Bab 14. Kecanggungan di Malam Pertama

1083 Words
Gala dan Sasha terdiam sejenak di lantai, tanpa mengubah posisi. Rasa terkejut dan kaget meresap dalam diri mereka berdua. Mereka saling terpaku, tidak tahu harus berbuat apa. Bibir mereka yang saling bersentuhan, meninggalkan sensasi yang aneh. Momen yang tidak pernah mereka bayangkan dalam situasi yang tidak tepat. Sasha, yang masih berada di atas Gala, merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Gala pun tampak terpaku, seolah tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Wajahnya sedikt memerah, namun dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Lalu, dengan tergesa-gesa, Gala menggeser tubuh Sasha dari atas tubuhnya. “Astaga! Kenapa kamu sangat ceroboh!,” ujar Gala dengan suara tegas, meskipun terlihat agak canggung. Tanpa menunggu jawaban dari Sasha, Gala buru-buru bangkit dan melangkah cepat menuju kamar mandi. "Aku ke kamar mandi dulu," katanya singkat, seperti menghindari percakapan lebih lanjut. “Ini cuma kecelakaan. Tidak ada unsur kesengajaan,” tambahnya lagi, sambil menutup pintu kamar mandi dengan keras. “Dih! Siapa yang bilang sengaja?” Sasha mencibir. Dia sendiri juga merasakan adanya kecanggungan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di d*da, tetapi ia berusaha untuk tidak memikirkannya lebih jauh. Ciuman itu, meskipun tidak disengaja, meninggalkan dampak yang cukup besar bagi Sasha. Hatinya masih berdebar, namun ia berusaha menenangkan diri. “Tenang, Sha …,” ucapnya pelan sambil menghirup udara dalam-dalam. Sepeninggal Gala, Sasha perlahan bangkit dan duduk di ranjang, menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Kenapa Gala harus bersikap begitu? Dia tahu jika pernikahan mereka ini hanya sebuah formalitas, tetapi kenapa perasaan itu bisa muncul begitu saja? Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak berharap lebih? Tapi perasaan itu tidak bisa dihentikan. Tidak peduli seberapa keras dia mencoba menyingkirkannya, perasaan itu tetap ada, terpendam di dalam d*da. Sementara itu, Gala yang berada di dalam kamar mandi, menyandarkan tubuhnya di dinding, menarik napas dalam-dalam. Dia tidak bisa mengabaikan rasa canggung yang melanda dirinya setelah kejadian itu. Hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya justru terjadi. Ia menyentuh bibirnya, membayangkan ciuman itu dan merasakan kelembutan bibir Sasha seolah masih tertinggal di sana. Lalu, setelahnya ia segera menggeleng. “Enggak! Aku gak boleh terbawa suasana,” tegasnya. “Aku hanya perlu menjaga jarak seperti biasanya,” ucapnya lagi meyakinkan diri. Setelah beberapa menit berlalu, Gala akhirnya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang kembali dingin dan datar. Ia berjalan menuju sofa di sudut ruangan dan duduk di sana, memeriksa ponselnya. Seolah tidak ada yang terjadi. Seolah tidak ada momen yang memalukan antara dirinya dan Sasha. Sementara Sasha yang melihatnya, tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak bisa memilah kata yang tepat untuk mencairkan kecanggungan yang melanda. Apalagi melihat Gala yang tampaknya tidak peduli dengan apa yang baru saja terjadi, membuat Sasha semakin urung memulai kalimatnya. Dia memilih diam untuk mengatur napasnya, sebelum akhirnya berusaha mencairkan suasana. “Om gak tidur?” Akhirnya, Sasha memecah kecanggungan dengan suara pelan. Gala hanya melirik sekilas ke arah Sasha. “Enggak,” jawabnya datar, seolah kejadian tadi sama sekali tidak menggugah perasaannya. “Kalau Om Gala ngantuk, Om bisa tidur di sini,” ucap Sasha lagi dengan kepala tertunduk. Ia sebenarnya tidak yakin dengan kalimatnya. Namun, kalimat itu justru lolos dengan mudah dari mulutnya. “Sha! Kamu baca isi surat kontrak pernikahan kita, kan? jadi, kamu jangan mikir yang aneh-aneh,” ucap Gala cepat, sambil kembali menatap layar ponselnya. Sepertinya dia benar-benar ingin menghindari percakapan ini. “Siapa yang mikir aneh-aneh?” protes Sasha. “Aku belum nyelesaiin kalimatku. Om bisa tidur di sini dan aku yang akan tidur di sofa!” ucapnya sedikit kesal. Ia segera berbaring dan menggulung selimut ke tubuhnya. Niatnya yang menawari Gala untuk berpindah tempat jadi urung karena kecewa dengan ucapan Gala. Gala sendiri merasa sedikit bersalah. Ia sempat menutup rapat-rapat mulutnya sambil terpejam. Hanya saja, semua sudah terlanjur terjadi. Ucapannya tidak bisa ditarik dan kecanggungan kembali memenuhi udara. “Ngeselin banget, sih sikap Om Gala?” batin Sasha kesal sambil membolak-balikkan badannya tidak tenang. Ia jadi tidak nyaman meski ranjang yang ditempati kali ini jelas jauh lebih nyaman dari ranjang miliknya di rumah. Pikirannya terus berkutat pada ciuman tak terduga tadi. Bukan ciuman yang ia pikirkan. Melainkan sikap Gala yang terkesan sama sekali tak peduli bahkan menganggap kejadian itu tidak spesial. Melirik sekilas kea rah Gala pun, Sasha selalu mendapati sikap cuek Gala sambil memainkan ponselnya. Tidak ada ekspresi yang berubah, bahkan terkesan tidak usaha untuk berbicara lebih jauh. Sebenarnya, tanpa Sasha tahu, Gala juga rasakan gelisah. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa segelisah ini saat berada satu kamar dengan Sasha. Hal ini jelas berbeda saat pertama mereka bertemu di dalam kamar Gala pada saat pesta ulang tahun Rena. Saat itu Gala sama semaki tidak merasa gelisah ataupun merasa tidak tenang. Mungkin karena saat itu dia sama sekali belum menaruh hati pada Sasha. Tunggu, apa sekarang Gala mulai menaruh hati pada gadis itu? Entah. Yang jelas, ia merasa terganggu karena Sasha terus membolak-balikkan badan hingga timbulkan bunyi decitan dari ranjang. “Kamu kenapa, sih? Bolak-balik dari tadi?” Gala akhirnya membuka percakapan. Namun, nada bicaranya terdengar dingin di telinga Sasha. Sasha menatap Gala sekilas. "Gak bisa tidur," jawabnya singkat. “Ranjangnya kurang nyaman?” tanya Gala lagi. “Enggak!” jawab Sasha cepat. “Terus?” “Aku biasa dengerin musik sebelum tidur,” jawab Sasha. “Tapi aku gak bawa ponsel,” imbuhnya. Gala menghela napas panjang, paham dengan maksud Sasha. Dia lantas berdiri dan menyodorkan ponselnya pada gadis itu. “Pakai ponselku!” ucapnya. Sasha mendongak ke arah Gala, masih enggan menerima ponsel itu. Lalu, Gala menjejalkan ponselnya pada Sasha tanpa bisa Sasha cegah. “Aku keluar cari udara segar dulu,” ucapnya yang langsung meninggalkan kamar. Tak ada pembicaraan lanjutan, yang membuat Sasha benar-benar tidak mengerti dengan perubahan sikap Gala. “Kadang cuek, kadang ngeselin, kadang kejam. Tapi kenapa kadang perhatian? Dasar Om-Om labil!” ucapnya kesal yang tentu tidak bisa Gala dengar. Sasha menghirup udara dalam-dalam. Ia berusaha santai dan segera menyalakan lagu kesukaannya melalui ponsel Gala. Sudah menjadi kebiasaannya ketika susah tidur, Sasha selalu mendengarkan lagu “Selamanya Cinta” tanpa bosan. Meski lirik dan nadanya sudah diluar kepala, namun lagu itu masih menjadi andalan baginya. Tak berselang lama, Gala masuk ke dalam kamar. Ia melihat Sasha ternyata sudah terlelap dengan ponsel yang masih memutar lagu kesukaan Sasha. Ia tersenyum samar, karena ternyata gadis yang kini menjadi istrinya itu terlihat berbeda saat terpejam. Ia berjalan mendekat untuk mengambil ponselnya. Namun, melihat selimut Sasha yang terbuka, membuat Sasha berinisiatif untuk menyelimuti gadis itu. Entah apa yang dirasakannya. Namun, Sasha mulai menarik perhatiannya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD