45-?Beautiful Eyes?

1705 Words
_***_ Jika kita menerima sebuah amanah, ada baiknya dilakukan dengan sebaik-baiknya. Karena jika kamu tidak bisa menjalankan amanah dengan baik, bisa saja itu akan memengaruhi kepercayaan orang lain kepadamu _***_ Waktu telah menunjukkan pukul 15.15. Hari saat itu masih sore dan seharusnya cahaya matahari masih terang menyinari bumi. Namun kala itu walaupun waktu masih menunjukkan pukul tiga sore, keadaan sudah gelap gulita. Awan di tempat itu memang terlihat tepat berwarna hitam sehingga akan susah bagi cahaya matahari untuk menembus. Dua orang pria sedang bercengkerama di teras rumah. Mereka namoak berbincang serius. Tak lama kemudian salah satu dari pria tersebut meninggalkan teman satunya yang berdiri di teras. Pria itu menaiki motor yang terpartkir di halaman rumah. Kemudian ia memakai helm full face dan menyalakan mesin motornya itu. Sebelum menjalankannya keluar dari halaman rumah tersebut, ia menyampaikan beberapa kata kepada pria yang masih mematung di teras. "Gue pulang dulu ya, Bro. Tenang aja adik lo pasti baik-baik aja," ucap pria berhelm itu. Tak ada tanggapan dari pria yang ia ajak bicara. Justru pria yang ia ajak bicara terlihat bengong menatap jalanan depan rumahnya. "Nanti kalau gue ketemu adik lo, gue kabarin. Assalamu'alaikum," teriak pria berhelm tersebut kemudian melajukan motornya keluar dari halaman rumah dan pergi menjauhi rumah tersebut. "Wa'alaikumussalam," lirih pria yang berdiri diteras itu menatap jalanan yang sepi. Ia tak lantas memasuki rumah lagi. Pria itu masih celingukan menatap ke sana ke mari memastikan sesuatu. "Ya Allah, bentar lagi hujan, Lis. Cepet pulanglah," gumamnya menyiratkan kekhawatiran di matanya. Setelah itu sang pria pun perlahan memasuki rumah kembali walaupun sesekali ia menengok ke belakang masih memastikan sesuatu. *** Ken's POV Baru saja Kevin telah pulang. Sedari aku menyadari bahwa ada masalah dengan motor yang Lista naiki, aku tidak bisa fokus. Bahkan aku hanya merespon sahabatku itu dengan singkat ketika diajak berbicara. Namun yang membuat aku lebih bersyukur adalah sahabatku tidak tersinggung, ia justru dengan sabar menenangkanku walaupun aku masih tak tenang karena pikiranku masih tertuju kepada Lista. Aku masih mondar-mandir menunggu kepulangan Lista. Karena kini terhitung sudah hampir dua jam ia pergi dari rumah. Aku harap tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Gluduk ... Bunyi petir mulai terdengar dan sepertinya benar sebentar lagi hujan akan segera turun. Namun sampai sekarang belum ada kabar dari Lista. Tentu saja itu membuatku semakin khawatir. Aku memantau halaman rumah melalui jendela ruang tamu. Aku buka gorden itu sedikit untuk bisa leluasa aku memantau. "Ayolah, Dek, cepet pulang," gumamku dari tadi merapalkan kalimat itu. Aku mengecek kembali ponselku, namun pesan yang aku kirim kepada Lista masih centang satu yang artinya pesan itu belum sampai di ponsel Lista. Aku kembali mencoba menelpon nomor Lista, namun jawabannya nihil. Hanya ada suara operator yang memberitahukan nomer sedang tidak aktif. Sepertiny ponsel Lista sekarang dalam keadaan mati. "Ya Allah, Dek, bikin khawatir aja kalau gini." Sudah lima menit aku berdiri memantau kedatangan Lista, namun tetap nihil belum ada tanda-tanda. Dan bersamaan dengan itu, bunyi rintik hujan mulai terdengar. Hujannya kini mendadak lebat tentu dengan angin kencang yang sesekali berhembus. Jika sudah seperti ini membuatku semakin gusar. Namun aku harap Lista selalu dalam keadaan baik dan selalu dalam lindungan Allah. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri. Mencoba berfikir positif bahwa semuanya akan baik-baik saja. Lista pasti akan oulang dengan selamat. Tiba-tiba dering ponselku berbunyi. Aku bergeges memeriksa berharao itu adalah telepon dari Lista. Namun harapanku pupus, ternyata ini adalah telepon dari Umi. Aku sesegera mungkin mengatur diri. Aku harus terlihat baik-baik saja. Aku tak ingin ke gusaran dan kekhawatiranku dirasakan oleh Umi. Aku tak ingin membuatnya ikut khawatir. Setelah itu aku bergegas menekan tombol angkat telepon. "Assalamu'alaikum, Umi." "Wa'alaikumussalam. Kak, ini umi mau ngabarin kalau kemungkinan Umi sama Abi pulang besok karena di sini cuaca lagi buruk. Gak papa kan kalau kamu sama Lista sendiri di rumah?" "Ah iya, Umi. Gak papa di sini juga lagi hujan lebat banget." "Tunggu, Kak, di sana baik-baik aja kan? Kok kamu jawabnya kayak gusar gitu? Perasaan umi juga mendadak kepikiran terus sama Lista. Lista sekarang di rumah kan? Umi takut ada apa-apa sama Lista." Aku yang mendengar pertanyaan Umi mendadak terdiam. Sepertinya hubungan anak dan ibu tidak bisa di remehkan. Ibu selalu mengerti apa yang sedang dirasakan anaknya. "Eh, enggak papa kok, Umi. Umi jangan khawatir pokoknya di sini aman terkendali. Selagi ada Ken, insyaallah Lista aman," jawabku cepat. Maafkan Ken, Umi, Ken berbohong. Lista tidak sedang di rumah. Dan Ken masih belum tau gimana kondisi Lista. "Alhamdulillah kalau gitu. Ya udah pokoknya baik-baik ya di sana. Jaga adik kamu baik-baik. Assalamu'alaikum." "Iya, Mi. Wa'alaikumussalam." Sambungan telepon ditutup oleh umi. Aku yang menyadari kebodohanku hanya bisa terdiam lemah. Di sini sedang tak baik-baik saja. Aku malah berbohong dan satu lagi amanat Umi menjaga Lista sedang bergejolak di hatiku. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri jika benar-benar terjadi sesuatu dengan Lista. "Lista, Kakak mohon pulang dengan selamat." Saat aku hendak meletakkan ponselku, aku terkejut mendapati ada telepon tak terjawab dari Kevin.aku tentu terkejut dan cepat-cepat menghubunginya, namun tak dijawab juga. Perasaanku campur aduk sekarang. Hawa tak enak mulai menguar kuat. Aku tak percaya jika nantinya ada yang terjadi dengan Lista. Aku memang kakak yang bodoh. Aku terus-terusan mencoba berbalik menelpon Kevin. Walaupun berkali-kali tak di angkat, aku mencoba terus berharap bisa segera di angkat olehnya. Kumohon, Vin, jangan ikut ngilang juga. Perasaanku semakin tidak karuan kalau seperti ini. Aku harap bukan kabar buruk yang hendak kau sampaikan. *** Seorang pria yang mengenakan helm full face nampak panik. Ia segera berdiri begitu kendaraan yang ia kendarai sudah terjatuh di aspal yang basah. Ia bergegas berlari menuju satu titik dengan langkah tertatih. Wajahnya nampak panik melihat seseorang yang tergeletak di pinggir jalanan yang basah. "Calista .... Calista .... " Panggilnya menyebutkan satu nama yang sama terus menerus. Iya juga menepuk pipi seorang gadis yang tergeletak itu berkali-kali. Sepeerinya ia berusaha menyadarkan gadis itu. Karena tak kunjung ada jawaban, pria itu pun mengangkat tubuh gadis itu yang pingsan. Meskipun sepenarnya pria itu terluka, namun ia berusaha bersusah payah menggendong gadis itu. Ia berjalan menuju ke sebuah pohon yang tak jauh dari tempat gadis itu tergeletak tadi. Setelah itu ia meletakkan tubug gadis itu ditempat yang teduh dan tak lupa ia memberikan jaket kulit yang dikenakan pria itu kepada tubuh gadis itu. "Bisa gawat kalau di sini terus," gumamnya. Lantas kemudian ia merogoh saku celananya mengelurkan sebuah benda persegi panjang. Ia menghidupkan layarnya kemudian melakukan sesuatu. Ia nampak menelpon seseorang, namun sepertinya tak ada jawaban. Kemudian ia pasrah dan menutup sambungan telepon itu. Ia menoleh kepada gadis yang masih pingsan itu. Tatapan sedih entah mengapa menghiasi wajah pria tersebut. Pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya kembali. Entah siapa yang dihubungi. Ia hanya berbicara singkat kemudian menutupnya kembali. Walaipun begitu wajahnya menyiratkan kelegaan. "Bertahan sebentar lagi ya," bisiknya tersamar dengan suara derasnya air hujan. Cukup lama mereka berdiam diri ditrngah hujan. Tubuh pria itu terlihat bergetar. Sepertinya ia mulai kedinginan dan gadis yang tergeletak itu belum juga bergerak sedari tadi. Pria itu berdiri menengok kekanan-kiri mencari sepertinya sedang mencari kendaraan yang lewat. Namun nampaknya hujan deras kali ini membuat orang-orang malas untuk bepergian. Lima menit berlalu, tibalah ada sebuah mobil yang berhenti tak jauh dari tempat mereka menunggu tadi. Mobil itu pun kemudian berjalan perlahan sampai di depan pria dan gadis tadi meneduh. "Kak," panggil pria yang kehujanan tadi kepada seseorang yang baru saja turun dari mobil. "Ya Allah, Vin, ini kenapa? Kamu nabrak dia?" tanya pria yang keluar dari mobil itu dengan panik begitu melihat ada gadis yang tergeletak di samping pria yang kedinginan itu. "Tolong bawa masuk dulu, Kak." Akhirnya pria yang membawa mobil itu menggendong gadis tadi dan memasukkannya ke mobil. Pria yang kebasahan tadi ikut menyusul masuk mobil begitu sang gadis sudah masuk. "Ke rumah sakit, Kak," pinta pria yang duduk di sebelah pengendara mobil itu. Perlahan tapi pasti mobil itu pun melaju. Seperti yang di minta tadi, mereka menuju ke rumah sakit terdekat. Selama perjalanan tak ada pembicaraan. Mereka saling fokus dengan pikiran masing-masing. Laju mobil memelan begitu memasuki area rumah sakit. Begitu mobil mereka telah berhenti di sekitar ruang UGD, pria yang tadi kebasahan bergegas turun. Ia membuka pintu bangku penumpang dan menggendong gadis tadi. Begitu mereka keluar mobil, sudah ada petugas rumah sakit yang berjaga membawa blankar. Tak menunggu lama, gadis yang ada di gendongannya segera ia letakkan di tempat itu. "Lo gak papa, Vin?" tanya pria yang baru selesai memarkirkan mobilnya. Wajahnya nampak khawatir melihat sang adik yang dalam kondisi kebasahan. "Gapapa, Kak. Gue perlu nelpon Ken sekarang," ucap Kevin dengan nada parau. Tangannya bergetar hebat memegang ponselnya. Sang kakak yang menyadari adiknya sedang tidak baik-baik saja pun sigap menangkap tubuh adiknya yang oleng. "Kevin, lo juga perlu perawatan. Nanti aja ngabarinnya," pekik sang kakak marah. Kevin pun akhirnya menurut dan berjalan dituntun sang kakak untuk menuju UGD. *** Seorang pria nampak terduduk sendirian di bangku tunggu. Ia sesekali menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Terlihat gelisah tentu saja, karena ia sudah setengah jam menunggu di luar. Tak lama kemudian dokter keluar dari UGD. Sang pria itu pun menghampiri dan bertanya mengenai kondisi pasien. "Permisi, Dok, bagaimana kondisi adik saya?" tanyanya dengan gelisah. "Untuk yang perempuan alhamdulillah tidak ada luka serius. Dia hanya syok dan hampir mengalami hipotermia. Untung saja dia segera dibawa ke rumah sakit sehingga bisa ditangani dengan cepat. Dan untuk laki-laki tadi terdapat luka ringan di kakinya. Saat ini sedang ditangani insyaallah tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ucap dokter tersebut menjelaskan kondisi kedua pasien yang masuk UGD itu. "Alhamdulillah, Ya Allah. Baik, Dok, terima kasih banyak." Pria itu nampak lega dan bersyukur mendengar kabar mereka yang tidak terlalu mengkhawatirkan. Sebelum dokter yang menangani tadi pergi, ia boleh mempersilakan penunggu tadi untuk masuk memastikan kondisi pasien. Tak menunggu lama, pria itu pun memasuki ruangan UGD. Di sana tidak banyak ruang. UGD itu hanya bisa menampuk empat pasien saja dan kebutulan di sana hanya digunakan oleh sang adik dan gadis yang ia tolong tadi. Ia mencari keberaadaan sang adik yang ia cemaskan. Dan begitu ia membuka tirai pertama, ia mendapati sang gadis yang masih terbaring. Tak ada suster yang menungguinya, namun seperti yang dokter tadi bilang ia hanya diinfus saja. Setelah itu ia kembali mrmbuka tirai ke dua dan menemukan sang adik yang masih dirawat lukanya oleh suster. Ia menghela napas lega mendapati Kevin yang dalam kondisi baik-baik saja. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD