Cemas. Takut. Iitulah perasaan yang tengah Clarissa rasakan. Sejak satu jam yang lalu, dia masih terus berdiri di depanm ruang penanganan dengan perasaan tidak karuan. Ada perasaan takut yang terus saja menyelimuti, membuatnya hanya mampu diam dengan tangan yang saling menyatu, berharap Tuhan akan mendengarkan doa yang tengah dia dengungkan. Tuhan, jangan ambil anakku, batin Clarissa dengan air mata yang tidak berhenti mengalir sama sekali. Dia bahkan sudah tidak sabar menunggu kabar dari dokter yang ada di dalam. Clarissa bangkit dari kursi panjang yang terbuat dari besi tersebut dan melangkah mendekat ke arah ruangan di depannya, ruangan yang begitu mencekam dan menakutkan. Sesekali mengintip, berharap dia mampu melihat apa yang terjadi di dalam. Clarissa menarik napas dalam dan menge