"Lo...." Faza nunjuk Farel dengan sendok yang ia pegang. "Balik aja ke kampus. Gue capcus pulang, badan gue pegel-pegel," kilahnya, padahal malas berurusan dengan masalah matkul-nya Sarah. Lah, Faza akan masih SMA, dikasih pelajaran anak kuliah begitu? No! Malas!
"Hah? Kok?" Farel berasa belum loading akan omongan Faza.
"Kunci, kunci. Lo telepon temen aja buat jemput dimari. Gue pinjem motor, yak! Tar ambil aja di rumah. Bubay, cinta. Mmchh!" Dengan seenaknya, usai menggrepe saku celana Farel, Faza kasih ciuman gratis di pipi cowok itu lagi dan cabut pakai motor Farel jenis laki, bukan matic seperti punya... Sarah.
Farel bisa apa kalo wanita pujaan udah bertitah begitu? Dia hanya bisa saksikan tubuh sang bidadari berjalan menjauh darinya tanpa bisa dicegah.
Tapi bukannya pulang, Faza mampir ke toko pakaian sebentar. Cari-cari pakaian yang cocok untuk anak gadis.
Lagipula kalau tetep dengan penampilan tomboy, takutnya Farel tambah curiga.
"Hoho! Rok ini kayaknya cocok di kaki jenjang gue," ucap Faza narsis, memilah beberapa rok yang manis menurutnya.
Tak hanya itu, Faza juga mengambil beberapa kaos khusus perempuan, celana pendek dan gaun. Pakaian di toko ini keluaran terbaru, sangat luar biasa menurut Faza.
Faza bahkan nyoba dengan sendal berhak tinggi, tapi jalannya jadi aneh.
"s**t! Gue cantik banget!"
Dengan gayanya yang sok jadi cewek gaul, Faza mengibaskan rambut yang sudah ia uraikan hingga kesan cantiknya jadi terlihat. Pakaian sudah ia ganti, rok berwarna hitam, dipadu kaos putih longgar dengan satu bahu ter-ekspos jelas.
Faza mulai bertingkah gila!
"Owh! Gue lupa bawa motor Farel. Ups!" Ia tatap penampilannya yang pasti ogah banget bawa motor laki dengan rok begini. Jadi...?
Sementara itu, Farel masih bengong di tempat. Padahal Sarah udah melipir pergi.
Cinta? Tadi Sarah nyebut cinta? Berarti....
Usai melamun, Farel pun senyam-senyum gaje, naik gojek ke kampus, lalu ambil tas Sarah di kelas si cewek dan rogoh tas tersebut untuk cari kunci motor Sarah.
Dapet!
Untung aja ini kampus kagak ada maling, atau dompet en kunci motor dah ilang dari tas Sarah.
Farel pun melenggang ke parkiran membawa tasnya sendiri juga tas Sarah, kemudian berhenti di motor matic Sarah yang super girly abisss! Warna pink-putih, ditempeli stiker kembang-kembang ngejreng. Ya ampun!
CLEGUK!
Jadi... dia musti pake motor ini ke rumah Sarah?! Oh my ball!
Hmz... gak bisa dielakkan.
Maka, dengan menebalkan seluruh muka, dan menipiskan urat malu, Farel pun meluncur bersama matic super girly itu meski dicicuitin sana-sini.
Kampret, dah!
Sesampai di rumah Sarah, Farel disambut Mamanya Sarah. Beliau langsung panggil anaknya.
"Wow! Rel! Ppfftt!! Serius lo bawa motor matic gue ke rumah?" Faza ngakak nista seketika mengingat motor mereka tadi tukeran. Dan luar biasanya, Faza membawa motor Farel dengan cuek, mengabaikan suara-suara siulan cowok-cowok kampret yang beberapa ia tonjok wajahnya.
Sekarang, gadis tersebut tampil dengan pakaian yang tadi ia kenakan pas di toko. Seksi. Luar biasa.
"Gue seksi, gak?" tanya Faza, meloncat ke sofa dan duduk ngangkang dengan seenaknya. Apa boleh buat sih. Faza biasanya emang gitu kalau mode santai.
Ia sambar kacang goreng di dalam toples, buka penutupnya dan kemudian makan dengan gaya lempar ke atas lalu... ngap!
"Thanks ya, lo dah mau anterin tas ama motor gue." Faza mengernyit seketika melihat Farel yang sejak tadi diam sambil memperhatikannya. Apa ada yang aneh? Faza pun langsung ikut melihat apa ada yang salah dengannya.
Owh....
Faza nyengir ke arah Farel dan singkap roknya agak ke atas sedikit, hingga paha putih nan mulus itu terekspos sangatlah jelas. Biasanya, kalau Farel udah natap Sarah kayak gitu, Faza bakalan bertindak anarkis. Tapi.... ini beda, mamen!! Ini Faza, bukan Sarah!
'Dasar cowok m***m!' keluh Faza dalam hati meski berteriak hore-hore melihat sikap gelisah Farel. Jadi, ia akan menjahili Farel dengan caranya sendiri.
CLEGUK!
Kayaknya Farel bakal punya kebiasaan baru saban di dekat Sarah, yaitu bolak-balik nelan saliva melulu.
Yah, gak bisa salahin Farel dong kalo Sarahnya terus-menerus pasang pancingan yang gitu-gitu melulu. Siapa sih cowok yang tahan kalo disodori gituan? Oh... cowok maho gak doyan cewek, ding!
DAN FAREL MASIH NORMAL, OI!
Lagian... kenapa, sih Sarah mancing Farel terus? Apa Sarah mulai naksir dia? Sarah kepingin di-ini dan itu? Sinyal Sarah kan mengarah ke sana terus.
"I-iya... tadi... aku bawa aja motormu... sekalian aku bisa ambil motorku di sini," Farel garuk-garuk pipi.
Kalo udah gini, dia harus gimana coba? Lelaki waras plus normal seperti dirinya mana sanggup pura-pura kagak liat s**********n Sarah yang dijembreng lebar, bahkan keliatan CD helo kitty pinknya, loh! Astaga!
Farel maju mendekati Sarah, lalu tanpa diduga, ia tutupkan jaket jinsnya ke paha Sarah.
"Kagak baek cewek manis kayak kamu duduk ampe keliatan celana dalemnya, cantikku," umbar Farel apa adanya. Yah ini kan juga demi dia sendiri, selain untuk kebaikan Sarah pula.
Setidaknya... Farel ingin pulang tanpa harus bermain 'solo' seperti sebelumnya. Ya Tuhan, kuatkanlah....
Faza terkekeh pelan, menoyor jidat Farel dengan seenaknya.
"Sok suci lo, Rel! Emang gue gak tahu kalau lo pasti mikirin yang m***m tentang gue, kan? Kan?" Faza naik turunin alis sambil mepet-mepet ke Farel. Emang sialan bocah satu ini!
"Betewe, gue masih heran aja soal satu hal ... penting." Faza tatap lekat Farel, serius. Ada hal yang janggal menurutnya soal saat di Rumah Sakit tadi.
"Lo bilang lebih ngenal Faza dibanding gue, kan? Bahkan lo aja tahu dia gak suka jarum suntik, makanya sering masokis minum obat meski sepuluh pil sekalipun," Faza berhenti bicara sebentar.
"Ja-Jangan-jangan... lo... naksir Faza?!"
Doeng!
Faza sok horor sambil nunjuk-nunjuk muka Farel. Padahal dalam hati ngakak nista.
Farel? Naksir dirinya?
Enggak, kok! Ini bukan artinya Faza ngarep, cuma kepo aja. Boleh, kan?
Sehabis itu, Faza duduk santai lain sambil lempar kacang goreng lagi dengan cara tadi. Kebiasaan Faza kan memang begitu dan agak susah diubah.
"Kenapa aku malah dituduh naksir adikmu, Sar?" Farel tetap duduk di samping Sarah. Rasanya sih posisi dia yang gini malah aman. Kagak perlu liat s**********n Sarah yang menganga.
"Aku kan cuma bilang kalo aku lebih sering interaksi ama dia karena dia sering datengi aku untuk ngajak ribut. Dia kan gak suka aku deketin kamu."
Farel duduk lebih santai, sambil tetap liatin Sarah yang bertingkah makin aneh.
"Sar, sumpah deh kamu dah mirip Faza. Cara makan kacang Faza kan gitu. Aku pernah liat aja, sih. Bukan apa-apa, loh," elak Farel sebelum pujaannya salah paham.
Lalu Farel memiringkan duduknya menghadap gadis di sebelahnya dengan satu paha diletakkan santai pada sofa. "Bisa jadi Faza yang naksir aku. Ya, kan? Dia terus-menerus nyoba jauhin aku dari kamu. Dia dateng ke aku melulu. Adekmu pasti naksir aku, Sar!" tandas Farel yakin.
Astaga, kenapa dia baru paham ini sekarang, ya? Pantas aja Faza galak banget kagak rela Farel deketin Sarah.
Yaelah....
"Uhuk!! Uhuk! A-Apa?" Faza tersedak kacang gorengnya seketika. Untung sudah jadi tinggal telen.
"Gak!! Gak mungkin, lah! Sialan lo, Rel! Jangan nuduh-nuduh gitu. Mustahil Faza naksir elo. HAHAHA!"
Sialan, Farel! Tak sudi dirinya naksir playboy kelas kakap macam Farel. Ogah!! Faza itu masih normal, suka d**a wanita dan yang diapit di s**********n mereka.
Karena kesal, Faza tepuk keras pundak Farel seraya masih tertawa seolah itu adalah hal yang sangat lucu.
"Duh, sialan. Gue ampe mewek gini gara-gara ketawa," ungkap Faza, menyeka air mata yang nangkring di sudut matanya. Ia baguskan cara duduk dengan sedikit normal, bersila.
"Ya mungkin karena Faza gak suka lo karena lo itu ... playboy."
Serius, ini Faza lho yang ngomong. Asli! Seratus persen alami tanpa bahan pengawet lainnya.
"Maaaa!! Bikinin Sarah jus jeruk, dong! Tenggorokan gatal, nih!" Faza noleh bentar ke arah letak dapur, dimana Mamanya tadi katanya lagi masak. Terbukti dari aroma sedap dari sana tercium.
Farel goyang-goyangin telunjuknya di depan wajah Faza, seolah berkata tidak.