Un

2659 Words
“Yang benar saja! Untuk apa dia menculikmu? Kau bahkan sudah setua ini.” Respon yang diberikan Joy setelah mendengarkan keluh-kesahnya membuat Nara lantas meloloskan dengusan keras. “Ya mana kutahu? Memangnya yang bisa dan boleh diculik hanya anak kecil saja?” Gadis cantik berpakaian seksi yang duduk di seberangnya itu pun berpikir. “Benar juga sih,” ujarnya kemudian. Ia meringis pelan saat mendapat dengusan gemas dari Nara. Saat ini Nara dan Joy sedang berada di kafe dekat kampus. Tadinya, sebelum tasnya raib dicuri orang Nara memang hendak pergi ke kafe demi menemui sang sahabat, Joy atau yang bernama asli Park Sooyoung. Seperti biasa, gadis kaya nan cantik itu hendak menraktir Nara dalam rangka merayakan kesuksesannya menjadi model iklan. Itu adalah iklan pertama yang Joy bintangi, pantas saja jika ia merasa senang bukan main. Sebenarnya, sahabat Nara tak hanya Joy saja, ada Lisa dan Jennie juga. Lisa dan Jennie sedang ada kelas, maka dari itu mereka belum bisa bergabung. Beberapa menit lagi mereka baru akan menyusul. Berbeda dengan Nara dan Joy yang mengambil jurusan Sastra Prancis, Lisa dan Jennie memilih kuliah jurusan fashion design. Mereka berempat kuliah di universitas yang sama. Keempat gadis cantik ini bersahabat sejak bangku sekolah menengah atas. Sekedar informasi, di antara mereka berempat hanya Nara yang merupakan anak yatim piatu dan bukan berasal dari keluarga kaya. Kendati begitu, ketiga sahabatnya tak pernah sekalipun mempermasalahkan hal ini. Mereka menerima Nara apa adanya. Mereka mau bersahabat dengan Nara karena kebaikan serta kecerdasan gadis itu, bukan karena status sosialnya. “Lalu, bagaimana dengan tasmu?” Joy bertanya setelah menyeruput lemon tea-nya. Wajah Nara makin tertekuk sempurna mendengar pertanyaan Joy. “Gara-gara lelaki aneh itu pencurinya berhasil kabur dan tasku hilang entah ke mana. Padahal kan di dalam sana ada kado ulang tahun untuk Taeyong. Aku harus bagaimana sekarang?” Nara mengacak rambutnya frustrasi. Angan-angannya untuk memberikan kado untuk sang kekasih kandas begitu saja. Joy hanya bisa menghembuskan napas prihatinnya lalu mengusap pelan bahu sang sahabat. “Belum lagi ponsel dan dompet yang berisi kartu identitas serta kartu mahasiswaku juga ada di dalamnya. Benar-benar sial!” “Sabar saja! Kau sudah lapor polisi, kan? Aku yakin pencuri itu pasti akan segera tertangkap dan tasmu juga akan kembali lagi.” Nara pun menepuk jidatnya. Ia lupa menghubungi polisi untuk melaporkan kasus pencurian yang dialaminya! “Kau benar! Aku sampai lupa mau ke kantor polisi gara-gara lelaki itu.” Giliran Joy yang mendengus gemas dan mencubit pipi Nara. Nara langsung memekik kesakitan karenanya. “Harusnya itu kau langsung lapor polisi, bukannya datang ke sini lebih dahulu! Kalau begini caranya bagaimana tasmu akan cepat kembali? Dasar!” Mendapat omelan seperti itu dari Joy, Nara hanya mampu merengut lalu menghela napas lesu. Oh, sepertinya gadis itu benar-benar pasrah dengan apa yang telah terjadi padanya hari ini. Berharap bahwa esok hari takkan ada lagi kesialan yang datang menghampiri. Oh, ada satu hal lagi yang ia harapkan; semoga ia takkan pernah lagi bertemu dengan orang aneh yang mengaku sebagai pamannya seperti lelaki tadi. ♣♣♣ Oh Sehun mendengus kesal saat mendengar gelak tawa dari ujung sambungan. Pria tampan yang saat ini sedang duduk di sofa balkon apartemen mewahnya itu mencengkeram ponsel dalam genggaman. Sepertinya Sehun merasa kesal karena tengah menjadi bahan tertawaan orang yang sedang ia hubungi. “Tertawa saja sepuasmu sampai rahangmu patah!” sungut Sehun kesal. Sungguh, wajahnya saat ini benar-benar mengerikan, bak predator yang hendak melahap mangsanya. “Maaf, maaf! Habis kau ini aneh sekali, Hun. Sungguh!” balas pria yang tengah ditelepon oleh Sehun dengan sisa-sisa tawanya. “Harusnya kau itu pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru mengajaknya tinggal bersamamu. Pantas saja dia takut dan merasa bahwa kau hendak menculiknya.” “Tapi kau juga tahu kan apa tujuanku kembali ke Seoul? Mau tak mau, suka tak suka, dia harus tinggal denganku!” “Aku tahu, tapi kau bisa memakai cara yang lebih masuk akal, kan? Kau tidak perlu memaksanya. Lagi pula, dia itu bukan tipe gadis yang suka dipaksa. Katakan padanya secara baik-baik.” Perkataan temannya itu membuat dahi Sehun berkerut tajam. Benar juga, Kim Nara yang ia tahu bukanlah gadis yang suka dipaksa. Gadis itu juga cukup keras kepala. Benar-benar tipe gadis yang Sehun benci! Namun, mau bagaimana lagi? Sehun harus melakukan ini. Ia harus membuat Kim Nara mau tinggal bersamanya, bagaimanapun caranya. “Ya sudah, kalau begitu aku akan bicara baik-baik padanya. Tapi, bisakah kau ke apartemenku? Ada sesuatu yang ingin kutitipkan padamu.” “Apa itu?” Sehun berdecak. “Jangan banyak bertanya dan datang saja!” “Iya, iya! Kau ini galak sekali sih?!” Sehun kembali mendengus sebelum pada akhirnya mengakhiri panggilan. Lantas, pria itu bangkit dari sofa yang ia duduki dan berjalan masuk ke ruangan utama apartemennya. Sehun melewati ruang santai dan berhenti di depan sebuah pintu bercat putih yang rupanya adalah sebuah kamar. Membuka pintunya secara perlahan dan masuk ke sana. Sehun menatap sekeliling kamar itu tanpa ekspresi berarti di wajahnya. Kamar bernuansa putih yang sejatinya kosong tak berpenghuni ini sebentar lagi akan ditempati oleh seseorang dan ia tak sabar menunggu saat itu tiba. ♣♣♣ Nara mendelik terkejut saat harus menerima sesuatu dari bosnya, Byun Baekhyun. Pria berwajah imut yang merupakan pemilik kafe tempatnya bekerja paruh waktu tersebut memanggil Nara ke ruangannya untuk memberikan barang yang sejak tadi ia cari. Sejak masuk kerja tadi jujur saja Nara merasa tak tenang karena memikirkan tasnya. Rupanya hal ini menjadi perhatian Baekhyun sebab tak biasanya pegawai kesayangannya itu tampak lesu dan tidak konsentrasi dalam melayani pelanggan. Rupanya karena ia baru saja mengalami insiden tak mengenakkan. “Ba-Bagaimana bisa ... tas saya ada pada Bos Baekhyun?” tanya Nara terbata sambil menerima tasnya. Gadis cantik itu masih merasa tak percaya karena tas yang baru hilang dalam hitungan jam tersebut telah kembali. Baekhyun mengangkat bahunya. “Tadi ada seorang pria yang mengantarkannya kemari. Mungkin saja itu pencurinya.” Mendengar jawaban Baekhyun, Nara langsung merasa aneh. Kekehan pelan lolos begitu saja dari bibirnya. “Mana mungkin seorang pencuri mengambalikan barang yang telah ia ambil? Bos ini ada-ada saja!” “Ya mana kutahu? Aku hanya menerimanya, jadi siapa pun yang mengantarkan tas itu aku tidak peduli. Sudahlah, tidak perlu dipikirkan! Yang penting sekarang kan tasmu telah kembali?” “Benar juga sih. Kalau begitu, terima kasih, Bos.” Nara membungkukkan tubuhnya. Baekhyun mengangguk. “Ya sudah, sana kembali bekerja!” Nara pun keluar dari ruangan bosnya dengan wajah berbinar bahagia. Ia benar-benar senang karena tasnya tidak jadi hilang. Itu artinya, setelah pulang kerja nanti Nara bisa menemui Taeyong di sanggar tarinya demi memberikan kado ulang tahun sang kekasih. ♣♣♣ Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Nara berjalan keluar dari kafe demi menuju sanggar tari tempat sang kekasih bekerja. Ya, kekasihnya itu adalah seorang penari yang tergabung dalam sebuah dance crew. Mereka sering tampil di acara-acara tertentu. Tak jarang, menjadi bagian dari penari latar bagi beberapa idol dari Negeri Ginseng ini. Beberapa anggota dance crew tersebut bahkan terkenal di kalangan pengguna sosial media karena skill menari dan wajah rupawan mereka, salah satunya Taeyong, kekasih Nara. Kepopuleran Taeyong tidak diragukan lagi. Bakat menari dan ketampanan pemuda yang hanya lebih tua satu tahun dari Nara tersebut bahkan sering disandingkan dengan para anggota grup idola pria. Taeyong pernah ditawari untuk masuk agensi hiburan ternama beberapa kali, tapi ia menolak. Taeyong berdalih ia tak ingin hidupnya terkekang jika menjadi seorang idol. Taeyong sudah merasa nyaman dengan kehidupannya saat ini. Well, jujur saja kepopuleran Taeyong ini tak jarang membuat Nara dilanda cemburu. Bagaimana tidak? Banyak sekali gadis-gadis di luar sana yang berusaha mendekati kekasihnya. Siapa yang tidak merasa cemburu jika sudah begitu, bukan? Apalagi Nara juga sering mendapat ujaran kebencian dari para penggemar kekasihnya. Mereka menyumpahi Nara dengan kata-kata yang begitu kasar. Sungguh, hal ini benar-benar mengganggu kehidupannya. Namun, mau bagaimana lagi? Itulah risiko mempunyai kekasih yang populer seperti Lee Taeyong. Lagi pula, Nara cukup merasa beruntung karena Taeyong selalu ada untuknya. Pemuda tampan itu kerap menyemangati dan membela dirinya jika sedang dalam posisi sulit. Taeyong selalu memperingatkan para penggemarnya agar tidak menyakiti Nara, baik secara verbal maupun fisik. Perhatian sekali, bukan? Tak terasa, langkah Nara sudah semakin dekat dengan sanggar tari Taeyong. Gadis cantik yang sudah hafal betul tata ruang sanggar itu pun segera masuk ke sana dan mencari Taeyong di salah satu ruang latihan favorit pemuda itu. Senyum manis masih setia menghiasi wajahnya ketika pada akhirnya .... “Kau harus segera menikahiku, Taeyong. Kandunganku sudah semakin besar.” Deg! Seketika itu juga Nara menghentikan langkahnya yang sudah sangat dekat dengan pintu sebuah ruangan tempat Taeyong biasa berlatih. Suara yang ia dengar itu adalah milik seorang wanita yang Nara tidak ketahui siapa, tapi sedikit terdengar familiar di telinganya. Karena wanita itu menyebut nama sang kekasih, Nara pun menjadi penasaran dan memilih untuk menguping pembicaraan mereka. Ia ingin tahu apa maksud wanita itu berkata demikian. “Iya, aku tahu. Tapi tolong beri aku waktu! Aku belum—“ “Sampai kapan aku harus menunggu?! Ini sudah tiga bulan, Taeyong! Kau harus bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat! Kalau kau tidak mau, aku akan membongkar hubungan kita pada kekasihmu!” “Kim Soyoung!" Kim Soyoung? batin Nara terkejut. Bagaimana tidak? Gadis itu adalah rival Nara sejak bangku sekolah menengah atas. Sejak dulu, gadis yang bermarga sama dengannya tersebut memang iri pada Nara. Penyebabnya hanya satu; karena Nara selalu bisa mendapatkan apa yang Soyoung inginkan, termasuk Lee Taeyong. Ya, Soyoung yang menyukai Taeyong lebih dulu, tapi pemuda itu lebih memilih untuk menjalani hubungan dengan Nara. Lalu, apa yang sebenarnya sedang terjadi sekarang? Kenapa Soyoung dan Taeyong bisa .... Tanpa perlu menunggu lebih lama lagi, Nara pun masuk ke dalam ruangan yang pintunya memang dalam keadaan sedikit terbuka itu. Taeyong dan Soyoung langsung terkejut karena kehadiran Nara yang terkesan tiba-tiba di tengah-tengah mereka. Apalagi saat melihat Nara memasang wajah marahnya. Taeyong langsung mendekati Nara. Ia tampak gugup saat berusaha berkata, “Na-Nara ... aku bisa jelaskan semu—“ “Kebetulan sekali kau ada di sini, aku harus mengatakan sesuatu padamu,” potong Soyoung. Taeyong langsung panik dan berusaha mencegah tindakan gadis itu. “Kim Soyoung, diam—“ “Aku dan Taeyong berselingkuh di belakangmu selama hampir empat bulan ini. Bahkan sekarang aku sedang hamil anaknya.” “Soyoung!” Plakkk! Tamparan keras pun mendarat dengan mulusnya di pipi seseorang. Membuat sosok lain yang berada di ruangan itu terkejut bukan main. “Kim Nara, beraninya kau?!” Soyoung memegang pipinya yang memerah akibat terkena tamparan gadis itu. Wajahnya menunjukkan amarah yang tidak bisa ia tutup-tutupi. Nara tersenyum sinis. “Dasar gadis murahan!” desisnya. “Kau itu memang tidak tahu malu, ya? Sudah tahu kalau Taeyong itu milikku, tapi masih saja nekad mendekatinya.” “Jangan bicara sembarangan! Perselingkuhan ini ada bukan hanya karena kesalahanku saja, tapi Taeyong juga. Kalau dia memang mencintaimu dengan tulus, dia tidak akan tergoda olehku. Kau tahu apa yang membuatnya selingkuh? Karena dia bosan padamu. Dia tidak tahan pacaran secara sehat denganmu!” Mendengar perkataan Soyoung, Nara pun mengalihkan atensinya pada Taeyong. Pemuda tampan itu memalingkan wajahnya, seolah enggan menatap ke arah sang kekasih. Bahkan ia juga tidak berani memotong perkataan Soyoung seperti yang ia lakukan sedari awal tadi. “Jadi, benar begitu Taeyong?” Nara bertanya dengan nada bicara yang ia buat sehalus mungkin. Well, sebenarnya ia tidak perlu bertanya begitu karena sikap diam sang kekasih telah menjawab semuanya. Ia hanya ingin mendengarkan pengakuan dosa kekasihnya itu secara langsung. Taeyong menghembuskan napas perlahan. Sedetik kemudian lisannya berujar, “Maafkan aku, Nara. Yang Soyoung katakan itu benar. Aku—“ Plakkk! Taeyong tak pernah sempat menyampaikan kalimatnya secara utuh karena Nara sudah lebih dulu menyarangkan tamparan keras di pipi. “Kalian menjijikkan!” desis Nara muak sebelum pada akhirnya berbalik demi meninggalkan ruangan itu. Namun, tiba-tiba ia terkesiap pelan dan kembali menghadap Taeyong serta Soyoung. “Oh ya, aku hampir lupa!” Gadis bermarga Kim itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Mata Taeyong membulat sempurna saat Nara menyerahkan sebuah kotak berukuran sedang yang ia yakini sebagai kado ulang tahunnya. “Selamat ulang tahun! Semoga saja kau suka dengan hadiahnya. Kalau tidak,” Nara mengangkat bahu tak acuh. “kau boleh membuangnya. Oh ya, selamat juga karena sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah. Tapi maaf, hubungan kita berakhir sampai di sini.” “Kim Nara!” Panggilan Taeyong tak Nara indahkan sama sekali karena ia memilih untuk melangkahkan kakinya cepat meninggalkan sanggar. ♣♣♣ Entah sudah berapa gelas soju yang diteguk oleh Nara, yang pasti jika dilihat dari sikap tubuhnya gadis itu sudah tampak kehilangan setengah kesadarannya. Bagaimana tidak? Nara minum soju bak orang minum air mineral biasa. Seolah sedang kehausan, Nara minum tanpa henti. Usai meneguk segelas, ia mengambil gelas lainnya. Sungguh gila! Saat ini Nara sedang berada di sebuah kedai tak jauh dari sanggar tari Taeyong. Alih-alih pulang dan menghabiskan waktu untuk bersedih dan menangisi kandasnya hubungan dengan sang mantan kekasih, Nara memilih untuk menenangkan diri dengan minum. Ia benar-benar tak sudi jika harus menangis karena lelaki itu, jadi lebih baik ia minum untuk melampiaskan kekesalannya. "Lee Taeyong berengsek!" ujarnya usai menenggak soju untuk ke sekian kalinya. Kekehan sumbang pun lolos begitu saja dari bibirnya tak lama kemudian. "Apakah semua lelaki memang mementingkan seks dalam sebuah hubungan?" sinisnya. "Sepertinya tidak semua lelaki berpikir begitu. Aku salah satunya," timpal seorang pria yang tiba-tiba duduk di samping Nara. Nara tersentak dan menoleh pada asal suara. Pandangannya yang mulai kabur tidak dapat mengidentifikasi siapa gerangan lelaki tersebut. Oh, peduli setan dengan pria itu! Nara tak ingin peduli dan memilih untuk mengabaikan keberadaannya. Gadis cantik itu kembali mengangkat segelas soju dan hendak menandaskannya, tapi niatan itu harus tertunda tatkala sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya. Nara berdecak dan mendelik tajam pada sosok yang telah berani menghalangi kesenangannya, berusaha menarik tangannya agar terbebas dari kuasa lelaki yang duduk di sampingnya. Namun, cekalan itu justru semakin kuat. Membuat Nara meloloskan umpatan tertahan. "Cukup! Kau itu sudah mabuk berat," kata pria itu sedikit tegas. Sebelah tangannya yang tidak digunakan untuk mencekal tangan Nara mengambil soju dalam genggaman gadis itu. Nara mendelik dan melayangkan protesnya. "Apa-apaan kau ini?! Lepaskan! Kau ini siapa sih berani-beraninya melarangku? Ini yang kubutuhkan, jadi lebih baik kau diam saja dan urusi masalahmu sendiri!" Pria itu diam saja, enggan membalas perkataan Nara dan lebih memilih untuk mengeratkan kuasanya. Hal ini membuat Nara mengerang kesal. Belum habis rasa kesal yang bersemayam di hatinya, Nara harus kembali menahan amarah saat pria itu menariknya agar bangkit dari kursi dan meninggalkan kedai. Pria itu hendak membawa Nara pulang sepertinya. Sesampainya di luar kedai, Nara meronta agar tangannya dilepaskan. Mengibaskan tangannya cukup keras sambil berujar, "Lepaskan! Kau itu si—" "Jangan banyak bicara dan turuti saja kemauanku! Kau harus pulang karena ini sudah larut malam." Nara melongo tak percaya mendengar ucapan pria yang sedang menariknya ke mobil pria itu. Pandangannya yang semakin kabur dan kepalanya yang terasa luar biasa pusing membuat Nara tak bisa berkutik lagi. Tiba-tiba, tubuh ramping itu luruh begitu saja dan langsung sigap ditangkap oleh si pria asing. Nara benar-benar kehilangan kesadarannya. ♣♣♣ "Aduh!" Pekikan pelan itu adalah yang pertama kali lolos dari bibir Nara begitu ia membuka mata. Gadis Kim itu menyentuh kepalanya yang teras sakit luar biasa. Kepalanya berat sekali, bak ada sebuah batu besar yang sedang menimpanya. Nara tidak tahu pukul berapa sekarang, tapi saat melihat cahaya mentari telah menerangi kamarnya, ia tahu kalau pagi telah menjelang. Tunggu dulu! Kamarnya? Hazel Nara langsung membulat terkejut. Ia refleks melihat ke sekeliling. Tidak salah lagi, Nara memang berada di atas ranjang bersprei biru kesayangan yang mana artinya ia sudah berada di dalam kamarnya! Tapi, bagaimana bisa ia berada di sini? Bukankah semalam ia sedang minum di kedai? Siapa yang membawanya pulang? Ceklek! Pintu kamar yang tiba-tiba terbuka membuat Nara refleks bersikap waspada. Gadis itu mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih berpakaian lengkap. Hazelnya terus terarah pada pintu, menunggu munculnya sosok yang membuka pintu kamarnya. "Oh, kau sudah bangun ternyata? Ayo keluar! Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu." Sosok itu pun terlihat sepenuhnya. Membuat hazel Nara langsung membulat tak percaya dan langsung berseru, "Kau?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD