" sahut Z bertanya dengan ragu-ragu. Sebelum menyiapkan semua makanan itu untuk Jonathan. Ketika memasak Z sudah mencobanya dan rasanya pun tidak buruk.
"Enak kok. Tadi gue sempet ragu, tapi pas gue coba, ternyata masakan lo enak juga." Jonathan mulai menikmati suap demi suap makanan buatan Z.
"Lo di sini, Sayang? Tapi, kenapa tadi gue ajak makan bareng lo ngga mau? Sekarang, lo malah makan bareng sama Z di sini." Terdengar suara seseorang sambil menggertakkan giginya.