Bab 8 - Merasa Canggung

1362 Words
Devan benar-benar tidak seperti biasanya malam ini. Gaya petakilan Devan pun sudah tidak terlihat lagi semenjak dia memutuskan untuk bekerja. Memang kalau bertemu dengan orang yang tepat, pasti akan mengubah segalanya menjadi lebih baik. Dan, mungkin setelah kerja dengan Aiko, menjadi orang kepercayaan Aiko, dia semakin memperbaiki diri. Mungkin juga Dev ada rasa dengan Aiko, jadi dia berusaha menjadi lebih baik lagi. Tapi, sejak di Jepang memang Deva sudah sedikit ada perubahan sih? Tidak seperti dulu. Dev pemikirannya jadi lebih dewasa. Mungkin karena Dev selalu berlatih sabar menghadapi aku yang kadang terlalu manja dan sering menangis. Apalagi kalau sudah ingat Arkan. Aku sama sekali tidak bisa membendung air mataku. Benar kata Dev, sia-sia aku menangisinya, toh Arkan tetap tidak akan kembali, dan sudah bahagia dengan Thalia. Itu yang sering Dev katakan padaku, saat hatiku down lagi karena Arkan. Bahkan dia sampai rela mengajak aku ke mana pun aku mau. Dia benar-benar sabar menghadapiku saat itu. Hingga sekarang, meski jarang bertemu dia tetap memberi perhatian lebih padaku. “Ca, dimakan dong? Malah lihatin aku? Kenapa? Aku tampan, kan?” “Apaan sih, Dev? Cuma lihat saja, kamu sekarang beda sekali. Aku senang lihat kamu bisa seperti ini, Dev.” “Seperti ini yang bagaimana, Ca?” “Ya, kamu selalu disiplin waktu sekarang, kamu tambah dewasa pemikirannya, dan satu lagi, kamu bisa membuktikan papa dan mamamu, kalau kamu bisa bekerja dengan baik.” “Oh, itu? Aku kira kenapa. Ya, hidup ‘kan harus ada perubahan, Ca? Kamu juga, mulai dong menata hati kamu untuk Kak Satria. Jangan terpuruk lagi. Jangan berharap orang itu akan peduli dengan kamu. Sudah cukup buktinya kalau dia benar-benar tidak memedulikan kamu, Ca.” “Ya aku juga kan menghindar, Dev. Masa aku masih mau hubungi dia? Bagus kalau dia sudah tidak peduli denganku, jadi aku bisa cepat melupakannya. Buktinya, sekarang aku sudah memutuskan untuk menerima Kak Satria, kan?” “Iya, sih. Ca, habis ini kita jalan-jalan dulu, yuk?” “Ke mana?” “Maunya ke mana?” “Aku sih terserah kamu saja, Dev.” “Cewek itu ditawarin ke mana, milihnya terserah? Awas nanti kalau enggak suka, aku gitak kamu!” “Ih kejam!” Aku sih terserah mau diajak Dev ke mana? Lagian dia juga sudah biasa ngajakin jalan, pakai acara tanya mau ke mana maunya aku? Selesai makan malam kami melanjutkan perjalanan kita untuk ke mana, terserah Dev aku tidak tahu. Dev mengajakku turun dari mobil. Dev mengajak aku ke sebuah taman, dan mengajak duduk di atas rerumputan sambil menikmati indahnya malam. “Ca, boleh aku meluk kamu?” “Hmmm ... ada apa kamu tiba-tiba ingin memelukku? Seperti tidak biasanya saja. Sering kan meluk aku?” “Iya, sih? Tapi, kan waktu kamu nangis dan inget Arkan. Kalau sekarang kan beda, Ca?” “Peluk, ya?” Aku hanya mengangguk mengizinkan Dev memelukku. Entah kenapa dia tiba-tiba minta izin untuk memelukku. Padahal kalau bertemu saja pasti dia meluk aku. Aneh, kan? “Ca, mungkin suatu hari nanti, kita tidak bisa lagi sedekat ini. Karena, suatu hari nanti kamu kan akan hidup dengan laki-laki yang kamu pilih, Ca. Tidak mungkin juga aku setiap hari ke rumah kamu, terus mengantar kamu dan jalan berdua lagi sebebas ini. Itu tidak akan mungkin, Ca. Aku laki-laki, jika kekasihku diperlakukan laki-laki lain dengan sangat spesial pun pastinya aku akan marah. Jadi aku harap kamu bisa mengerti, jika suatu hari nanti aku tidak bisa selalu ada untuk kamu seperti yang kemarin.” “Kamu tetap masih jadi teman aku kan, Dev?” “Iya masih. Tapi kan harus jaga jarak sekarang? Karena ada hati yang harus kamu jaga mulai besok, Ca.” “Iya sih, Dev. Memamg lebih baiknya seperti itu.” “Aku minta maaf ya, Dev?” “Maaf untuk apa, Ica?” “Aku selalu menolak kamu, aku sayang sama kamu, Dev. Tapi, bukan untuk kekasih. Aku sayang kamu sudah seperti saudaraku sendiri. Aku minta maaf kalau kamu tiba-tiba harus gini, Dev. Hanya karena supaya gak ada kesalahpahaman antara kamu dan Kak Satria, kamu harus seperti ini, menjauhi aku.” “Ca, kalau pun kamu menerima aku, itu tidak mungkin kita menjalaninya.” “Kenapa kamu bilang gitu?” “Karena kamu memaksakan, aku tidak ingin kamu mencintaiku dengan terpaksa, Ca. Aku tidak mau. Itu kalau aku, mungkin kalau Kak Satria beda. Kalau aku, kekasihku ya harus benar-benar mencintaiku, tidak mau setengah-setengah. Tapi, memang kita enak berteman ya, Ca?” “Memang nyamannya seperti ini, Dev. Aku yakin suatu hari nanti kamu pasti menemukan sosok yang benar-benar pas untuk kamu.” “Ya semoga saja, Ca. Mungkin kalau aku belum bisa menghilangkan cinta di hatiku untukmu, aku belum bisa mencintai perempuan lain. Dan, aku tidak mau melukai perempuan lain dengan terpaksa menjadi kekasihnya hanya untuk sekadar menyembuhkan luka. Biar cinta ini hilang dengan sendirinya, tanpa bantuan orang lain. Dan, biar aku sendiri, sekarang kamu harus bahagia dengan Kak Satria. Tapi, kalau dia sampai menyakiti kamu, aku tidak akan main-main untuk memberikan pelajaran untuknya.” “Maafin aku ya, Dev.” “Sudah jangan minta maaf terus, Ca.” “Dev, katanya mau peluk? Kok gak meluk dari tadi?” “Jadi boleh?” “Iya.” Devan menarik tubuhku. Dia memelukku erat. Ada rasa nyaman yang berbeda malam ini saat Dev memelukku. Aku tidak tahu rasanya bisa seaneh ini. Aneh sekali. Padahal Dev sering memelukku, tapi aku tidak pernah merasakan senyaman ini dalam pelukan Dev. “I Love You, Ca.” Aku hanya diam. Dev menyatakan cintanya saat ini. Tubuhku benar-benar terkunci di dalam pelukannya. Dan aku semakin mengeratkan pelukannya dengan bibir yang masih sulit untuk berkata. Aku mengurai pelukan Dev, saat aku rasa sudah tidak pantas lagi berada di pelukan Dev terlalu lama. Kami saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Dev tersenyum dengan mengusap lembut pipiku. “Dev.” “Iya, Ca?” “Kamu tadi bilang apa?” “Jangan dipikirin ya, Ca? Aku Cuma bilang apa yang ada di hatiku saja. Aku hanya ingin mengutarakannya, karena memang seperti itu adanya. Jangan dipikirkan lagi, dan jangan dijawab, karena aku tahu jawabannya.” “Dev, aku ....” “Jangan dijawab, Ca. Aku tidak memaksamu, dan aku sudah terima dengan keputusan kamu untuk menerima Kak Satria. Aku yakin dia sosok yang pantas mendampingimu, Ca.” “Maafin aku ya, Dev.” “Sudah, dibilangin jangan minta maaf terus, malah minta maaf lagi.” Aku hanya tersenyum, melihat wajah Dev yang sangat dekat dengan wajahku. Bahkan hampir tidak ada jarak. Aku pun merasakan embusan napas Dev yang hangat di wajahku. Baru kali ini, aku merasakan hal seperti ini dengan Dev. Selama bertahun-tahun kita berteman akrab, aku baru merasakan tulusnya Dev mencintaiku, hingga dia rela mengalah untuk Kak Satria, karena dia merasa belum pantas untuk membahagiakan aku. Wajah kami semakin mendekat. Aku tahu Dev ingin menciumku. Embusan napas Dev semakin terasa menghangat, dan semakin dekat. Aku reflek memejamkan kedua mataku, seperti aku pasrah bila Dev menciumku malam ini. “Kenapa merem gitu? Aku enggak akan mencium kamu, Ca. Kecuali kamu sudah bisa mencintaiku, dan sudah menikah denganku. Aku tidak akan mencium bibir perempuan, kalau perempuan itu belum jadi istriku, Ca.” Ucapan Dev membuatku membuka mata, dan berhasil membuatku malu di hadapan Dev. Percaya tidak percaya sih dengan ucapan Dev yang seperti itu. Tapi, memang dia jarang sama cewek, meski dia sering ke bar lalu mabok. Aku reflek memeluk Dev, dan menyembunyikan wajahku di dadanya. Sumpah, aku benar-benar malu. Tidak sepantasnya aku pasrah seperti itu, apalagi besok aku akan memutuskan menerima Kak Satria. Dan, setelah itu pasti keluarga Kak Satria akan ke sini untuk melamarku. “Kenapa meluk erat banget?” “Aku malu tahu! Kamu isshhh ....” “Malu kenapa? Dasar! Sama teman sendiri aja malu!” “Dev, kamu ini ih ....! pulang, yuk?” “Iya ayo pulang, nanti aku di marahin mama dan papamu, ngajak calon istri orang jalan.” “Dasar!” Kami memutuskan untuk pulang. Sumpah baru kali ini aku merasa detak jantungku berpacu lebih cepat di dekat Dev. Dan, aku tidak mengerti kenapa aku tiba-tiba canggung sekali dengan Dev. Bercanda pun aku tidak bisa sekarang, padahal Dev biasa saja dari tadi. Mengajak bercanda dengan menyetir mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD