Bab 15

1172 Words
Nadia memutuskan untuk membersihkan wajahnya di kamar mandi. Kegiatan tidurnya telah membuat mukanya berubah chuby dengan bekas bantal di sebelah pipi.  Waktu sudah mendekati tengah hari, ketika gadis itu keluar dari kamar mandi. Dilihatnya keadaan kamar yang terasa sunyi dan sepi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Kamar besar dan luas itu terasa kosong.  "Kemana Keanan? Apa yang ia lakukan sebenarnya?" Nadia pun memutuskan untuk mencari sosok suaminya di semua sudut kamar hotel. Namun, hasilnya nihil. Tak ada lelaki itu, baik bayangan atau pun koper bawaannya.  "Hah, biarkan saja. Nanti juga dia yang akan menghubungiku!" Nadia mendesah dan memilih untuk duduk dan memainkan ponselnya.  Ia mulai asik berselancar di dunia maya. Membuka akun sosial media satu dan sosial media yang lain.  Senyum menghiasi bibir tipis gadis itu ketika sebuah postingan yang memperlihatkan kawan-kawan satu kantornya yang sedang berlibur.  Biasanya Nadia akan ikut bersama mereka berlibur di waktu weekend seperti ini. Tapi karena keputusannya yang ingin menemani Keanan, membuatnya menolak ajakan teman-temannya itu.  Nadia dan teman satu kantornya tidak pernah melakukan hal yang neko-neko. Liburan kerja mereka memilih dengan menonton ke bioskop jika ada film-film baru. Atau terkadang, mereka akan menginap di salah satu vila keluarga di Puncak atau di Bandung. Berangkat sore sepulang kerja, dan akan kembali pada minggu pagi.  Awalnya teman kantor Nadia sempat curiga sebab gadis itu acap kali ikut berlibur dengan mereka. Nadia yang baru menikah, yang merupakan menantu trah Darmaputra tersebut, malah sering terlihat berlibur bersama mereka ketimbang pergi dengan suaminya. Namun, dengan alasan yang sering Nadia lontarkan mengenai kondisi suaminya yang super sibuk, mereka akhirnya memaklumi.  Bagaimana mereka tidak percaya, Keanan adalah putra mahkota yang akan mewarisi perusahaan sang papa, Tuan Hari. Sehingga sesuatu hal yang wajar seandainya Keanan selalu sibuk dengan urusan pekerjaan.  Mereka tidak tahu saja kalau sebenarnya Keanan tengah sibuk memanjakan kekasihnya Maura dengan limpahan sentuhan dan materi pada sang model itu. Nyeri di dadanya jika Nadia harus mengingat semua kemesraan Keanan dengan kekasihnya itu.  Ting!  Sebuah notifikasi pesan masuk setelah Nadia memberikan komentar hati di postingan temannya itu.  "Deuh, yang lagi honey moon di Bali. Jangan lupa pulang bawa kabar baik yah?" goda Dara membalas emoji hati yang Nadia berikan.  Teman-temannya memang tidak tahu mengenai kondisi rumah tangganya. Mereka memang tidak tahu sebab Nadia pandai menutup aib rumah tangganya sendiri dari semua orang. Jangankan kawan satu kantor, kedua orang tua angkatnya saja —yang tak lain mertuanya, tidak mengetahui keadaan rumah tangga dirinya dengan Keanan.  "Tidak janji, yah! Sebab aku pergi bekerja, bukan bulan madu," balasan komentar yang Nadia berikan.  Nadia sangat yakin jika Dara akan membalas komentarnya. Temannya itu tidak akan pernah berhenti sampai salah satu dari mereka menyerah, dan saat ini hanya dialah satu-satunya bahan ledekan para gadis tersebut.  "Sambil menyelam minum air, Non!" Ditambah emoji tertawa. Balasan dari Dara.  See! Benar dugaannya. Akhirnya Nadia memilih untuk tidak membalas lagi. Ia menyerah demi pikirannya tenang dibanding harus melawan ledekan Dara dan yang lain.  Nadia menutup akun sosial medianya. Ia melihat jam digital di layar ponselnya. Pukul dua belas lebih sepuluh menit. Gadis itu akhirnya beranjak ke kamar mandi, untuk berwudhu dan segera melaksanakan salat dzuhur sebelum ia makan siang.  Ia akan sembari mencari Keanan di area hotel. Barangkali lelaki itu masih merajuk di lobi.  *** Setelah kepergian sang istri, Keanan akhirnya memutuskan untuk memesan kamar yang lain. Ia tak mau menerima tawaran gadis itu yang menyuruhnya satu kamar dengannya di kamar presiden suite yang sudah papa-nya pesan.  Nadia tidak tahu jika suaminya itu telah memesan kamar yang ternyata bersebelahan dengan kamar yang ia tempati. Keanan sendiri tidak tahu. Ia hanya sempat melihat sebuah kamar yang sama seperti yang ia pesan dengan pintunya yang tidak rapat. Lelaki itu melenggang pergi tanpa ingin tahu siapa tamu yang menginap di kamar itu. Ia juga tidak bertanya pada Nadia atau Anto di mana posisi kamar yang papa-nya siapkan untuk mereka.  Keanan masuk ke dalam kamar yang luas. Menaruh kopernya asal. Lantas, merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Tubuhnya lelah. Perjalanan Jakarta-Bali memang tidak lama, tetapi karena semalam ia tidak tidur, membuat matanya kini mengantuk ingin melanjutkan tidurnya yang terjeda waktu di pesawat tadi.  Cepat sekali ia terlelap, sampai tidak menyadari waktu yang terus berlalu hingga hampir dua jam ia tertidur.  Bangun dalam keadaan tenaga yang kembali pulih, Keanan pun beranjak turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Ia membersihkan seluruh tubuhnya yang sedikit kegerahan saat bangun tidur tadi.  Ketika keluar kamar mandi, Keanan merasa tubuhnya cukup segar. Ia mengganti pakaian sebelumnya dengan pakaian yang lebih santai. Celana jins pendek dipadu kaos kerah berwarna hitam, tampak membuat penampilannya terlihat tampan, namun tetap gaya.  Keanan berjalan menuruni lantai kamarnya, menuju restoran yang berada di lantai dasar.  Ia kemudian memesan makanan dan minuman untuk ia santap. Perutnya sudah lapar minta diisi sebab terakhir ia makan tadi saat masih di rumah. Sarapan yang pihak maskapai sediakan pun tidak ia makan, sama seperti Nadia. Sekarang entah gadis itu sudah makan siang atau belum setelah roti sandwich yang ia bawa dari rumah, dimakan oleh istrinya ketika di jalan tadi.  Keanan tak peduli sebab Nadia pun tak peduli padanya. Ia lebih memilih untuk memainkan ponselnya ketimbang harus memikirkan gadis yang tidak peduli padanya.  Menunggu pesanannya datang, Keanan memeriksa ponselnya. Beberapa pesan dari kekasihnya —Maura, ia buka dan baca. Wanita itu mengabarkan jika dirinya baru saja sampai di Singapura. Untuk urusan pekerjaan, mereka berpisah.  Keanan segera tersadar, keputusannya yang tetap mempertahankan rumah tangganya dengan Nadia, mengharuskan dirinya meninggalkan Maura. Sebab bila tidak, maka sang papa akan dengan sangat mudah membuat ia berpisah.  Namun, apakah ia bisa melepaskan Maura begitu saja dari hidupnya? Sudah setahun ini nama sang model terpatri di dalam hatinya. Tentu bukan sesuatu hal yang mudah bagi lelaki itu untuk berpisah dari wanita seksi tersebut.  "Tapi, aku sudah berjanji pada papa. Kalau aku berkhianat maka permintaan Nadia mau tidak mau harus aku turuti." Di tengah lamunannya tersebut, makanan yang sudah ia pesan datang. Keanan memesan makanan dari appetizer sampai dessert. Perutnya benar-benar lapar sehingga ia dengan segera menghabiskan makanan itu habis tak bersisa.  Ketika ia akan membalas pesan yang kembali Maura kirimkan, sosok Nadia tiba-tiba hadir. Tanpa kata, gadis itu melenggang melewatinya kemudian duduk di bangku yang tak jauh darinya.  Keanan memilih tidak peduli sebab istrinya pun tidak peduli. Lelaki itu membalas aksi diam yang Nadia lakukan. Melihat makanan yang ia santap habis, Keanan akhirnya memilih untuk beranjak pergi. Meninggalkan Nadia yang sama sekali tidak bicara.  Tanpa keduanya sadari, mereka sama-sama memandang tetapi dalam waktu yang tidak bersamaan. Keanan melirik Nadia ketika ia akan pergi. Sedangkan gadis itu memandang punggung berkaos hitam begitu langkah kaki lelaki itu meninggalkan area restoran.  "Jika kamu bersikap seperti ini, kenapa tidak kamu iya-kan saja permintaanku untuk bercerai darimu?" lirih Nadia sendu.  "Aku juga tidak mengerti dengan sikapku, mengapa aku memilih untuk mempertahankan rumah tangga kita sedangkan aku sendiri tidak tahu apakah aku sanggup berpisah dari Maura!" gumam Keanan, ketika sudah menjauh dari sosok sang istri.  *** Bagi kalian yang belum follow akun IG aku, yuk kepoin dan follow, biar kalian bisa update terus cerita aku mana aja yang update di setiap harinya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD