Bab 6 - Nasihat Mama

1930 Words
Satu minggu berlalu dengan cepat, padahal aku sama sekali belum mendapat satu petunjuk pun untuk menetapkan hati ini pada Kak Satria. Ingin rasanya untuk menolak, tapi Tante Leli dan Kak Satria selalu menanyakan soal itu. Aku akui, Kak Satria semakin hari semakin menunjukkan perhatiannya padaku. Bahkan sekarang, lebih perhatian Kak Satria daripada Devan. Devan sekarang beda dengan Devan yang aku kenal. Dia benar-benar bertanggung jawab sekali dengan kuliah dan pekerjaannya. Aku senang lihatnya, Devan sudah berubah, dan perubahan itu juga dirasakan oleh mama dan papanya. Mungkin Devan juga tidak enak dengan Kak Satria, kalau Kak Satria telefon, dia sedang di rumah, dan alhasil Kak Satria cemburu, lalu bilang sama Devan jangan sering ke rumahku. Sempat marah dengan Kak Satria yang tiba-tiba sikapnya jadi posesif, tapi dengan seperti itu, aku tahu Kak Satria sangat mencintaiku. Malam ini Devan mengajak aku dinner. Katanya sih pengin bicara sesuatu, tidak tahu mau bicara apa. Padahal dia sering mengajakku dinner, tapi tidak seserius tadi pagi dia mengajaknya. Hari ini Dev libur, mungkin dia juga kangen karena lama sekali kita jarang jalan berdua, keluar menikmati malam. Jalan berdua. Iya, kami sering jalan berdua, seperti sepasang kekasih, tapi bukan kekasih. Kita hanya berteman. Mungkin Dev memiliki perasaan lebih terhadapku, tapi tidak untuk aku. Selamanya Dev sahabat terbaikku, sudah aku anggap seperti kakak laki-lakiku sendiri. Aku keluar dari kamarku, menemui mama yang sedang menonton drama favoritnya. Seperti anak muda saja mamaku, sukanya nonton Drama Korea atau Drama China. Malah anaknya tidak suka sama sekali drama yang romantisnya berlebihan. Mungkin itu yang membuat mama dan papa selalu romantis sekali. Papa pun selalu tidak melarang mama mau nonton apa. Usia mereka padahal sudah tidak muda lagi, tapi mama dan papa seperti pasangan muda yang selalu kompak dan romantis. Andai aku bisa menemukan sosok laki-laki yang seperti papa, tidak pernah menyakiti mama sedikit pun. Selalu membuat mama bahagia. Bukan hanya mama saja yang dibahagiakan, aku pun selalu dibuat papa bahagia, apa pun yang aku inginkan, papa dan mama selalu memprioritaskan keinginanku, daripada dirinya sendiri. “Ma, Ica mau jalan sama Dev.” “Hmmm ....” “Ih, mama selalu gitu, kalau lihat film serius amat!” “Iya, sana jalan sama Dev. Jangan bilang kamu jadian sama Dev?” “Idih, jadian! Enggak, lah!” “Mama kira, nanti mama gimana bilang sama Tante Leli, sudah satu minggu, kamu juga harus ngasih jawaban sama Satria dan Tante Leli,” tutur mama. “Iya, Ma. Ica tahu dan ingat kok, sekarang aku mau jalan sama Dev, Dev bilang dia mau ngomong sesuatu yang penting sama Ica.” “Bukan melamar kamu, kan?” tanya mama. “Dia udah jera meminta aku jadi pacarnya, masa mau melamar? Gak mungkin pakai banget lah! Paling mau cerita soal Aiko,” jawabku. Karena, Dev memang sudah jarang bilang sayang dan cinta padaku. Dia lebih sering cerita Aiko, bosnya yang cantik dan baik hati. Tidak seperti dulu, dia selalu bilang sayanglah, cintalah, dan lain sebagainya, sampai aku mual dengarnya. Mungkin Dev sadar, aku juga sudah merespon Kak Satria, dan kalau Kak Satria telefon terus aku sedang sama Dev, Kak Satria seperti cemburu, mungkin sebab itu juga Dev sekarang ini sedikit menjauh. Bertemu paling kalau ada tugas kuliah, dan ingin ngobrol saja. “Aiko? Yang kata kamu pemilik restorannya itu?” tanya mama. “Iya, Ma,” “Pantas Dev betah kerjanya, punya bos cantik dan baik hati. Ya, mudah-mudahan saja, Aiko bisa mengalihkan hati Dev. Jadi, hubungan kamu dan Satria kan tidak ada campur tangan Dev. Kalau kamu sudah yakin sama Satria, kamu harus memutuskan pertemanan dengan lawan jenis. Bukan memutuskan sih, lebih ke jaga jarak. Tidak ada laki-laki yang gak cemburu kalau kekasihnya punya teman dekat, apalagi cowok. Kadang malah ada yang akrab sama teman cewek pun, kekasihnya sering protes, katanya lebih milih sahabat lah daripada kekasihnya, atau apalah, yang membuat nantinya itu berantem. Itu sih Cuma masukan dari mama. Kalau Ica nurut ya syukur, kalau enggak ya siap-siap terima sering salah paham sama Satria nantinya,” tutur mama. “Iya benar kata mama. Ica memang harus jaga jarak sama Dev, kalau nantinya Ica memutuskan menerima Kak Satria,” ucapku. “Meskipun nantinya Satria percaya kalau hubungan kamu dan Dev hanya sebatas teman biasa atau sahabat, tapi dalam hatinya kecilnya tetap ada sedikit rasa curiga. Tidak ada yang namanya hanya sekadar teman biasa kalau itu terjadi pada cowok dan cewek. Pasti di antara kalian ada sedikit memiliki rasa, bukan lagi rasa sayang terhadap teman. Makanya, kalau laki-laki atau perempuan yang sudah menikah, memiliki sebuah komitmen, wajib memutuskan pertemanannya dengan lawan jenis. Suami adalah teman istri, pun sebaliknya, istri adalah teman suami. Itu adalah pertemanan yang real,” tutur mama. “Iya, Ma. Ica paham itu. Apa karena itu papa dan mama bisa seawet ini, dan terus romantis meski usia pernikahan mama sudah puluhan tahun?” “Iya, itu kuncinya. Jadilah teman suamimu kelak, yang selalu membersamai suami, dalam suka dan duka. Jangan berteman dengan lawan jenis lagi. Ada baiknya kamu hindari itu, kalau kamu sudah ingin serius dengan Satria,” tutur mama. “Iya, Ma. Makasih mama selalu mengajarkanku sesuatu yang berharga untuk hidup Ica ke depannya. Makasih untuk nasihat mama malam ini.” “Itu sudah tanggung jawab mama dan papa, menuntun kamu ke jalan yang benar. Karena, mama dan papa tidak ingin kamu salah langkah dan menyesal ke depannya.” “Ma, tapi kalau misal suami kita atau kekasih kita masih berteman dengan perempuan lain gimana?” tanyaku. “Kenapa tanya itu?” “Ya, pernah gak papa punya teman perempuan misal?” “Enggak, papa tidak pernah punya teman cewek selain mama, sejak memutuskan pacaran sama mama, ya Cuma mama teman cewek papa, sampai sekarang.” “Apa Kak Satria akan seperti itu, Ma?” “Kok kamu tanya gitu? Kamu kan bisa lihat dan bisa pahami keseharian Satria gimana nantinya kalau sudah jadi calon suami kamu, Ca? Yang mama tahu, Satria sih enggak punya teman perempuan. Cuma kamu sih,” jelas Mama. “Ya kan aku lihatnya dari Dev, Ma. Dia dari dulu mana mau berteman sama cewek. Selalu sama Ica, ke mana-mana sama Ica, di comblangin sama siapa pun gak mau. Sekarang saja sih mau berteman sama Aiko. Mungkin karena pekerjaan, kan harus profesional.” “Ya memang Dev suka kamu, ya dia gak mau berteman dengan cewek lain, meski kamu menolaknya dia tetap saja dengan kamu, karena kamu kan menganggap dia teman.” “Iya juga sih. Mungkin juga dia sadar, kalau aku akan menerima Kak Satria, sejak dia menyuruhku mencoba menerima Kak Satria, Dev semakin jaga jarak, Ma. Ya aku ngerasa sepi gak ada dia, tapi aku juga sadar, kalau Dev sering ke sini, Kak Satria pasti ngambek.” “Nah itu kamu paham? Memang seharusnya kamu sama Dev ya jaga jarak, Ca.” “Iya, Ma. Ma itu kayaknya Dev datang.” Aku langsung beranjak dari tempat dudukku, membukakan pintu depan. Benar Dev sudah datang, barengan sama papa yang baru saja pulang dari kantor. “Masuk dulu, Dev.” “Tante mana, aku mau pamit ajakin kamu pergi sebentar. Tadi kan sudah pamit sama om.” Dev langsung nyelonong masuk ke dalam. Memang dia selalu begitu, seperti di rumah sendiri kalau di sini, dan seperti dengan orang tuanya sendiri sama mama dan papa. “Kalian hati-hati, ya? Jangan terlalu malam pulangnya,” ucap Mama. “Siap, Tante!” jawab Devan. Aku langsung pamit dengan mama dan papa untuk keluar makan malam sama Dev. Aku agak bingung, Dev mengajakku dengan memakai mobil. Biasanya dia sukanya naik sepeda motor, malam ini dia malah ngajakin aku naik mobil barunya. “Ayo masuk, Ca.” Dev membukakan pintu mobilnya dan menyuruhku masuk ke dalam. “Ini kamu beneran pakai mobil? Cie mobil baru, ya?” “Iya, biar kamu gak kehujanan.” “Biar Aiko juga gak kehujanan, kan?” ledekku. “Dih, Aiko lagi. Sudah masuk.” Aku masuk ke dalam mobil Dev. Tidak tahu kenapa sejak dia kenal Aiko jadi berubah sekali. Penampilannya juga semakin berubah. Syukur deh kalau dia sudah mau merubah dirinya jadi lebih baik lagi. “Ca, kamu tahu aku beli mobil karena apa?” tanya Dev sambil memasang seat beltnya. “Katanya biar aku dan Aiko enggak kehujanan?” jawabku. “Bukan, lebih tepatnya aku tidak mau diboncengi Aiko lagi yang suka nebeng aku pulang. Bayangin aja, masa aku boncengi bosku? Edan apa sih? Dia suka banget kalau aku kerja pakai motor, terus nungguin aku selesai kerja dan ikut pulang aku. Sopirnya malah di suruh pulang. Gak enak aku dilihatin karyawan lainnya. Ya udah aku beli aja mobil, biar dia gak meluk-meluk lagi. Kalau gini kan jauh-jauhan. Jaga jarak lebih tepatnya,” jelas Dev. “Aku kira apa alasannya. Ada-ada saja kamu, Dev. Awas lama-lama naksir sama Aiko kamu!” “Kalau itu sih, gak tau deh. Sudah jangan bahas Aiko. Aku mau ajak makan di tempat yang spesial.” “Habis gajian, ya?” “Betul sekali!” jawabnya dengan semangat. “Ca, sudah satu minggu, kamu dah punya jawaban untuk Kak Satria?” tanya Dev. “Sudah, Dev. Besok aku akan bilang, tepat dua bulan dari hari ulang tahunku, di mana Kak Satria malam itu mengutarakan keinginannya untuk melamarku,” jawabku. “Bagus! Lalu jawaban kamu?” tanya Dev lagi. “Iya. Aku menerimanya, Dev.” Demi apa aku tidak tega bicara jujur seperti ini dengan Dev. Aku tahu perasaan Dev, aku yakin dia sangat marah saat ini. Tapi, aku melihat Dev biasa saja. Padahal aku tahu yang dia rasakan saat ini. “Gitu dong, Ca? Jangan buang kesempatan lagi. Kak Satria baik kok, dia dewasa dan cocok sama kamu. Aku lega kamu sudah memutuskan itu.” “Kok lega?” tanyaku. “Ya karena kamu sudah melupakan laki-laki gak guna itu! Gak kamu saja yang sakit karena Arkan, Ca! Aku pun sakit lihat kamu gak mau move on dari dia yang jelas-jelas udah nyakitin kamu!” jawab Dev dengan wajah penuh amarah. “Ya, memang aku harus segera move on dari Arkan. Makasih ya, Dev. Selama ini kamu sudah menjadi sosok sahabat yang terbaik untukku.” “Iya, Ca. Santai saja. Tapi, mulai besok, aku sedikit menjauh ya, Ca? Aku gak mau kamu ada salah paham sama Kak Satria karena aku masih sering di rumah kamu terus. Kita tetap temenan, tapi jangan terlalu dekat lagi. Apalagi kamu LDR sama Kak Satria.” “Ehm ... kenapa kamu tiba-tiba melow gini, Dev?” tanyaku. “Enggak melow, Ca. Kan memang harusnya gitu. Jadi enggak ada kesalahpahaman di antara kita bertiga, Ca. Aku gak mau, jadi perusak hubungan kamu dan Kak Satria yang baru saja di mulai. Ya meski aku akui, aku masih sangat mencintaimu, Ca,” jawabnya. “Dev, kamu baik-baik saja, kan?” “Apaan sih, Ca! Ya baik lah. Dah gak usah mikir macem-macem. Kamu masih temanku, kok. Tapi, kita memang harus jaga jarak. Karena gini, Ca, gak ada pertemanan antara cowok dan cewek yang mulus. Dan, pasti pasangan kamu atau pasanganku kelak akan merasakan cemburu. Jadi, alangkah baiknya kita ya sedikit memberi jarak, tapi bukan melupakan atau meninggalkan. Ya kamu masih temanku, aku masih temanmu, tapi kita sudah ada jarak, karena kamu sudah mau punya komitmen, dan suatu hari pun aku akan berkomitmen dengan yang lain,” jelas Dev. “Iya sih, Dev. Mama juga bilang gitu.” “Kok sama. Mamaku juga bilang gitu.” “Mama kamu di sini?” “Iya, mama dan papa lagi di sini.” Jawab Devan. Aku melihat Devan semakin hari semakin dewasa pemikirannya. Mungkin karena dia sudah paham dengan semuanya, dan mungkin juga ada sosok yang membuatnya bertambah dewasa pemikirannya. Aiko mungkin?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD