Pertemuan

2199 Words
Sebuah cincin pemberian Nana. Ia sempat menyimpannya untuk sementara saja,namun saat ia mengingat tentang kekasihnya itu. Ia lalu memakaikannya lagi hingga sama sekali tidak pernah ia lepas meski ke mandi sekalipun. Maria sudah menerima sepenuhnya bahwa seorang yang bernama Nana itu kini telah menjadi kekasihnya, sesuai apa yang dimintai oleh Nana saat itu. Meski itu hanya adalah hal yang tidak mungkin bagi Maria namun dia ya hanya akan mengikuti apa yang menurutnya benar. Pagi ini Maria berlari sangat kencang dan tergesa-gesa. Saat ia bangun, waktu sudah terbilang siang baginya meski baru sekitar pukul 4 pagi. Bagi orang lain itu sangat bagi jika harus terbangun, namun bagi Maria itu adalah bangun tersiang yang pernah ia alami. Pasalnya Maria harus melakukan aktivitas memasaknya dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Namun pagi ini di luar dugaannya. Ia justru harus memandikan adiknya yang juga sekolah dan membantunya menyiapkannya untuk keperluan sekolahnya. Karena ibunya yang sedang keteteran mengurus ketiga adiknya yang lain dan yang paling kecil menangis sepanjang malam karena srdang kurang enak badan. Gadis itu berlari secepat mungkin, ia tidak berangkat dengan temannya Atikah, sahabatnya itu pasti sudah berangkat jika Maria masih tidak datang juga. Ia berlari denga tergesa-gesa, sesampainya di gerbang srkolah. Ia membulatkan kedua matanya, melihat gerbang sekolah ternyata sudah di tutup. Iya mengerutkan dahinya lalu berpikir sejenak mencari cara agar bisa masuk kesekolah dengan dan tanpa ia menerima hukuman dari penjaga sekolah. Maria terdiam sejenak ia Masih memikirkan sebuah cara agar bisa masuk ke sekolah namun tidak ada yang bisa ia perbuat untuk bisa memasuki sekolah itu, sembari berpikir ia berjalan dan mengitari sekolahannya. Hingga ia sampai di bagian belakang sekolah, Maria tersenyum dan melihat pagar sekolah yang lumayan cukup tinggi bagi seorang gadis seperti dirinya Maria berdiri di depan pagar besi yang cukup tinggi dari dirinya lalu ia berpikir sejenak dan terdiam. "Alhamdulillah setidaknya ada jalan untuk aku bisa masuk ke sekolah," gumam Maria tersenyum. Lain dari dugaan, Maria menaiki pagar besi itu hingga Iya kini ini berada tepat di atas pagar sekolah. Gadis itu mencoba untuk naik ke atas pagar besi sekolah saat sudah sampai di bagian atas pagar Maria tersenyum dan Ia turun dari atas pagar dan ia menginjakkan pijakannya ke dalam lubang yang membuatnya hampir terjatuh dan an-nur sungkur. Namun lain dari dugaan, Maria sebuah tangan menahan nya memegang dan menarik tangannya hingga kini ia berada tepat di bagian d**a dan begitu sangat dekat dengan d**a itu bahkan detak jantungnyapun terdengar sangat jelas oleh Maria. Lalu setelah itu ia mencoba untuk mendengarkan kepalanya dan melihat seseorang yang telah menariknya dari terjatuh ke dalam lubang. Saat Maria melihat siapa yang telah menolongnya. Ia tertegun melihat sorotan mata yang sangat indah dengan senyuman di bibirnya yang terlihatsekolah dengan dan tanpa ia menerima hukuman dari penjaga sekolah. Ia melihat seorang pria yang tersenyum kepada dirinya dengan sorotan mata yang sangat indah dilihat oleh Mariah. Saat Maria teringat akan dirinya yang sudah kesiangan. Ia tertegun dan mendorong pria yang mendekapnya sedari tadi menahannya untuk terjatuh. "Maaf ! Terimakasih," ucap Maria. Pria itu tersenyum dan melihat Maria yang membenarkan pakaiannya yang sedari tadi sedikit berantakan karena hampir terjatuh. "Terimakasih sudah mau menolongku," ucap Maria lagi. "Hmmm, seorang gadis nekad naik pagar sekolah yang lumayan tinggi?" ucap pemuda itu. "Hmm ya! Aku kesianga tadi jadi gerbang sekolah di tutup tadi," balas Maria. "Hmmm, seorang gadis nekad naik pagar sekolah yang lumayan tinggi?" ucap pemuda itu. "Hmmm," ucap pemuda itu. Maria mengangguk menanggapi ucapan pemuda itu,namun saat ia mencoba untuk meninggalkannya nya menyentuh lengan Maria dan pemuda itu memegang tangannya saat ia hendak berjalan meninggalkan pemuda itu Bu. Maria terkejut, Ia lalu berbalik dan melihat tangannya masih dipegang oleh pemuda itu lalu ia menatap lekat ke arah pemuda yang ada di hadapannya dan mengerutkan dahinya sedari tadi bertanya kepada pemuda itu, yang tengah memegang tangannya. Pemuda itu terkejut dan mencoba untuk menarik Maria berjalan mendekati dinding sekolah. "Aku Lafi! Kamu anak mana? Kelas berapa?" tanya pemuda yang bernama love. "Aku ...." Ucapan Maria terhenti saat bunyi sebuah lonceng, tanda kelas sudah dimulai Maria berbalik dan mengerutkan dahinya. Ia lalu melepas pegangan tangan dari pemuda yang bernama Lafi itu dan berlari meninggalkannya. "Aku pergi dulu ya! Bel masuk sudah berbunyi Oh iya Namaku Maria," ucap Maria, sembari berlari dan berjalan meninggalkan pemuda itu yang tersenyum dan juga mengangguk menanggapi ucapan Maria. Maria berlari meninggalkan pria yang muda-muda itu, yang masih tersenyum melihatnya berlari bahkan hingga tak Terlihat Lagi punggung Maria. Maria berlari ke kelasnya yang ternyata sudah ada guru fisika yang terkenal dengan ketegasannya. Ia guru yang paling populer dengan ketampanannya dan juga dengan cara bicaranya yang sangat manis dan lembut namun tersirat dari setiap ucapan dan tindakannya guru itu terbilang sangat keji saat menghadapi siswa-siswa nya. "Ya ampun, aku kesiangan? Semoga saja dia tidak melihatku," gumam Maria. Seorang gadis yang bernama Ani sekarang duduk tepat disamping Maria. Ia kini duduk tepat di meja Maria, Ani berteriak memanggil nama Maria dengan menyaring dan membuyarkan guru fisika itu. Yang sedang menulis di papan tulis teralihkan hingga kini melihat kearah Maria yang sedang berjalan perlahan hendak duduk di samping. Maria terkejut dan terdiam saat ia mencoba untuk melihat ke arah gurunya yang kini ternyata sedang menatapnya dengan salat tanpa jamnya Maria menelan salivanya merasa takut akan guru yang sudah ada Ada dihadapannya itu kini memarahinya. "Sialan Ani, benar-benar membuatku terjebak dengan guru bermuka dua ini," batin Maria geram. "Kurang asem si Ani muka genap ini kenapa juga dia berada di tempat dudukku? Bagaimana ini kan aku jadi terjebak oleh suasana ini tunggu pembalasanku," gumam Maria. Guru Fisika itu sedang menatap Maria kini mengisyaratkan nya, agar Maria dengan datang menghampirinya hanya dengan gerakan satu jarinya. Dengan perlahan Maria berjalan menghampiri gurunya yang sedari tadi menatapnya dengan tajam. Maria berada tepat di hadapan guru fisika itu dengan perasaan yang berkecamuk jadi salah tingkah ketika berada tepat dihadapan gurunya itu. "Kamu Kenapa baru masuk?" tanya guru fisika itu. "Saya kesiangan Pak, maaf saya baru masuk," Maria tambah panik. "Baiklah, tidak apa-apa," ucap guru fisika itu. "Syukurlah aku tidak dihukum guru fisika, tidak seperti yang dibicarakan kebanyakan orang, yang mengatakan bahwa guru fisika itu sangatlah terkenal dengan kekejamannya," batin Maria. "Kamu berdiri menghadap bendera dan mengangkat sebelah tangan, memberi hormat kepada tiang bendera itu!" tegas guru fisika itu. "Aku tidak jadi mengatakan kamu baik! Astaga aku harus kena hukuman deh," batin Maria. Ucapan guru fisika yang menggema di dalam kelas. Membuat Maria tertegun dan terdiam mengangguk, bahkan teman sekelas Maria membicarakannya, karena terkena hukuman yang cukup ringan bagi seorang wanita. Jika seorang siswa laki-laki hukumannya akan jauh lebih di luar dugaan. Maria tidak menghiraukan ucapan teman-teman sekelasnya. Ia berjalan keluar dari kelasnya dan berjalan meninggalkan kelasnya. Ia kini berdiri di depan tiang bendera di tengah sekolahan dilapangan dengan menghadap bendera yangbberkibar bendera Indonesia merah putih. Maria memberi hormat dengan tangan di kepalanya dan tersenyum dengan hormat pada saat seperylti itu ia di hukum dengan segala alasannya. Meski masih pagi cuaca hari ini matahari terasa hangat di pagi hari, namun ketika matahari semakin naik. Maria yang masih berdiri di tengah lapangan dengan tangan masih memberi hormat pada bendera. Maria merasakan trik matahari sudah tifak hangat lagi menerpa di tubuhna, namun berubah menjadi terasa panas untuk saat ini. Maria masih dengan posisinya menghadapi hukumannya yang harus menunggu jam istirahat agar dirinya bisa lepas dari hukumannya. "Guru melayu sialan! Masa aku di jemur kaya gini! Memangnya aku ini cucian apa! Aaah ... panas banget lagi. Kira-kira apa yang di lakukan Nana yah? Haha, dulu pas aku di hukum, dia nemenin aku bersama. Katanya kalo aku ngalamin hukuman yang sama kalo ingat dia akan terasa ringan hukumannya. Ternyata benar, aku malah tersenyum mengingatnya. Apa aku merindukannya ya?" gumam Maria tersenyum dengan pemikirannya. Sementara Maria masih asik dengan pemikirannya dan juga dengan hukumannya yang masih berlangsung. Dari kejauhan ada sorotan dua mata yang menatapnya dengan lekat srdari tadi ke arah Maria. Ada senyum di wajah pemuda yang memperhatikan Maria dari kejauhan. Ia membayangkan jika gadis itu adalah seorang yang lemah, mungkin akan protes atau merengek kepada gurunya itu agar bisa bebas dari hukumannya. Namun tidak dengan Maria. Ia sama sekali tidak ambil pusing apalagi protes tentang sebuah hukuman. Karena hukuman dari ibunya jauh lebih berat dari ini. Maka dari itu tidak pernah memyurutkan semangat Maria bersekolah saat ini. Gadis itu bahkan masih tersenyum meski srdang menjani hukumannya. "Heh, gadis yang lucu! Tapi kenapa dia mau saja di hukum begitu saja? Kan sekarang sudah tidak ada lagi hukuman dari guru?" gumam pemuda itu. "Itu karen kami menerapkan, sebuah hukuman untuk menerapkan kedisiplinan pada siswa-siswi di sekolah ini!" jawab seorang guru. Guru yang duduk bersama dengan Lafi yang sedari tadi, berada di ruang guru memperhatikan Maria, yang masih di hukum dengan tingkahnya yang sangat lucu bagi Lafi. Maria masih setia dengan tiang benderanya dan juga hukumannya. Ia masih memikirkan kekasih hatinya yang masih menjadi bahan pengalihannya dari hukumannya. Meski trik matahi semakin naik dan semakin terasa panas di tubuhnya. Hingga kini terasa sangat panas dan membuat kepalanya sedikit pusing dan sakit. Maria menahannya dengan segala kemampuannya. "Sabar dulu tahan dulu! Oh iya yah, apa kakaku tahu aku di hukum? Bisa ribet jika dia tahu aku di hukum seperti ini!" gumam Maria terkejut dan melirik kesana kemari. Berharap tidak ada dari kakaknya yang melihat dirinya di hukum seperti saat ini. "Aku takut kakaku, malu punya adik seperti aku yang malah terkena hukuman yang cukup gila ini, hehe semoga kakak gak mengetahuinya!" gumam Maria. Lafi yang masih di ruang guru untuk mendaftar sekolahnya, ia hanya mengangguk menjawab gurunya yang berbicara dan menjelaskan setiap apa aja peraturan di sekolah barunya itu. Ia masih fokus menatap Maria yang masih dengan santainya. Dia menjalani hukuman dengan sesekali gadis itu, berbicara sendiri dari hukumannya tanpa memperdulikan sekitarannya yang pastinya Lafi sedang memperhatikannya. "Sangat di sayangkan jika kulit semulus itu berada di bawah trik matahari yang sangat panas ini! Tapi sepertinya dia menikmatinya," gumam Lafi tersenyum melihat Maria, yang masih tersenyum ketika ia berbicara sendiri meski sedang menjanai hukumannya. "Kamu berikan saja dia payung untuk dirinya dan ikut berdiri disana!" ucap guru yang ada di hadapannya. "Boleh juga?!" balas Lafi tersenyum. "Eeh, jangan bilang kamu akan melakukannya?" tanya guru itu lagi. Lafi tersenyum melihat guru BK yang masih tertegun melihat Lafi dengan segala tingkahnya melihat payung yang ada di samping gurunya dan tersenyum melihatnya. Ia mengambil payung itu dan melihat ke arah gurunya itu. "Aku tahu ini saran darimu Pak, jadi aku akan melakukannya!" ucap Lafi. Lafi tersenyum dan pergi berjalan keluar dari ruang guru yang masih tertegun dan terdiam mendapati perlkuan lafi yang di luar dugaan. Saat Lafi berada tepat di pintu keluar, ia berbalik dan melihat ke arah gurunya dan tersenyum betbicara kembalu kepada gurunya itu. "Satu hal lagi aku mau masuk ke kelas dia!" ucap Lafi kepada gurunya yang tak lain adalah pamannya sendiri. Lafi berjalan keluar dari kelasnya dengan payung di tangannya. Ia mengabaikan guru yang melihatnya dengan terdiam tidak mempercayai keponakannya, yang baru pertama kali masuk sekolah sudah berani bertindak seperti itu. "Aku baru tahu jika dia seberani itu mendekati cewek? Baikan sangat gentle aku suka itu keponakanku!" gumam paman Lafi. Pemuda itu berjala dengan datar, dengan payung di tangan sebelah kananya. Dia tersenyum menghampiri Maria di tengah lapangan yang masih dengan hukumannya. Ia berdiri menghadap bendera dan memberi hormat pada tiang bendera itu. Namun saat Maria tengah asik dengan pikirannya. Ia tidak menyadari jika Lafi kini sudah berjalan semakin mendekatinya tanpa ia sadari. "Kira-kira ini jam berapa ya?" gumam Maria. "Jam sembilan pagi!" jawab Lafi tersenyum dan memasangkan payung tepat di kepala Maria. Maria terkejut dan terdiam saat mendapai pria yang ada di sampingnya itu yang menjawab pertanyaannya sambil memasangkan payung di pegangannya kini berada tepat di atasnya. Maria melihat ke atas dan juga melihat kemelihat ke arah Lafi yang tersenyum melihatnya. "Apa yang sedang kamu lakukan Lafi?" tanya Maria terkejut. "Sedang mencegah penghitaman secara serentak bagi kulit yang putih bersih seperti ini," jawab Lafi tersrnyum. "Apa sih maksud kamu? Sana pergi jangan sampai kamu terkena panas, ayo pergi!" balas Maria. "Aku hanya memberimu payung, agar tidak kepanasan!" ucap Lafi. "Iya, tapi kamu ini gak perlu! Lagi pula aku gak apa-apa kok, sana!" balas Maria. "Tapi sayang kulitmu yang putih ini, jadi hitam nantinya," ucap Lafi dengan kembut dan senyum sedari melihat Maria. "Astaga ... Apa yang kau katakan boy? Aku gak akan hitam jika hanya terkena matahari seharianpun, kamu ini ada-ada aja. Sana masuk kelas!" protes Maria. "Bareng!" ucap Lafi. "Dih, apaan sih? Kamu ini sana pergi!" balas Maria kagi. "Aku akan pergi jika kamupun pergi," ucap Lafi. "Hah?" Maria tertegun dengan ucapan pemuda yang baru saja kenal tadi pagi sejak ia masuk karena kesiangan. Maria terdiam dan tetap memberi hotrmat dengan hukumannya yang masih berlaku beberapa menit lagi. Ia membiarkan Lafi melakukan apapun yang ia mau. Meski Maria sudah protes dan mengusirnya namun tidak menyurutkan Lafi yang masih saja berdiri dan memperhatikan Maria tanpa melepas payung yang kini berada tepat di antara keduanya. Terlihat sangat romantis jika kita melihat dari kejauhan antara keduanya. Meski sebenarnya Maria dan Lafi hanya berdiam saja. Namun sangat romantis bagi siapapun yang melihat kedua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD