Misunderstanding (1)

1136 Words
Ailane sebenarnya takut sekali kembali ke kantor hari ini. Tapi ia bukan pecundang yang lari dari masalah yang menyangkut pautkan nama nya. Jika ia sudah berada di dalam sebuah kubangan masalah, sebisa mungkin ia harus menyelesaikan nya. Bisa saja ia menghindar dan menutup semua nya dan bersikap seakan-akan tidak ada apa-apa. Namun itu pasti hanya bertahan selama beberapa hari saja. Semakin lama masalah di diamkan akan muncul masalah-masalah baru yang membuat semakin runyam. Oleh sebab itu ia harus menyiapkan mental nya sekarang untuk menghadapi semua nya yang akan terjadi nanti. Ia sampai tak sarapan. Rasa ingin makan nya hilang, perasaan takut tentu menghantui pikiran nya sekarang. Ailane membawa bekal nya cepat-cepat. Kedua orang tua nya sudah ke warung entah sejak kapan. Ia memastikan tidak ada sesuatu yang tertinggal. Saat semua sudah berada di dalam tas, barulah ia keluar rumah dan menuju kantor. Saat sudah berada di parkiran pun Ailane menarik nafas nya dalam-dalam menenangkan diri nya terlebih dahulu. Masih pagi juga, mungkin selama beberapa menit kedepan ia berada di sini. Dan akan masuk ke dalam sana saat mendekati bel. Ailane menatap pintu masuk dari parkiran yang terhubung nanti nya ke lobby. Masuk ke dalam sana seperti akan masuk ke dalam sebuah kubangan masalah besar yang terus menyeret nya untuk masuk tanpa ada jalan keluar di dalam nya. "It's okay. Itu hanya gosip murahan. Jangan terlalu difikirkan." Semangat nya pada diri nya sendiri. Sampai kapan? Sampai kapan ia akan berdiam diri disini? Ia menarik nafas panjang sekali lagi. Ia melihat pintu itu, di parkiran banyak orang yang berlalu-lalang masuk ke dalam sana. Batin Ailane semua orang tak ada yang menatap nya dengan pandangan aneh. Atau mungkin gosip yang kemarin sempat mereda? Berati orang sudah lupa akan gosip kemarin? Bukti nya saja orang melewati Ailane begitu saja. Ia melepaskan helm nya. Sebenarnya orang-orang bukan sudah melupakan gosip itu, melainkan tak menyadari jika yang sedang terduduk di sana adalah Ailane. Muka nya tertutup oleh helm yang jauh lebih besar dari ukuran kepala nya. Jika tadi Ailane membuka helm dengan posisi naik di atas motor pasti orang yang memandangi Ailane dengan tatapan yang aneh. Tak apa, jika tak memiliki pemikiran seperti itu Ailane tak akan turun dari motor. Ia menyampirkan tas di bahu nya. Ia masuk ke dalam pintu itu. Saat berada di lobby ia langsung mendapat tatapan tajam dari orang orang di sekitar nya. Eh? Rupanya orang-orang belum melupakan gosip nya kemarin. "Oh ini? Cleaning servis biasa aja sok-sok an mau ngedeketin pak Sean. Gak ngaca Lo?" Cibir seseorang dengan baju ketat. Penampilan nya sebelas dua belas seperti Melinda. "Kaya nya dia jual tubuh deh buat ngepelet pak Sean, haha---" Plak! Suara tamparan nyaring melayang di pipi gadis itu. Tangan Ailane tiba-tiba refleks menampar wanita itu. Ucapan nya sama sekali tidak berbobot. Apa maksud nya ia menjual tubuh? Ia dengan Sean saja tak pernah berhubungan badan. Ia sangat tersinggung dengan ucapan wanita itu. Saat wanita itu mengucapkan kata terakhir nya, orang di sekitar Ailane langsung menatap nya dengan pandang dengan tatapan yang jijik. Oh God! Siapa sebenarnya yang pertama kali menyebarkan gosip tidak bermutu seperti ini? Tau begitu kemarin ia tak menuruti emosi nya. Ia tetap bekerja dan tidak membolos pasti ia kemarin bisa langsung tau gosip nya seperti apa. Dan mungkin juga bisa terselesaikan waktu itu juga. Wanita itu ternyata Risma. Salah satu karyawan yang menggilai Sean juga. Namun Risma tak separah Melinda yang sampai berani turun tangan menghajar Ailane. Entah kerasukan setan apa, Ailane yang tak berani melawan seseorang langsung saja menamparnya tanpa pikir panjang. Seumur hidup nya, saat ia dihina atau dicaci maki oleh seseorang ia hanya diam dan menundukkan kepala. Ia melakukan hal itu karena sebuah alasan. Jika ia melawan mereka, masalah nya akan semakin besar dan merembet kemana-mana. Dan jika ia bersikap diam dan bodoamat, orang yang membuat masalah dengan nya akan capek dan akan berhenti dengan sendirinya dan masalah itu selesai. Tapi tidak untuk hari ini. Risma menjatuhkan harga diri nya di depan semua orang dengan mulut busuk nya itu. Risma tak terima di tampar oleh Ailane yang membuat nya malu. Di kantor tak ada yang perempuan yang berani melawan Risma dan juga Melinda. Baru kali ini ada yang melawan Risma dan itu Ailane. Seperti sebuah rekor baru yang diterima Ailane sskarang. Ada orang yang megacungi jempol atas keberanian Ailane dengan alasan sebagai pembelaan diri. Ada juga yang tak suka karena merasa Ailane sok paling benar. Risma menarik rambut Ailane tiba-tiba yang membuat Ailane memekik kesakitan. Mereka saling menjambak satu sama lain. Orang-orang bersorak menjagokan jagoan mereka masing-masing. Banyak yang berasumsi jika yang akan menang di duel kali ini adalah Risma. Belum sempat menyelesaikan perkelahian diantara mereka Sean sudah datang memecah kerumunan yang berada di sana. "Hentikan!" Teriak Sean. Kedua wanita itu langsung menghentikan aksi mereka. Rambut mereka berantakan tak karuan sekali. "Ailane keruangan saya sekarang!" Ucapan Sean itu semakin mengundang sebuah tanda tanya besar. Yang berada di perkelahian ini melibat kan dua orang. Yaitu Ailane dan juga Risma. Namun kenapa yang dipanggil hanya Ailane saja? "Pak saya tidak dipanggil keruangan bapak juga?" Tanya Risma dengan nada seperti tidak terima. Sean yang sudah berjalan di depan langsung menghentikan langkah nya dan menoleh kebelakang ke arah Risma. "Saya tidak memanggil kamu. Kembali ke ruangan kamu atau saya pecat?" Risma langsung beringsut saat Sean berbicara dengan embel-embel kata 'pecat'. Jika di pecat ia akan kerja dimana coba? Dengan langkah kecil dan menunduk ia mengikuti sean dari belakang. Jarak mereka jauh sekali. Bahkan saat Sean naik lift untuk sampai ke ruangan nya Ailane memilih untuk naik tangga darurat. Ia yakin sekali jika ada seseorang yang membuntuti nya dan siap menyebar gosip yang jauh lebih murahan lagi. Ia belum sarapan dan harus dihadapkan dengan naik tanggal darurat sepuluh lantai. Bisa dibayangkan perut nya kosong sudah mengeluarkan tenaga sebanyak itu. Dengan nafas yang ngos-ngosan Ailane terus menaiki satu demi satu anak tanggal agar sampai ke ruangan Sean. Ia lega karena sudah keluar dari pintu yang terhubung pada tangga darurat itu. Ailane berhenti sebentar, ia trauma sekali keluar masuk ruangan Sean. Ia benar-benar memastikan kali ini benar-benar tidak ada orang atau tidak. Aman mungkin, Ailane mengetuk pintu. Sautan dari dalam membuat Ailane tanpa ragu membuka pintu ruangan Sean. "Duduk," Sean duduk di tempat kerja nya dan Ailane duduk di sofa khusus untuk tamu. Ia pertama sempat heran kenapa Sean tak duduk di sebelah nya, hingga ia teringat apa yang telah Sean lakukan kemarin terhadap nya. Amarah nya kembali tersulut kembali, melihat wajah Sean yang tanpa memiliki perasaan bersalah itu ingin membuat Ailane mencakar wajah nya saja. "Maksud nya ini apa? Tolong jelaskan!" Sean memberikan ponsel nya kepada Ailane, menunjukkan sesuatu disana. Ternyata itu fotonya saat keluar dari ruangan Sean dengan caption yang tak mengenakan bagi Sean. "Diduga dianiaya sang atasan, cleaning servis ini keluar dengan berlinang air mata." Seperti itu caption yang terposting pada sebuah akun gosip tidak jelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD