“ Gimana kak hasilnya “ tanya Jo pada Maudy yang sedang serius memperhatikan kertas hasil uji lab darah Dinda. Wajah Maudy terlihat pias, ia menyandarkan badannya ke kursi lalu memegang kepalanya.
“ Sudah kakak perkirakan, karna dia sering tidak mengkonsumsi obat. Stadiumnya sudah naik Jo “
Jo serta merta meraih kertas laporan laboratorium akan hasil uji lab darah Dinda. Dan memperhatikan keterangan yang tertulis.
“ Ini karna nggak ada orang yang memperhatikannya, Dinda itu ibarat hidup sendiri Jo. Dulu sebelum kakak nikah, kakak yang selalu memberikan perhatian padanya. Meski ada ayah, ia tak dapat leluasa berkomunikasi dengan ayahnya karna ibu sambungnya tak memperbolehkan ayahnya sering sering menghubungi Dinda “
Jo mengusap kepalanya, rasa kuatir itu juga makin dalam di hatinya. Ia tak ingin kehilangan Dinda. Meski saat ini ia belum memiliki kakak angkatnya itu. Ucapan Dinda kemaren waktu Jo mengambil sampel darah itu sudah membesarkan hatinya yang selama empat tahun ini terasa hampa. sejak Dinda memutuskan untuk pergi dari hidupnya.
“ Aku mau kak jadi suaminya, tapi dia tak kunjung juga menjawab tawaranku “ ujar Jo dengan suara pasrah.
Sore itu Jo ada di rumah Maudy untuk memberikan hasil lab dari darah Dinda. Maudy menghela nafas, ia ingin menengahi permasalahan kedua sahabatnya itu. dua orang yang saling mencintai tapi terhalang oleh keadaan.
“ Jo, Dinda itu jika mengambil keputusan. Ia akan memikirkan baik dan buruknya. Dia mau Jo sangat mau menikah sama kamu. Dia tidak pungkiri perasaannya sama kamu. Tapi dengan kondisi ia mengidap penyakit ini. ia merasa ia akan membebani kamu. Apa kata keluarga kamu nanti. Jika menikah sama orang yang penyakitan. Dinda berfikir, ia akan dianggap moroti harta suami “
Jo Kembali melihat baris demi baris yang tertulis di kertas hasil uji lab. ia menundukkan kepala.
“ Masalahnya makin rumit kak, kemarin mama melamar Dinda untuk bang Reyhan “
“ Ups. Kok bisa “
Maudy tidak jadi berjalan kea rah kamarnya karna mendengar bayinya menangis. Ia Kembali mendekati Jo.
“ Abangmu suka juga sama Dinda ? “
Jo berdiri dan memendarkan pandangan ke jendela, ia merasa beban di hatinya terasa berat. Bersaing dengan abang sendiri.
“ Dinda itu mantan karyawannya yang ditaksir bang Reyhan, waktu Dinda menolaknya. Ia sampai nangis nangis sama mama “
“ Sampe segitunya ?“
Jo mengangguk, ia teringat saat pulang kuliah ia melihat mama mengusap usap punggung abangnya itu. Tidak biasanya CEO itu sampai bersedih sedemikian rupa.
“ Hukum karma “ ungkap adiknya Shireen. Bukannya ia mensyukuri keadaan abangnya kala itu. ia dan adiknya jengah juga setiap saat ada saja yang mengaku sebagai pacar abangnya itu.
Mungkin hanya Dinda satu satunya perempuan yang pernah menolak CEO ganteng itu. Jo merasakan kebanggan itu, Dinda lebih memilihnya dari kakaknya. Seperti yang disampaikan Dinda kemarin, perasaan perempuan itu masih sama untuknya.
“ Trus Dinda jawab apa ? “
Tanya Maudy yang sudah datang dari kamar menggendong bayinya.
“ Seperti biasa…diam “
“ Dinda Dinda..sampe bikin hati dua pria tampan kembang kempis “ ujar Maudy sembari menimang anaknya.
Hp Maudy berdering. dari Dinda.
“ Die..nanti aku kerumah kamu, kepalaku pusing sekali “ suara dari telpon
“ Ada Jo “
Tak ada jawaban. Beberapa saat Maudy menunggu begitupun Jo. yang setiap saat ingin bertemu kekasih hatinya itu menunggu Dinda mengatakan ia akan ke rumah Maudy.
“ Ya, aku kesana “
Jo mengembangkan senyumnya. Maudy menepuk nepuk bahu Jo yang sedang mengulum senyumnya.
Tak lama Dinda datang dengan tergesa-gesa mencari tempat duduk, ia mengurut urut keningnya. Ia baru saja pulang dari kantor. Jo langsung menodong Dinda dengan pertanyaan seorang dokter.
“ Sudah di minum obatnya ? “
Dinda mengangguk. Jo membantunya mengurut urut kening. Maudy datang membawa alat pengukur tensi.
" Makanya cari suami Din, biar ada yang ngurus kamu “ ujar Maudy sembari melirik Jo. Jo tersenyum.
“ Sudah dilamar sama ibunya kemarin “ tanggap Dinda membuat Jo tersentak. Ia takut Dinda menyetujui perjodohan itu.
“ Truss kamu jawab apa ? “
Dinda diam dan mengarahkan pandangan pada Jo yang terlihat kecewa.
“ Mau tanya sama adiknya dulu, kira-kira abangnya itu orangnya gimana ? “
Maudy tertawa mendengar ucapan Dinda. Ia menepuk tangan sahabatnya itu.
“ Bisa ya bikin orang baperan “
Hp Jo berdering, Jo melihat layar hp nama adiknya Shireen tapi terdengar bukan suara adiknya tapi suara Mita.
“ Ya ..Mit “
“ Maaf bang Jo, aku ganggu. Aku pinjam hp Shireen, kami ada tugas kelompok, bisa ketemu bang hari ini ? “
Dinda menghela nafas, entahlah ketika ia mendengar Mita menelpon Jo. Hatinya jadi cemburu.
“ Oke.., sebentar lagi abang kesana, shareloc aja “
Sebelum pergi Jo sempat mengusap bahu Dinda dan berkata lembut.
“ Aku pergi ya, jangan lupa minum obat “
Dinda terus memandang punggung seseorang yang selau di hatinya. Seorang junior yang selalu minta ditemani saat belajar di perpustakaan. Tak jarang Dinda mengerjakan tugas tugas Jo. Ketika mengingat Jo akan bertemu adik sambungnya, ia tertunduk sendu. ia juga takut kehilangan Jo meski secara tidak langsung ia telah melepaskan Jo memilih hati mana yang akan menempati hatinya.
“ Din, maaf kalau aku ikut campur urusan hati kamu. Jo sudah bilang kalau ibunya melamar kamu untuk abangnya. Gimana keputusan kamu ?"
Dinda menatap mata Maudy dengan sendu. ia mengangguk dan sekarang ia bingung dengan situasi yang ia hadapi. Jika ia menolak lamaran bu Rahmi, ia takut dianggap sombong. Tapi jujur ia tak punya perasaan apa-apa pada Reyhan kakaknya Jodi yang jelas jelas memperlihatkan rasa cintanya pada Dinda.
“ Aku bingung, Di.. ”
“ Kamu masih sayang Jodi ? ” tanya Maudy seraya menatap mata Dinda. Dinda tak dapat menahan gejolak hatinya. Kebersamannya bersama dokter muda itu sangat berkesan di hatinya. selama empat tahun mereka bersama ,mereka saling mengerti satu sama lain. Hanya saja keadaan yang membuat Dinda harus pergi dari Jodi. Dinda tak ingin Jodi masuk ke dalam hidupnya yang pelik. ia ingin Jodi bahagia dengan seseorang yang tak memberinya banyak masalah.
Dinda mengangguk pasti sambil meneteskan air matanya. ia menelungkupkan kepalanya diatas meja. Maudy mengusap usap kepala sahabatnya itu.
“ Kamu bilang kalau kamu pergi agar Jodi bisa bahagia, kamu tahu Din, bahagianya itu kamu ”
Dinda memeluk Maudy erat, ia melepaskan tangis di bahu Maudy, sekarang situasi membuatnya semakin bingung, lamaran bu Rahmi untuk Reyhan harus segera di jawabnya.
“ Jika kalian memang saling mencintai, lewati kerikil ini. Kamu harus berani pada ibu sambungmu dan katakan pada ibunyo Jodi kalau kamu memilih Jodi bukan kakaknya. Cinta memang butuh pengorbanan Din. Soal penyakit kamu, mungkin karena itulah Tuhan mengutus Jo jadi jodohmu, bukankah kamu yang selalu jadi penyemangat dia untuk belajar ”
Dinda tak menanggapi, ia hanya menggigit bibirnya. memandang jingga yang sudah memendar di langit dari jendela kaca. Ia memegang erat pin hati yang menjadi bros hijabnya. bros pemberian Jodi. bros yang pernah hilang di kantornya saat masih bekerja denga Reyhan. Bros yang ditemukan Reyhan dan diserahkan pada Dinda seraya mengatakan.
“ Aku sayang kamu Din ”