“Harus ya, Mbak? Tapi aku dikejar dealine. Urusanku banyak di kantor, Mbak.” Gala mencoba mencari alasan. “Lagian, Sasha juga pasti gak tega ninggalin Pak Hendra sendirian. Iya kan, Sha?” Gala segera alihkan pandangan ke Sasha dan memberi kode lewat kedipan mata, meminta gadis itu mendukung ucapannya.
“Iya, Tante,” ucap Sasha berbohong. Entah kenapa dia tidak bisa membantah permintaan Gala. Munafik kalau Sasha tidak ingin ke Bali. Bukan untuk honeymoon, Sasha ingin ke sana untuk liburan. Meski dia memang tertarik dengan Gala dari awal, namun, ia sama sekali belum siap untuk memeberikan kesuciannya.
“Urusan kantor biar Mas Pram yang urus. Kamu gak usah khawatir, Gala. Lalu masalah Pak Hendra, kamu juga gak usah khawatir, Sha. Bapak kamu akan tinggal sama kami selama kalian di Bali. Gimana?”
Gala tampak kesulitan mencari alasan lain. Ucapan Nadia benar-benar tidak bisa membuatnya menghindar lagi.
“Ayolah … masak kalian gak pengen bulan madu, sih?” Lagi, Nadia mencoba memprovokasi.
“Iya, Sha. Kali aja kalian di sana bisa praktek gaya helicopter,” ucap Rena dengan senyum jahil.
“Hust!” Nadia langsung memukul lengan Rena. “Difilter dulu kalau bicara. Anak gadis kok ngomongnya m***m!”
Rena nyengir kuda mendapat omelan dari mamanya. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Sorry, Mah,” ucapnya pelan.
“Pokoknya, kalian harus pergi besok, ya. Gak kasihan apa sama Mbak yang udah capek-capek pesenin tiket buat kalian?”
“Ya, kan salah Mbak sendiri. Harusnya Mbak tanya ke kita dulu, dong?” Gala masih mencoba menolak.
Namun, Nadia memberikan pelototan tajam ke arah Gala yang langsung membuat laki-laki itu seketika menciut. Meski tanpa kata, tatapan Nadia sudah membuatnya tak bisa berkutik.
“Iya, iya, Mbak. Besok Gala berangkat sama Sasha,” ucapnya pasrah.
Sasha sendiri merasakan sensani senang dalam hatinya. Namun, ia berlagak santai dan tidak tunjukkan kesenangannya.
“Nah … gitu, dong! Itu baru namanya adik Kakak.” Nadia seketika tersenyum ceria. “Ayo, ayo di makan. Keburu makanannya dingin,” imbuhnya lagi.
Setelah makan siang berakhir, semuanya kembali pada kegiatannya masing-masing. Nadia yang sedang menjalankan bisnis membuka restoran, berencana pergi ke lokasi untuk memantau keadaan. Sementara Rena yang digadang-gadang akan mewarisi usahanya itu, selalu mengikuti kemanapun mamahnya pergi.
“Tinggal kita berdua, nih?” ucap Gala sambil tersenyum jahil. Satu alisnya bahkan naik-turun menggoda Sasha.
“Apa sih, Om? Aku masih marah, ya!” tegas Sasha sambil membuang muka.
“Yakin? Emang kalau marah harus ngumbar-ngumbar kayak gitu?” Gala menertawakan sikap Sasha.
“Iya, lah. Daripada diem kaya patung,” jawab Sasha cepat. Dia tidak mau kalah dengan Gala.
Entah kenapa, Gala sangat suka menggoda Sasha. Reaksi merengut yang ditunjukkan Sasha selalu terlihat menarik di mata Gala. “Ya udah kalau masih marah. Aku ke kamar aja kalau gitu.”
Gala lantas pergi meninggalkan Sasha yang masih terdiam di ruang makan. Dia memang sengaja melakukan itu untuk membuat Sasha semakin kesal.
“Ih, Om Gala gimana, sih? Kenapa aku ditinggalin sendiri di sini?” Bukannya apa-apa. Sasha hanya takut jika Nadia kembali dan dirinya kepergok sedang tidak bersama Gala. Bisa-bisa omelan panjang pasti langsung memenuhi indra pendengarannya. Apalagi melihat ART Nadia yang daritadi seperti sedang mengawasi, Sasha jadi tidak punya pilihan untuk segera beranjak dan mengikuti langkah Gala.
“Katanya masih marah? Kok ikut naik?” tanya Gala yang menyadari ada langkah kecil mengikutinya dari belakang.
Sasha yang masih memasang raut merengut menjawab, “Mau gimana lagi? Gak ada pilihan.”
Gala terkikik pelan. “Iya … untung kamu sadar kalau di sini ada CCTV berjalan. Kalau gak, bisa kena omelan habis-habisan sama Mbak Nadia.”
Ternyata benar dugaan Sasha. ART Nadia memang sedang mengawasi. Ia jadi paham dengan sikap Gala yang berlagak jahil dan terkesan mengajaknya ke kamar. Ah, lagi-lagi dia berharap terlalu tinggi.
“Ayo masuk!” perintah Gala setelah membuka pintu kamarnya.
Entah kenapa, jantung Sasha seketika berdetak kencang. “Ini bukan pertama kalinya, Sha. Kenapa kamu jadi gugup gini?” Sasha mencoba menguatkan dirinya sendiri.
“Masuk,” ulang Gala karena hanya melihat Sasha yang mematung di depan pintu. “Kenapa? Takut kuterkam? Kan kemarin juga satu kamar?”
“Dih! Apaan diterkam?” Sasha langsung nyelonong masuk. Hanya saja dia jadi bingung harus melakukan apa saat sudah berada di dalam kamar.
“Daripada bingung, sana mandi!” ucap Gala tiba-tiba yang berada di belakangnya.
Sasha hampir terloncat kaget karena tidak menyadari keberadaan Gala di belakangnya. “Awas aja kalau Om ngintip aku!” ancam Sasha sambil berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Gala. Anehnya lagi, kenapa juga ia jadi menuruti ucapan Gala.
“Siapa juga yang mau ngintip. Mending lihat kucing mandi daripada ngintip kamu. Gak ada faedahnya,” balas Gala sambil merebahkan badan di kasur empuk miliknya. Ia lantas menggulingkan tubuh hingga posisi tengkurep dan mencari posisi nyaman.
“Oh … nantang! Lihat aja nanti seberapa besar iman kamu, Om!” cibir Sasha sambil masuk ke dalam kamar mandi.
“Enak aja dia bilang. Lebih suka lihat kucing mandi, katanya? Dasar sinting! Kalau sampai Om Gala nafsu lihat tubuh mulusku, awas aja! Baka bakalan mau aku diajak begituan. Biar kapok!” gerutu Sasha sambil melepaskan keseluruhan pakaiannya. Ia segera mengguyur seluruh tubuhnya dengan air, berharap bisa menenangkan seluruh badan dan pikirannya.
Ia ganti membasahi rambutnya, dan memakai shampoo untuk membersihkan rambutnya. Ketika seluruh tubuhnya tertutup busa, dan Sasha hampir membilasnya, air pada shower justru mati. Sasha yang tidak bisa sepenuhnya membuka mata karena busa di wajahnya, mencoba berjalan menuju bathup untuk mencari air agar bisa membilasnya. Namun, ia malah terpeleset dan reflek berteriak dengan kencang. “Aww! Sakit!”
Mendengar teriakan Sasha, Gala langsung beranjak dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa berpikir macam-macam. “Sasha!” teriaknya panik.
Hanya saja, saat dirinya masuk ke dalam kamar mandi, dia justru mendapati tubuh mulus Sasha yang tergeletak tanpa sehelai benang di lantai.
“Astaga!” teriak Gala yang langsung membalikkan badannya.
“Om Gala! Kenapa Om masuk?!” teriak Sasha dengan nyaring. Dia mencoba berdiri namun kembali terpeleset karena licin. “Aduh!” rintihnya lagi karena rasakan nyeri di pantatnya.
Mendengar teriakan serta suara jatuh, tidak mungkin Gala hanya diam. Dia spontan berbalik dan kembali melihat tubuh polos Sasha. “Sha! Kamu gak apa-apa?”
Sasha yang sadar Gala melihatnya tanpa busana, segera menyilangkan kedua tangan di depan d*da, berusaha menutupi bagian intimnya. “Om Gala! Aku bilang jangan lihat!” teriaknya frustasi.